Edukasi Kental Manis di Masyarakat Tak Boleh Dilakukan dalam Waktu Singkat

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
10 Januari 2023 11:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi susu kental manis sebagai pelengkap sajian. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi susu kental manis sebagai pelengkap sajian. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Tak terasa telah empat tahun pasca diundangkannya Perka BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan sebagai bentuk usaha atau upaya pemerintah dalam meluruskan persepsi masyarakat terhadap kental manis atau yang dahulu disebut susu kental manis.
ADVERTISEMENT
Selama puluhan tahun kental manis dipahami memiliki kadar gizi yang tinggi bagi pertumbuhan anak sehingga disetarakan dengan susu sapi pada umumnya.
Kenyataannya konsumsi kental manis saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak, atau bahkan untuk dapat menggantikan ASI.
Langkah serius pemerintah terhadap permasalahan ini diawali dengan diterbitkannya SE BPOM No. HK. 06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (subkategori Pangan 01.3).
Ilustrasi susu kental manis. Foto: Shutter Stock
Hal ini dilakukan karena label dan atau iklan produk berupa visualisasi maupun klaim hingga keterangan yang tidak tepat menjadi faktor utama dari kekeliruan persepsi masyarakat terhadap kental manis.
Kesalahpahaman persepsi terhadap kental manis merupakan permasalahan serius yang memang perlu untuk ditangani oleh pemerintah dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebab, hal ini dianggap sebagai salah satu faktor utama yang memperburuk permasalahan gizi di Indonesia, di mana saat ini Indonesia mengalami triple burden malnutrition berupa kekurangan, kelebihan, dan ketidakseimbangan gizi.
Contohnya seperti kurang gizi, gizi buruk, obesitas, dan stunting yang dapat menimbulkan dampak jangka panjang berupa peningkatan risiko penyakit tidak menular serta penurunan produktivitas saat dewasa (The World Bank, 2015).
Adapun menurut SSGI Tahun 2021, prevalensi anak stunted adalah 24,4%, underweight 17%, sedangkan wasted 7,1%.

Keseriusan Pemerintah

Ilustrasi susu kental manis. Foto: Shutter Stock
Keseriusan pemerintah dalam mengatasi hal ini diwujudkan dengan terbitnya Perka BPOM No. 31 Tahun 2018, di mana pemerintah dalam hal ini BPOM cukup mengatur secara rinci mengenai label kental manis, di antaranya adalah berupa kewajiban pencantuman label sebagai berikut:
Sumber : Perka BPOM No. 31 Tahun 2018
Bukan hanya itu, BPOM juga mengeluarkan larangan berupa:
ADVERTISEMENT
Konsumen memilih produk krimer kental manis di salah satu mini market. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Produsen diberikan waktu selama 2,5 tahun sejak peraturan tersebut diundangkan atau sampai dengan 19 April 2021 untuk mengubah label sesuai dengan ketentuan Perka BPOM.
Dalam artian, sampai saat ini setidaknya sudah berjalan hampir dua tahun.
Keseriusan pemerintah dalam meluruskan persepsi tersebut patut diapresiasi karena memutus rantai kebiasaan masyarakat konsumsi kental manis sebagai substitusi dari minuman susu selama puluhan tahun.
Saat ini juga telah terdapat Pedoman Label Pangan Olahan Susu Kental dan Analognya yang diterbitkan oleh BPOM.
ADVERTISEMENT

Tantangan Pemerintah

Konsumen memilih produk krimer kental manis di salah satu mini market. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Namun, Perka BPOM yang telah dilengkapi dengan pedoman/juknis tersebut tidaklah berarti tanpa adanya pengawasan di lapangan. Hal yang lebih menantang lagi adalah terhadap strategi pemasaran baru yang kian berkembang di luar jerat hukum dan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat, di antaranya adalah:
Strategi marketing yang terus berinovasi merupakan tantangan yang sulit bagi penegakan peraturan ini, salah satunya adalah berupa strategi iklan atau pemasaran cross promotion, di mana kental manis divisualisasikan bersamaan dengan produk-produk lain dengan kandungan gizi yang berbeda atau lebih tinggi, seolah-olah semuanya sama (satu iklan untuk semua jenis kategori).
Semakin berkembangnya teknologi, saat ini tersedia berbagai macam platform untuk melakukan transaksi jual beli, baik oleh pribadi perorangan maupun yang berbentuk badan usaha.
ADVERTISEMENT
Dalam melakukan mencantumkan detail produk masih banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan Perka BPOM No. 31 Tahun 2018 tersebut. Contohnya adalah mencantumkan cara penyajian sebagai hidangan minuman susu tunggal.
Penempatan produk Kental Manis di etalase supermarket atau minimarket yang tidak dijadikan satu dengan rak susu bayi atau anak juga penting agar masyarakat tidak menganggap bahwa Kental Manis merupakan substitusi dari susu formula atau dan lainnya.
Saat ini transaksi penjualan melalui live atau daring semakin popular di masyarakat. Pemerintah akan kesulitan untuk mengawasi satu persatu aktivitas penjualan kental manis dengan iklan dan promosi yang menyalahi aturan.
ADVERTISEMENT
Adegan-adegan dalam acara TV yang menjadikan kental manis sebagai hidangan minuman susu tunggal juga sulit untuk diawasi tanpa adanya laporan dari masyarakat.
Pengawasan di daerah-daerah harus tetap diperhatikan, seperti iklan melalui baliho, radio, tv lokal, strategi promosi yang datang langsung ke pemukiman, dan sebagainya.

Perlunya Kerja Sama dan Edukasi yang Dilakukan Secara Masif dan Berkelanjutan

Ilustrasi menuang susu UHT ke panci. Foto: Shutter Stock
Untuk menjawab tantangan-tantangan yang sulit untuk diawasi dan ditertibkan tersebut, pemerintah harus melakukan edukasi besar-besaran dan terus-menerus terhadap masyarakat.
Sudah puluhan tahun lamanya, masyarakat Indonesia secara menyeluruh memiliki persepsi bahwa kental manis merupakan substitusi susu tidak bisa hanya diatasi dengan edukasi yang dilakukan dengan waktu singkat dan sekali-sekali saja.
Edukasi tersebut dapat dilakukan misalnya dengan bekerja sama lintas sektoral, Dinas atau Pemerintah Daerah, tenaga kesehatan, LSM, organisasi masyarakat, dan lain sebagainya, contohnya adalah:
ADVERTISEMENT
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Edukasi kental manis harus juga diintegrasikan dengan edukasi program prioritas stunting, agar mendapatkan dukungan dari banyak pihak dan dapat dilakukan secara masif di setiap daerah oleh berbagai institusi dan lembaga.
Harapannya adalah masyarakat dapat meningkatkan literasi agar rentan terhadap strategi pemasaran yang menyesatkan persepsi dalam pemenuhan kebutuhan gizi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, masyarakat juga diharapkan turut aktif dalam melakukan pengawasan terhadap lingkungan sekitar agar kemudian dapat membuat laporan ke pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Untuk itu, kerja sama dengan masyarakat juga menjadi penting.
***
Sofie Wasiat
PH&H Public Policy Interest Group