Konten dari Pengguna

Sejarah Rusaknya Demokrasi Indonesia dalam Peristiwa Pemilu 2024

Bahtera Muhammad Persada
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UI Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2022
19 Februari 2024 8:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bahtera Muhammad Persada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gerakan 4 Jari Polemik isyarat untuk tidak memilih Paslon Capres-Cawapres Nomor urut 02 Prabowo-Gibran. Sumber: kieferpix/istockphoto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gerakan 4 Jari Polemik isyarat untuk tidak memilih Paslon Capres-Cawapres Nomor urut 02 Prabowo-Gibran. Sumber: kieferpix/istockphoto
ADVERTISEMENT
Isyarat 4 jari awalnya dimaknai sebagai permintaan tolong karena sedang dalam keadaan bahaya, isyarat tersebut kerap diterapkan oleh kalangan masyarakat Amerika Serikat sebagai sebuah bentuk sedang butuh pertolongan, sebagai contoh ketika ada kasus penculikan dan korban tidak punya kesempatan secara frontal untuk meminta tolong, maka isyarat 4 jari bisa menjadi sebuah bentuk ekspresi karena sedang dalam bahaya. Dengan cara membuka tangan membentuk angkat 4 seperti gambar di atas, kemudian digenggam layaknya sebuah kepalan, maka di negara Paman Sam tersebut memaknai bahwa seseorang yang melakukan itu sedang dalam keadaan bahaya.
ADVERTISEMENT
Isyarat tersebut kini dijadikan sebagai bentuk pengekspresian terkait Pemilu 2024. Gerakan tersebut dimaknai sebagai bentuk ekspresi untuk hanya memilih selain capres-cawapres palson 02 yakni Prabowo-Gibran. Mengapa demikian? Karena hal tersebut sebagai bentuk pengekspresian untuk melawan kecurangan pemilu 2024. Pasca diluncurkan film dokumenter "Dirty Vote" yang diperankan oleh 3 Pakar Hukum Tata Negara, mengupas bagaimana runtuhnya demokrasi Indonesia oleh kecurangan pemilu 2024.
TKN Tanggapi Film Dirty Vote: Narasi Kebencian Bernada Asumtif, Tidak Ilmiah. Sumber: Fadhil Pramudya/Kumparan
Namun yang terjadi tidak sesuai yang diharapkan, film yang jelas mencerdaskan kehidupan bangsa dengan dibuat sedemikian rupa agar mudah dicerna oleh khalayak umum, justru masih ada masyarakat yang menganggap bahwa film tersebut terafiliasi oleh kepentingan politik semata. Mereka kekeh dan angkuh untuk tetap menjadi buta atas apa yang telah disampaikan oleh para akademisi. Jelas film tersebut tidak hanya mengkritisi salah satu paslon saja, tetapi fakta yang terjadi di lapangan mengapa hanya paslon 02 yang kebakaran jenggot? Seolah panik tak terbendung akibat kebanjiran fakta dan data. Tidak jauh kurang dari 3 jam setelah rilis film tersebut, TKN paslon 02 langsung mengadakan konferensi pers dengan tema "Konferensi Film Fitnah Dirty Vote Pemilu 2024"
ADVERTISEMENT
Penulis ingin mempernyatakan bahwa demokrasi bukan hanya sebatas tentang kebebasan memilih dan berekspresi, tetapi bagaimana menjadi manusia demokratis yang mampu berfikir kritis dan rasional. Selalu mengedepankan akal sehat dan informasi yang kredibel, bukan hanya sekedar mendukung dan menyeboki pujaan calon presiden dan wakil presidennya saja. Ini bukan tentang siapa yang terbaik, tetapi mencegah yang terburuk untuk memimpin dan berkuasa. Ini negara hukum bukan negara kekuasaan. Pilih pemimpin yang peduli dengan rakyat bukan pemimpin yang hanya peduli dengan pejabat. Etika dan moral wajib dalam berpolitik, tetapi tidak untuk mengkritik.
Dirty Vote Bak menyusun potongan puzzle terkait kecurangan terhadap Pemilu 2024. Sumber: Istimewa/Kumparan
Film Dirty Vote bercerita tentang skenario kecurangan Pemilu 2024 dari sudut pandang para pakar hukum tata negara di Indonesia. Mulai dari ucapan berbeda-beda oleh Presiden Jokowi soal anak-anaknya yang terjun ke dunia politik. Juga mengungkapkan ketidaknetralan para pejabat publik, wewenang dan potensi kecurangan kepala desa, anggaran dan penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik, hingga lembaga-lembaga negara yang melakukan pelanggaran etik.
ADVERTISEMENT
Menurut Feri Amsari, kecurangan-kecurangan tersebut tidak didesain dalam semalam dan tidak sendirian. Sebagian besar rencana kecurangannya terstruktur sistematis dan masif, yang dilakukan oleh kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama.
Kecurangan yang disusun bersama ini, kata Zainal Arifin Mochtar, akhirnya jatuh ke tangan satu pihak. Siapa dia? Pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan, yang dapat menggerakkan aparatur dan anggaran.
Bagi Bivitri Susanti, sebenarnya desain kecurangan Pemilu 2024 bukanlah rencana hebat. Sebab, skenario yang sama dilakukan rezim-rezim sebelumnya di banyak negara. Ia menyebut, untuk menyusun dan menjalankannya pun tak perlu pintar atau cerdas, hanya perlu mental culas dan tahan malu. Biviti yang merupakan dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini menegaskan Pemilu 2024 tidak bisa dianggap baik-baik saja. Masyarakat harus sadar telah terjadi kecurangan luar biasa pada pemilu ini.
ADVERTISEMENT
Film Dirty Vote memperlihatkan bagaimana para politisi mempermainkan rakyat demi kepentingan pribadi. Juga berbagai aksi kecurangan yang nyata dan terlihat publik, tapi tidak pernah ditindak. Penyalahgunaan kekuasaan yang terlihat nyata demi memenangkan pemilu yang justru merusak tatanan demokrasi. Termasuk sorotan pada kekuatan besar di balik pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming yang disebut-sebut paling banyak melakukan kecurangan.
Grafik data-data kecurangan Pemilu 2024 itu disajikan dengan penjelasan dari ketiga para pakar Hukum Tata Negara tersebut. Dan pada akhirnya, menurut Bivitri, film ini menjadi sebuah catatan sejarah tentang rusaknya demokrasi di Indonesia.