Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Piagam Madinah dan Prinsip Pluralisme
30 Oktober 2024 9:03 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sofa Sofiatul Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Pluralisme itu mengakui adanya perbedaan, dan perbedaan itu sebenarnya sunnatullah, nyata dan tidak bisa dipungkiri. Menolak pluralisme yang sunnatullah itu menimbulkan ketegangan bahkan menimbulkan konflik, karena mengesampingkan yang nyata berarti mengingkari kehendak Allah.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari pluralisme semacam ini bukan hanya untuk mengakui perbedaan-perbedaan tersebut, namun juga untuk menghormati realitas perbedaan tersebut. Piagam Madinah yang ditulis oleh Nabi Muhammad SAW menandai sebuah tonggak penting dalam sejarah Islam.
'' Bagaimana prinsipnya?
Dalam dokumen tersebut Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa semua masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, mempunyai hak yang sama dalam menjalankan agama dan tradisinya. Piagam Madinah menciptakan kerangka yang mengedepankan toleransi dan saling menghormati antar kelompok yang berbeda, dengan jaminan perlindungan hukum dan kebebasan beragama, sehingga memperkuat kohesi sosial dalam masyarakat majemuk.
Dengan demikian, Piagam Madinah tidak hanya mencerminkan nilai-nilai pluralisme, tetapi juga menjadi model kehidupan harmonis di era modern di mana keberagaman menjadi kenyataan yang semakin tak terelakkan. Piagam Madinah sangat penting sebagai dokumen yang menjawab kebutuhan untuk menciptakan persatuan dan keharmonisan dalam keragaman etnis dan agama yang ada.
ADVERTISEMENT
Konsep dan penerapan nilai-nilai pluralistik dalam Piagam Madinah menciptakan kehidupan harmonis antar umat berbeda agama dan suku melalui pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman Piagam Madinah, yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah, menjadi dokumen hukum pertama yang mengatur hubungan antara berbagai komunitas kota, termasuk Muslim, Yahudi, dan suku Arab.
Piagam ini memberikan setiap komunitas hak untuk menjalankan keyakinan dan praktik keagamaannya tanpa tekanan atau diskriminasi, sehingga menciptakan suasana toleransi yang penting untuk hidup berdampingan.
Sofa Sofiatul Azizah, Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam STIABI Riyadul Ulum Tasikmalaya.