Konten dari Pengguna

Dopamin: Pisau Bermata Dua, Menguntungkan atau Merugikan untuk Masa Depan

Bahtera Muhammad Persada
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UI Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2022
2 Maret 2024 14:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bahtera Muhammad Persada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bentuk Hormon Dopamine. Sumber: istock/Drypsiak
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bentuk Hormon Dopamine. Sumber: istock/Drypsiak
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat yang serba cepat saat ini, gangguan dan kepuasan instan mudah diakses, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas dan fokus.
ADVERTISEMENT
Detoksifikasi dopamin, sebuah konsep yang sedang tren di bidang pengembangan diri, bertujuan untuk mengatasi masalah ini dengan mempromosikan pemutusan hubungan yang disengaja dari aktivitas yang merangsang. Dengan memahami dinamika detoks dopamin, individu dapat mengembangkan pendekatan yang lebih fokus dan disengaja dalam kehidupan sehari-hari.
Dilansir oleh Halodoc. Dopamin adalah zat kimia di dalam otak yang bisa meningkat kadarnya saat seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan. Aktivitas yang menyenangkan tersebut contohnya adalah mengonsumsi makanan enak, melakukan aktivitas seksual dan sebagainya. Fungsi dari dopamin sendiri sangat banyak, ia berperan besar dalam memengaruhi emosi, gerakan, sensasi kesenangan, konsentrasi dan merasakan rasa sakit. Oleh sebab itu, ketika zat ini kadarnya berlebih atau menurun, maka tindakan untuk menambah atau memodifikasi efek dopamin bisa dilakukan seperti dengan pemberian obat.
ADVERTISEMENT
Konsep detoks dopamin bermula dari bidang psikologi dan ilmu saraf, yang diambil dari pemahaman tentang bagaimana otak merespons berbagai rangsangan. Hal ini berakar pada prinsip neurologis bahwa otak mencari kesenangan dan penghargaan melalui pelepasan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan motivasi dan kesenangan. Konsumsi aktivitas stimulasi yang berlebihan dapat menyebabkan desensitisasi reseptor dopamin, yang mengakibatkan berkurangnya sensitivitas terhadap pengalaman sehari-hari. Sebagai tanggapannya, detoks dopamin muncul sebagai metode untuk mengkalibrasi ulang sistem penghargaan otak dan mengembalikan kepekaan terhadap aktivitas alami dan non-stimulasi.
Detoksifikasi dopamin cocok untuk individu yang sering terganggu, tidak produktif, atau tidak dapat fokus pada tugas-tugas penting karena terlalu terlibat dalam aktivitas yang merangsang. Hal ini sangat relevan bagi mereka yang ingin melepaskan diri dari siklus kepuasan instan dan mengembangkan pendekatan yang lebih hati-hati dalam rutinitas sehari-hari. Selain itu, individu yang mengalami tanda-tanda kecanduan pada aktivitas tertentu, seperti penggunaan media sosial atau bermain game secara berlebihan, dapat memperoleh manfaat dari praktik detoks dopamin.
Ilustrasi Manusia Produtif yang pasti bermanfaat. Sumber: Resalio.com
Untuk memulai perjalanan detoks dopamin, individu dapat mengikuti serangkaian langkah yang bertujuan untuk secara bertahap mengurangi paparan terhadap aktivitas yang merangsang dan meningkatkan fokus dan produktivitas. Seperti penulis sendiri yang awalnya kecanduan game mobile legend kemudian mengganti dopamin tersebut menjadi menulis.
ADVERTISEMENT
Penting untuk mengidentifikasi aktivitas spesifik yang memicu pelepasan dopamin dan berkontribusi terhadap gangguan dan penurunan produktivitas. Aktivitas ini mungkin mencakup penggunaan media sosial, video game, konsumsi televisi berlebihan, dan ngemil yang tidak sehat. Dengan mengenali pemicu ini, individu dapat bersiap untuk membatasi atau menghilangkan paparan mereka selama periode detoks.
Salah satu langkah penting untuk mengawali detoks dopamin adalah dengan menetapkan tujuan yang jelas untuk berproses. Baik itu penghentian total aktivitas yang merangsang selama beberapa hari tertentu atau pengurangan paparan secara bertahap, menetapkan tujuan yang dapat dicapai memberikan arah dan komitmen terhadap perjalanan detoks.
Di era digital ini, kita disuguhkan dengan lautan informasi dan hiburan yang instan. Dari media sosial, video game, hingga aplikasi streaming, semuanya dirancang untuk memicu pelepasan dopamin, neurotransmitter yang memberikan rasa senang dan ketagihan. Dopamin memang memiliki peran penting dalam motivasi dan pembelajaran. Namun, stimulasi dopamin yang berlebihan, seperti yang terjadi saat kita terpaku pada layar gadget, dapat mengubah cara kerja otak dan berakibat fatal bagi kecerdasan masa depan.
ADVERTISEMENT