Konten dari Pengguna

Maladaptive Daydreaming: Mengapa Kita Melamun?

Fatimah Syafiah A
Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Desember 2022 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatimah Syafiah A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
Siapa sih di antara kita yang tidak pernah melamun sebelumnya? Saya yakin sebagian besar orang pernah melamun. Baik pada waktu luang, maupun di sela-sela aktivitas. Karena bisa membayangkan berbagai macam hal saat melamun, beberapa orang akan beranggapan bahwa melamun adalah suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
Nah, sebenarnya, boleh atau tidaknya melamun tergantung pada intensitas dan frekuensi dari aktivitas melamun itu sendiri. Apabila aktivitas melamun dilakukan terlalu sering hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, maka hal tersebut tentu akan berdampak buruk. Fenomena seperti itulah yang disebut sebagai Maladaptive Daydreaming. Istilah ini mungkin masih asing bagi kita. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai fenomena Maladaptive Daydreaming, yuk simak penjelasan di bawah!

Mengenal lebih dalam istilah Maladaptive Daydreaming

Sebelum membahas tentang Maladaptive Daydreaming, kita perlu tahu terlebih dahulu apa itu yang disebut dengan melamun. Nah, KBBI mendefinisikan melamun sebagai kegiatan merenung, yang mana pada saat itu isi pikiran kita menjadi tidak terarah. Lalu melamun seperti apa yang dianggap tidak baik dan bisa dikategorikan sebagai Maladaptive Daydreaming?
ADVERTISEMENT
Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Somer (2002) mendefinisikan Maladaptive Daydreaming sebagai aktivitas berfantasi berlebihan yang dapat menyebabkan terganggunya aktivitas seseorang, baik dalam ruang lingkup akademis, ruang lingkup kejuruan, maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Setelah membaca penjelasan di atas, kita pasti sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa melamun sudah masuk ke dalam kategori Maladaptive Daydreaming apabila dilakukan secara berlebihan hingga mengganggu aktivitas pelakunya.
Apabila seseorang menggunakan melamun sebagai mekanisme koping dan dilakukan terlalu sering, pasti akan menjadi tidak sehat karena dapat memicu perilaku tidak produktif, kecanduan, serta mengganggu dalam berhubungan dengan orang lain.

Jadi apa sebenarnya penyebab orang sering melamun?

Alasan mengapa seseorang melamun, pasti berbeda bagi setiap orang. Bisa jadi kita memang sedang memiliki waktu luang saja hingga akhirnya tanpa sadar pikiran kita mulai melayang-layang tanpa arah. Tetapi kalau menurut Freud (1908) melamun ini bisa digunakan sebagai solusi ketika kita sedang mengalami sebuah masalah atau konflik dan juga ketika kita sedang merasa kekurangan. Dia juga berpendapat bahwa melamun atau menghayal bisa menjadi jalan tengah ketika kita memiliki keinginan yang tidak terpenuhi, tuntutan sosial untuk menyesuaikan diri, serta apabila kita mendapatkan kekangan moral dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jadi salah satu hal yang bisa menyebabkan seseorang menjadi gemar melamun adalah karena mengalami kegagalan dalam mewujudkan apa yang diinginkan. Selain itu, melamun bisa digunakan sebagai salah satu cara untuk merasa lebih baik ketika kita sedang mengalami permasalahan dan diliputi berbagai perasaan negatif. Dengan melarikan diri ke dalam dunia hayal, kita bisa menciptakan berbagai skenario yang menyenangkan demi melupakan permasalahan yang sedang kita alami.
Kemudian, menurut Wilson dan Barber (1981) jika seseorang sudah terbiasa untuk menghindari perasaan kesepian dan lingkungan yang tidak ramah melalui melamun, maka di kemudian hari mereka akan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk berlarut-larut dalam fantasinya.

Fungsi melamun itu apa, sih?

Setelah mengetahui beberapa alasan utama penyebab aktivitas melamun ini terjadi, kita juga perlu mengetahui apa sebenarnya fungsi atau tujuan dari aktivitas melamun ini. Bagi beberapa orang, menghabiskan waktu untuk membayangkan sesuatu yang tidak nyata mungkin dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia. Namun, bagi orang-orang yang memang melamun untuk melarikan diri dari berbagai hal yang tidak diinginkan, berlama-lama di dunia fantasi bisa terasa sangat menyenangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Somer (2002) memberikan kita gambaran akan tujuan dari melamun, yaitu sebagai berikut:
ADVERTISEMENT

1. Menghilangkan stres dan menghilangkan perasaan sakit hati.

Ketika sedang melamun atau menghayal, tentu saja salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah agar kita bisa merasa senang dan bahagia. Misalnya, kalau kita memiliki keinginan yang tidak terpenuhi ataupun pengalaman pahit di dunia nyata, maka kita bisa mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang menyenangkan ketika sedang melamun atau menghayal. Di dalam dunia hayal, kita bisa mewujudkan segala sesuatu yang kita inginkan. Inilah yang kemudian akan menciptakan perasaan senang, dan pada akhirnya akan meningkatkan mood.

2. Menciptakan sebuah dunia atau lingkungan yang mendatangkan perasaan kebersamaan, keintiman, serta ketenangan.

Nah, ketika sedang melamun atau menghayal ini, kita juga bisa menciptakan sebuah dunia yang kita dambakan. Misalnya, kita ingin menciptakan sebuah dunia yang bisa membuat kita merasa aman dan tenang. Hal itu bisa dilakukan dengan menghayal. Lagi-lagi, hal ini bisa jadi merupakan bentuk dari pelarian karena mungkin kita tidak dapat menemukan lingkungan atau tempat yang nyaman di kehidupan nyata. Alhasil, pada akhirnya kita sendiri lah yang menciptakan dunia itu di dalam kepala.
ADVERTISEMENT
Jadi sebenarnya melamun itu diperbolehkan karena selain dapat membawa dampak positif berupa perasaan senang pada pelakunya, melamun atau menghayal juga bisa meningkatkan kreativitas dan daya imajinasi kita. Namun, ada baiknya kita membatasi diri dari melamun secara berlebihan. Apabila melamun sudah menyita terlalu banyak waktu, maka sebaiknya dihentikan. Jangan sampai kita berlarut-larut dalam fantasi, dan mengabaikan realitas yang ada, ya!