Simsalabim... Lima Tahun, Stunting Turun!

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
13 November 2019 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak lama ini, pemerintah kita mengumumkan bahwa prevalensi stunting telah berhasil turun sampai dengan angka 26,76 persen di akhir tahun 2019 yang mulanya berada pada angka 37,2 persen pada tahun 2013 (Riskedas 2013).
ADVERTISEMENT
Keberhasilan penurunan prevalensi stunting ini digaungkan oleh mantan Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek di akhir masa jabatannya dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi 2014-2019. Artinya mantan Menteri Kesehatan tersebut berhasil menurunkan prevalensi stunting sebanyak hampir 10 persen dalam kurun waktu yang singkat, yaitu cukup 5 tahun saja. Hebat bukan?
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutterstock

Tren Penurunan Prevalensi Stunting Global

Namun di sisi lain tren penurunan prevalensi stunting dalam skala global hanya berhasil sebesar 4,3 persen, sejak tahun 2010 (26,1 persen) sampai dengan 2018 (21,9 persen) dan pada tahun yang sama, angka stunting didominasi oleh anak-anak dari Benua Asia dan Afrika dengan komposisi 55 persen dan 39 persen. (Levels and trends in child malnutrition, 2019 Edition)
ADVERTISEMENT
Selain itu terdapat beberapa tren penurunan prevalensi stunting dalam skala regional yang bisa menjadi perhatian kita. Di antaranya, penurunan prevalensi stunting dalam lingkup Asia hanya berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 2,1 persen selama tiga tahun, terhitung sejak tahun 2015 (24,8 persen) hingga tahun 2018 (22,7 persen).
Kemudian, di Asia Tenggara juga hanya berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 2 persen dalam kurun waktu yang sama. (2015, 27 persen - 2018, 25 persen). (UNICEF, Global Malnutrition Overview)
Kemudian pada Tahun 2015, Negara Vietnam berhasil mereduksi prevalensi stunting sebesar 12,9 persen. Namun untuk mencapai hal tersebut Vietnam membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yaitu 13 tahun lamanya. (2002, 37,5 persen - 2015, 24,6 persen).
ADVERTISEMENT
Sementara, Negara Filipina pada Tahun 2015 juga berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 11,3 persen dari 44,7 persen menjadi 33,4 persen dalam kurun waktu 28 tahun.
Baik Indonesia, Vietnam, maupun Filipina, ketiganya terkelompok dalam lower middle income berdasarkan World Bank Income Group, di mana berdasarkan tren pengelompokan tersebut hanya terjadi penurunan sebesar 1,6 persen sepanjang tahun 2013 hingga 2015. Sedangkan Indonesia, dalam 2 tahun tersebut berhasil menurunkan sebesar 8,2 persen. Luar biasa.(UNICEF, Global Database Stunting)
Sumber: UNICEF, diolah.

Kontribusi Pertumbuhan GDP Per Capita terhadap Penurunan Stunting

Namun di tengah tren penurunan prevalensi stunting Indonesia yang begitu mencuri perhatian tersebut, di lain sisi ada hal menarik tentang sebuah teori dalam jurnal ilmiah yang berjudul “How Much Does Economic Growth Contribute to Child Stunting Reductions?” karya Sebastien Mary Department of Economics dari De Paul University, Chicago, yang pada intinya:
ADVERTISEMENT
Mari kita ilustrasikan dengan logika dasar saja. Berdasarkan teori tersebut, dengan kata lain, setiap 1 persen pertumbuhan GDP Per Capita dapat mereduksi Prevalensi Stunting hingga 0,27 persen.
Maka, di tahun 2013 setidaknya Prevalensi Stunting hanya dapat berkurang sebesar 1,13 persen, tahun 2014 sejumlah 0,9 persen, tahun 2015 berjumlah sama yaitu 0,9 persen, tahun 2016 sejumlah 1 persen, tahun 2017 pun 1 persen, dan terakhir tahun 2018 sejumlah 1,08 persen.
Dijumlahkan semua menjadi 6,01 persen dalam kurun waktu 2013-2018.
Hasilnya tidak jauh berbeda dengan selisih prevalensi stunting di Indonesia, yaitu 6,4 persen. Namun, jika berbicara selisih prevalensi stunting dari tahun 2018 ke 2019 yang berjumlah 4,04 persen artinya bisa diasumsikan bahwa pada tahun 2019 ini Indonesia mengalami pertumbuhan GDP Per Capita hingga 14,96 persen. Woowww… mari kita lihat akhir tahun nanti.
ADVERTISEMENT

Simsalabim... Stunting Berkurang!

Bukan maksud saya untuk mempertanyakan data-data yang telah ada, hanya saja sedikit mengejutkan untuk mengetahui bahwa prevalensi stunting bisa turun begitu dramatisnya.
Mungkin saja pemerintah sudah melakukan banyak usaha dan upaya untuk menuntaskan permasalahan stunting ini, salah satunya adalah Forum Genbest (Generasi Bersih dan Sehat: Indonesia Bebas Stunting) yang berada di bawah komando Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
Forum Genbest sudah melakukan sosialisasi kepada para pelajar yang nantinya akan menjadi orang tua, melakukan berbagai kampanye dan gerakan hidup sehat oleh Kemenkes yang pada awal Tahun 2018 dialokasikan sebesar Rp 359,93 miliar. (Kemenkeu)
Ada pula tiga aplikasi yang dibentuk oleh tiga kementerian (Kemenkes, Kominfo, dan Kemendes), yang bersifat intervensi sensitif terhadap stunting. Kemudian Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit di berbagai puskesmas yang sampai dengan saat ini belum ada evaluasi tentang efektivitasnya terhadap kondisi bayi stunting, namun tetap dilanjutkan karena anggarannya yang triliunan.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai kita memanipulasi angka prevalensi stunting tersebut, karena untuk apa membohongi diri sendiri sedangkan faktanya, masih banyak anak-anak kita yang menderita akibat stunting di berbagai pelosok daerah.
Jangan sampai angka tersebut hanya digunakan untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, jangan.. apalagi hanya di mata Presiden sendiri.
Kita tentu tidak mengharapkan stunting kehilangan perhatian dari pemerintah dan masyarakat karena dianggap sudah tuntas. Jika hal itu terjadi, akibatnya kita kehilangan satu generasi produktif di masa yang akan datang.

Langkah Strategis Pemerintah

Pada tanggal 2 November 2019, Menko PMK Muhadjir Effendy menyatakan diperlukan satgas khusus untuk mengatasi stunting dengan menggandeng beberapa kementerian, salah satunya dengan Kementerian PUPR untuk membenahi sanitasi.
ADVERTISEMENT
Diharapkan pembentukan satgas khusus menjadi sebuah harapan baru dan akhir dari kegagalfokusan pemerintah untuk mengatasi stunting melalui intervensi spesifik, seperti pemberian medical treatment terhadap anak-anak yang sudah mendekati 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) dan terdiagnosa stunting. Segera implementasikan Permenkes Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit.
Walau mencegah lebih baik daripada memperbaiki, pemerintah tidak boleh mengesampingkan nasib anak-anak kita yang sudah terlanjur stunting. Terhadap intervensi spesifik tersebut, mengumpulkan dokter-dokter anak yang sudah pernah melakukan penelitian lapangan tentang stunting merupakan cara paling tepat untuk dilakukan sementara ini (ada uji lapangan penanggulangan stunting di Pandeglang).
Jangan lagi-lagi membuat program atau pengadaan yang belum ada bukti ilmiahnya.
Kita harus selalu ingat bahwa kita sedang berlomba-lomba dengan waktu, karena 1.000 hari merupakan waktu yang sangat-sangat sempit. Jika 10.000 bayi lahir per harinya, maka ketika tulisan ini dibuat kita sedang mempertaruhkan satu dari pertiga-nya.
ADVERTISEMENT
Jakarta, 13 November 2019
Sofie Wasiat