Konten dari Pengguna

Kental Manis Bukan Susu: Tantangan Saat Ini & Perlunya Konsistensi Pemerintah

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
18 Juli 2024 18:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by azerbaijan_stockers on Freepik</a>
zoom-in-whitePerbesar
Image by azerbaijan_stockers on Freepik</a>
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini sebuah video di TikTok yang memperlihatkan seorang ibu menyediakan sarapan untuk anaknya berupa roti ber-topping kenal manis dan segelas seduhan kental manis ditambah dua sendok makan gula pasir viral. Video ini jadi perhatian luas dengan berbagai komentar dan reaksi dari para pengguna media sosial.
ADVERTISEMENT
Meski pun kemudian dicurigai video tersebut merupakan "pesanan", dan bukan kebiasaan nyata sehari-hari sang ibu, konteks ini tidak mengurangi urgensi untuk meningkatkan pengawasan terhadap promosi dan penggunaan produk kenal manis di masyarakat.
Reaksi dan komentar yang beragam dari pengguna media sosial menunjukkan bahwa konsumsi kental manis, terutama dalam konteks anak-anak, tetap menjadi isu sensitif dan perlu perhatian serius.

Sejarah Kental Manis yang Ternyata Bukan Susu

Ilustrasi susu kental manis. Foto: Shutterstock
Selama puluhan tahun, kental manis sempat dikenal masyarakat sebagai sumber gizi tinggi yang baik bagi pertumbuhan anak. Namun kenyataannya konsumsi kental manis saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, atau bahkan dapat menggantikan ASI.
Kekeliruan persepsi masyarakat ini diawali dengan adanya label dan atau iklan produk, baik berupa penayangan dan klaim atau keterangan yang tidak tepat, tentang kandungan gizi atau nutrisi dari kental manis. Alhasil selama ini masyarakat menganggap kental manis sebagai kebutuhan pokok sehari-hari dan dijadikan alternatif dari sapi/susu formula dengan harga yang jauh lebih murah.
ADVERTISEMENT
Pada 2018 lalu, pemerintah akhirnya menyadari hal ini dan mengambil langkah serius dengan menerbitkan SE BPOM No. HK. 06.5.51.511.05.18.2000 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (subkategori Pangan 01.3). Langkah ini diambil lantaran label/iklan kental manis yang cenderung memberikan makna bahwa produk tersebut dapat diminum sehari-hari sebagai sumber gizi tunggal dengan nutrisi tinggi.
Hal ini termasuk penggunaan kata "susu" pada label produk, sehingga dikenal masyarakat sebagai susu kental manis, lengkap dengan iklan di berbagai tempat yang menayangkan anak kecil meminum segelas susu. Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan untuk melegitimasi kebijakan yang dituangkan pada SE sebelumnya, termasuk menghilangkan kata "susu" pada label apabila memang kadar susu tidak memenuhi batas minimalnya.
ADVERTISEMENT

Tantangan dan Kondisi Saat Ini

Ilustrasi susu kental manis sebagai pelengkap sajian. Foto: Shutterstock
Sejauh mata memandang, enam tahun pasca diundangkannya Perka BPOM No. 31 Tahun 2018, label produk kental manis yang biasa kita temui di supermarket atau yang diproduksi oleh perusahaan besar dan ternama telah diperbaiki sesuai dengan kandungannya.
Akan tetapi, pemerintah masih dihadapkan dengan strategi marketing yang cerdik dan terus berkembang seperti strategi cross promotion (kental manis divisualisasikan dengan produk lain dengan gizi yang lebih tinggi), penjualan melalui e-commerce yang masih mencantumkan kata "susu", pemasaran langsung yang sulit untuk terdeteksi, serta penggunaan influencer di media sosial untuk mempromosikan produk tersebut seperti yang baru-baru ini viral di TikTok.
Kental manis yang masih kerap dianggap sebagai salah satu bahan makanan penting keluarga. Hanya terdapat penurunan sebesar 0,007 (per 397 gram) kental manis dari tahun 2007 (0,068) hingga 2023 (0,061) menurut BPS Tahun 2023. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) pada tahun 2023 di Benten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta, ditemukan bahwa :
ADVERTISEMENT
Selain itu, di tengah semakin berkembangnya penggunaan internet dan media sosial yang dapat digunakan oleh semua orang saat ini, juga menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah. Masih banyak konten sosial media yang tidak patut untuk ditiru dan bertentangan dengan upaya pemerintah dalam mempromosikan kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Beredar banyak video dengan adegan menyeduh kental manis dalam gelas, seperti video memberikan kental manis ditambah gula untuk sarapan anak, video yang memperbolehkannya, hingga video meminum lima kaleng kental manis sekaligus.
Dari video-video dan reaksi yang diperolehnya tersebut dapat diasumsikan bahwa meskipun seseorang telah mengetahui anjuran pemerintah dan potensi dampak kesehatannya, tidak lantas seseorang memiliki kesadaran untuk tidak menyeduh kental manis. Dalam hal ini, pemerintah masih perlu untuk bekerja keras dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, terlebih tidak ada pengurangan signifikan konsumsi kental manis per kapita dari tahun 2007 hingga 2023 menurut BPS.

Rekomendasi

Berdasarkan kondisi dan tantangan yang saat ini terjadi, berikut adalah rekomendasi yang dapat diberikan kepada Pemerintah :
ADVERTISEMENT