Polemik Labelisasi BPA yang Tak Kunjung Usai: Saatnya Menkopolhukam Turun Tangan

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
28 Juni 2023 11:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi air galon Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi air galon Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Industri Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan mendukung rencana labelisasi Galon Guna Ulang (GGU) berbahan baku Polikarbonat (PC) dengan alasan bahwa GGU_PC mengandung BPA yang membahayakan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Tak lama diberitakan juga bahwa Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mendukung perubahan Perka BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan yang rancangannya masih ditahan di Seskab dan Seskab. KSP bersikap positif dengan meminta klarifikasi atas rencana perubahan tersebut dengan didukung penelitian yang lengkap. Akan tetapi ternyata kemudian KSP membantah bahwa pihaknya mendukung perubahan Perka BPOM dimaksud.

Isu menimbulkan kebingungan dan perdebatan di publik bertahun-tahun akan tetapi dibiarkan saja oleh yang berwenang

Pemberitaan sebagaimana disampaikan di atas sesungguhnya bukan hal baru. Publik dalam tahun-tahun terakhir ini dibingungkan dengan gelombang isu yang tidak jelas ujung pangkalnya bahwa GGU-PC untuk AMDK mengandung Bisphenol A (BPA) yang di atas batas kadar yang membahayakan kesehatan. Karena galon AMDK digunakan oleh industri air minum termasuk industri UMKM seperti Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dan dikonsumsi oleh masyarakat secara luas bahkan seperti menjadi kebutuhan pokok, maka gelombang isu tersebut menjadi berskala luas dan menimbulkan keresahan publik, produsen dan konsumen.
ADVERTISEMENT
Menjadi masalah jika isu tersebut digoreng sedemikian rupa dan dihembuskan terus menerus dengan tujuan untuk memenangkan persaingan usaha oleh AMDK yang tidak menggunakan GGU. Menjadi masalah yang lebih serius karena isu tersebut dihembuskan secara masif dan terstruktur maka seolah menjadi kebenaran dan pemerintah (BPOM) membuat Rancangan Peraturan Kepala (Perka) BPOM tanpa penelitian dan pertimbangan yang memadai. Rencana Perka tersebut apabila berhasil ditetapkan menjadi Perka, maka AMDK yang menggunakan GSP-PET akan berpeluang besar memenangkan persaingan usahanya dengan GGU-PC.

Sikap BPOM yang Terkesan Diskiriminatif karena Ikut Hanyut dalam Persaingan Usaha

Pada awal isu dihembuskan, BPOM telah menerbitkan penjelasan sebanyak dua kali melalui website-nya yaitu pada tertanggal 24 Januari 2021 tentang Kandungan BPA pada Kemasan Galon AMDK yang pada intinya kandungan BPA masih di bawah batas aman dan mengutip Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) yang menyatakan bahwa belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan, serta beberapa penelitian internasional lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tanggal 29 Juni 2021 juga dijelaskan kembali bahwa kandungan BPA masih berada pada batas aman yaitu <0,6 bpj, mg/kg sesuai dengan Peraturan Badan POM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, disertai hasil sampling dan pengujian laboratorium pada Tahun 2021 yang menunjukan migrasi BPA galon AMDK hanyalah sebesar rata-rata 0,033 bpj, serta hasil pengujian laboratorium (dengan batasan pengujian sebesar 0,01 bpj) yang menunjukkan bahwa cemaran BPA dalam AMDK yang tidak terdeteksi. Kedua klarifikasi tersebut saat ini sudah tidak dapat diakses di website BPOM.
Namun ternyata, keadaan berbalik dan saat ini telah disusun Rancangan Perka BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang mengatur pelabelan bebas BPA pada galon AMDK berbahan PC tersebut. Kebijakan ini jelas bersifat diskriminatif karena kewajiban labelisasi tersebut hanya untuk GGU-PC dan tidak berlaku untuk kemasan pangan lain yang sama-sama berbahan baku PC. Juga tidak ada kewajiban labelisasi untuk GSP-PET yang berbahan baku PET dengan kandungan acethyldehide dsb yang tidak kalah berbahayanya dibanding BPA.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya, pada saat Perka BPOM No. 31 Tahun 2018 tersebut selesai disusun, telah berlaku Perpres No. 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. Perpres ini ditujukan agar peraturan Menteri/Kepala Lembaga yang diterbitkan dapat berkualitas, harmonis, tidak sektoral, dan tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha.
Dimana sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) huruf a yaitu “berdampak luas bagi kehidupan masyarakat” dan huruf c “lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga”. Upaya pelabelan Bebas BPA Galon GGU-PC tersebut memang sudah sepatutnya untuk dimintakan persetujuan lintas kementerian/lembaga terlebih dahulu. Alhasil, sampai dengan saat ini Perka BPOM No. 31 Tahun 2018 tersebut belum berhasil direvisi.
Seperti tidak kehabisan ide karena belum mendapatkan persetujuan Presiden, saat ini sedang disusun Revisi Perka BPOM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan yang didalamnya akan dilakukan perubahan pada batas kandungan migrasi BPA dari 0.6 Bpj menjadi menjadi 0,05 bpj, 12 kali lipat lebih kecil daripada Perka lama serta yang tadinya Persyaratan untuk PET diatur sangat detil dan panjang, kemudian saat ini hanya diatur secara umum saja. Sehingga, publik mengkhawatirkan bahwa BPOM bersikap diskriminatif dengan menerbitkan peraturan yang tidak fair/adil dan ikut hanyut dalam kerasnya persaingan usaha GGU-PC dan GSP-PET, yang seharusnya sudah menjadi kewenangan dari KPPU.
ADVERTISEMENT

Langkah Strategis Pemerintah

Langkah strategis atau kebijakan yang sebaiknya segera dilakukan untuk menghentikan polemik yang sudah berjalan lama dan tidak produktif agar iklim industri dan persaingan usaha menjadi sehat, fair dan produktif, adalah sebagai berikut :
1. KPPU segera menyelesaikan penelitiannya yang telah lama dimulai namun belum kunjung selesai atas kemungkinan adanya persaingan usaha dibalik ramainya isu tentang kandungan BPA.
2. Dilakukan penelitian atas kandungan BPA tersebut secara luas, akademis dan melibatkan banyak institusi peneliti yang kredibel dan reputasi yang baik dari dalam dan luar negeri. Juga penelitian atas kandungan zat berbahaya pada GSP-PET.
3. BPOM agar bersikap independent, tarnsparan dengan berbasis data dan penelitian, karena dalam hal isu BPA ini terkesan tidak transparan dan tidak independent.
ADVERTISEMENT
4. Agar tuntas dan tidak berlarut-larut dengan perdebatan bertahun-tahun yang kontra produktif, agar masalah ini dibahas, dievaluasi oleh Kementerian Koordinator Polhukham karena sudah menyangkut masalah yang luas dan melibatkan Polhukham, dan apabila dianggap perlu di samping KPPU juga melibatkan KPK dan BPK.