Konten dari Pengguna

Makan Siang & Susu Gratis: Urgensi Pembiayaan PKMK bagi Bayi Stunting Indonesia

Sofie Wasiat
Public Policy Advocate (Alumni SMA TN - FH UGM - FIA UI)
28 Oktober 2024 13:14 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pergantian kepemimpinan baru di Indonesia dibawah Presiden RI Prabowo Subianto saat ini memberikan harapan baru bagi masyarakat akan hadirnya inovasi dan solusi ditengah berbagai tantangan nasional yang semakin kompleks. Salah satu program andalannya, yaitu penyediaan makan siang dan susu gratis yang menjadi langkah signifikan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, serta memberikan dan dorongan baru dalam upaya penanggulangan stunting nasional.
ADVERTISEMENT
Penanggulangan stunting nasional masih menjadi PR bagi pemerintah saat ini, mengingat bahwa target nasional untuk menurunkan angka stunting hingga 14% pada Tahun 2024 masih belum tercapai. Bahkan pada Tahun 2023 hanya terjadi penurunan angka stunting sejumlah 0,1% dari Tahun 2022 sebelumnya yaitu 21,6% (SSGI, 2022). Oleh karenannya, sebelum dilakukan implementasi program makan siang dan susu gratis tersebut, penting juga bagi pemerintah untuk memikirkan terkait salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam upaya percepatan penurunan stunting selama ini, yaitu belum tersedianya pembiayaan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) gratis untuk anak yang telah terdiagnosa stunting baik oleh BPJS Kesehatan ataupun Program Pemerintah.

Prioritas Target Sasaran Makan Siang Gratis dalam Upaya Pencegahan Stunting

Stunting telah lama menjadi isu nasional karena stunting merupakan permasalahan lintas generasi, dan berpotensi menghambat tercapainya visi Indonesia Emas 2045. Stunting bersifat tidak dapat dipulihkan atau irreversible, dan hanya dapat ditangani selama dalam periode emas 1000 HPK agar dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dalam upaya penurunan stunting, waktu menjadi faktor yang sangat krusial dalam menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia. Bisa dibayangkan, berapa banyak anak yang berakhir dengan kondisi stunted di setiap hari pemerintah gagal untuk hadir dan mengambil langkah yang cepat dan efektif. Pemerintah harus menyadari keurgensian ini dan memaksimalkan setiap kesempatan untuk mempercepat intervensi sebelum periode emas tersebut berlalu.
ADVERTISEMENT
Meski belum mencapai target nasional pada akhir masa pemerintahan Presiden RI Joko Widodo, secara umum telah terlihat adanya progres yang baik dari penurunan angka stunting sebesar 16% selama 10 tahun sejak Tahun 2013 hingga 2023. Tercatat pada Tahun 2023, angka pravelensi stuting sudah turun menjadi 21,5% (SKI, 2024). Diharapkan upaya-upaya yang sudah berjalan baik dapat dilanjutkan oleh Pemerintah saat ini, sambil memperbaiki aspek-aspek yang masih memerlukan perhatian lebih, seperti pentingnya data yang akurat dan kredibel, penekanan intervensi spesifik (yang mengatasi penyebab langsung), edukasi masyarakat, tata kelola kolaborasi pemangku kepentingan, hingga keterlibatan pihak swasta untuk dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka stunting.
Tak bisa dipungkiri, gebrakan program makan siang dan susu gratis masih dihadapkan dengan berbagai tantangan yang harus diatasi agar dapat berjalan efektif, seperti alokasi anggaran, keterbatasan infrastruktur & distribusi, keterbatasan produksi susu sapi nasional, dan lain-lain. Meskipun program tersebut ditujukan untuk memperbaiki gizi anak Indonesia, sayangnya program tersebut tidak dapat mengatasi kondisi stunting yang telah terjadi pada target sasaran (anak sekolah), mengingat sifat stunting yang irreversible apabila sudah melewati golden period. Adapun program tersebut dapat secara tidak langsung mencegah terjadinya stunting, namun terhadap anak kedua, ketiga, dst yang masih dalam suatu keluarga yang umurnya masih >1000 HPK, karena setidaknya dapat mengurangi beban finansial orang tua.
ADVERTISEMENT
Oleh karenannya salah satu langkah strategis yang dapat diambil adalah dengan melakukan penahapan pada upaya perbaikan gizi anak tersebut, yang dapat dimulai dari kelompok paling rentan terjadinya kondisi stunting yaitu ibu hamil dan balita. Dengan memprioritaskan ibu hamil dan balita, pemerintah dapat fokus pada pencegahan stunting di masa-masa kritis pertumbuhan, khususnya dalam periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) ketika intervensi gizi memiliki dampak terbesar, sehingga memiliki sifat urgensi yang lebih tinggi. Namun dengan mempertimbangkan beberapa tantangan yang mungkin terjadi di lapangan misalnya :
ADVERTISEMENT
Dengan dilakukannya penahapan dan menjadikan balita dan ibu hamil sebagai kelompok sasaran tahap pertama program makan siang gratis, diharapkan program ini dapat lebih efektif dalam menanggulangi stunting sejak fase paling awal. Prioritas ini memungkinkan pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat pada periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang merupakan masa krusial untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Intervensi gizi yang langsung menyasar kelompok ini akan memberikan dampak lebih signifikan dalam menurunkan angka stunting, sekaligus meningkatkan kesehatan generasi masa depan.

Bukan Susu, Namun Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) Gratis bagi Bayi Stunting

Program Susu Gratis dapat diberikan kepada balita usia >2 tahun ke atas, karena jika dilakukan akan bertentangan dengan upaya pemerintah dalam mengkampanyekan pentingnya pemberian ASI hingga usia 2 tahun dan lebih sebagai salah satu upaya untuk pencegahan stunting. Namun, bagaimana penanganan terhadap bayi >1000 HPK yang sudah terlanjur mengalami kondisi stunting?
ADVERTISEMENT
Sampai dengan saat ini, pertanyaan tersebut masih belum terjawab. Meskipun telah terdapat penelitian oleh para ahli dan akademisi, dan bahkan regulasi yang mengatur mengenai hal ini yaitu dengan memberikan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) sebagai satu-satunya tata laksana stunting yang diresepkan oleh Dokter Spesialis Anak (DSA) yaitu No. 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit beserta Petunjuk Teknisnya yang selesai dibuat pada Tahun 2020.
Di lapangan, sebagian besar RS dapat memberikan PKMK terhadap bayi yang dirawat inap, mereka dapat memperoleh PKMK secara gratis yang sebagai bentuk dari pelayanan gizi selama menginap di RS. Namun, permasalahan yang banyak terjadi adalah bahwa bayi stunting dirujuk dan dirawat ke Rumah Sakit bukan karena kondisi stuntingnya, melainkan penyakit penyertanya. Sehingga ketika ia dirujuk balik dari RS ke Puskesmas, penyakit penyertanya sudah sembuh namun kondisi stuntingnya belum. Kondisi stunting yang belum sembuh inilah yang masih memerlukan PKMK.
ADVERTISEMENT
Sayangnya ketika rawat jalan, PKMK tersebut sudah tidak ditanggung lagi oleh BPJS Kesehatan, dan orang tua harus menebus dengan uang pribadi, dimana PKMK relatif tidak murah. Pada kasus-kasus tertentu PKMK dapat diberikan secara gratis untuk rawat jalan, pembiayaan berasal dari sumber lain seperti Dana BLU RS, bantuan CSR, dan lain-lain.
Meskipun saat ini telah diterbitkan Keputusan Menkes No. HK.01.07/Menkes/1928/2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting, dimana bayi yang stunting harus dirujuk ke Rumah Sakit meski tanpa penyakit penyerta untuk dapat segera ditangani oleh DSA, pembiayaan PKMK masih menjadi masalah karena dianggap bukan obat sehingga tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Oleh karenannya, pada Tahun 2023 lalu, PKMK untuk bayi stunting telah diusulkan oleh para ahli dan akademisi dalam Formulatorium Nasional (Fornas) namun tidak disetujui oleh Komite dengan alasan tertentu. Sehingga, kedepan diharapkan PKMK dapat disetujui dalam Fornas dan/atau Pemerintah dapat membuat Program Pemerintah khusus PKMK ini, sehingga seluruh bayi stunting di Indonesia dapat memiliki akses terhadap PKMK ini.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, dengan melihat gambaran besar dan tujuan dari pemberian susu gratis, alangkah lebih baik jika perhatian utama dialihkan pada penyediaan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) terlebih dahulu, khususnya bagi balita yang sudah mengalami stunting, sembari mengatasi berbagai pada program susu gratis seperti susu sapi selama ini masih bergantung pada impor, dan lain-lain. Adapun PKMK memiliki peran yang jauh lebih penting dalam pemulihan anak stunting, karena dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang mengalami kekurangan berat badan atau gizi kronis.

Kesimpulan

Penyediaan PKMK untuk anak-anak stunting sangat mendesak karena mereka memerlukan asupan nutrisi yang lebih spesifik dan terkontrol secara medis, yang tidak bisa sepenuhnya diatasi hanya dengan pemberian susu. Selain itu, PKMK direkomendasikan oleh para dokter spesialis anak sebagai tata laksana utama dalam menangani stunting. Dengan fokus pada penyediaan PKMK yang tepat dan berkelanjutan, pemerintah dapat langsung menangani akar masalah stunting, terutama pada balita masih berada dalam periode emas 1000 HPK.
ADVERTISEMENT
Baik penahapan makan gratis bagi Ibu Hamil dan Balita, dan PKMK gratis bagi bayi stunting sebagai tahap awal program makan siang dan susu gratis, langkah ini dinilai sangat strategis dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045, mengingat bahwa kondisi stunting tersebut tidak hanya sesederhana anak bertubuh pendek, memiliki tinggi badan yang tidak sesuai, atau di bawah rata-rata dari anak seusianya, melainkan anak juga mengalami gangguan perkembangan otak, kecerdasan yang menyebabkan penurunan prestasi belajar.
Dengan menetapkan pembiayaan bagi PKMK baik melalui BPJS Kesehatan/Program Pemerintah, pemerintah dapat lebih efektif dalam menangani masalah stunting di Indonesia, serta mencegah komplikasi kesehatan lain yang sering menyertai kondisi stunting tersebut, seperti diabetes, penyakit jantung, stroke, dll.