Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Manifesto Haji 2025, Menuju Pelayanan Professional, Humanis, dan Transparan
13 Mei 2025 14:08 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Soleh Hasan Wahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bagaimana caranya mengelola ratusan ribu jamaah haji dengan layanan yang bersih, profesional, dan tetap menjaga kesucian ibadah? Pertanyaan ini adalah salah satu persoalan yang paling sering muncul di benak kita, terlebih ketika mengingat tantangan dalam mengurus ribuan jamaah dari berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2025 ini, Indonesia mendapat kuota sebesar 221.000 jamaah haji reguler, dan keberangkatan sudah dimulai sejak 2 Mei dari Embarkasi Haji Jakarta (JKG-01). Hingga 12 Mei, sudah 158 kloter diberangkatkan ke Tanah Suci. Angka ini tentu bukan jumlah kecil, apalagi jika diingat bahwa tahun ini menjadi masa transisi terakhir bagi Kementerian Agama sebelum penyelenggaraan haji sepenuhnya diambil alih oleh Badan Haji pada 2026.
Di tengah tantangan ini, Menteri Agama, Prof. KH. Nasaruddin Umar, menggagas Manifesto Suci Haji 2025 yaitu komitmen moral untuk menjaga kesucian ibadah haji melalui pelayanan yang profesional, bersih, dan transparan.
Pelayanan Haji yang Lebih Terbuka dan Mudah
Apa yang membuat manifesto ini berbeda? Salah satunya adalah soal transparansi biaya. Salah satunya adalah terkait biaya, dengan real cost haji mencapai lebih dari Rp90 juta, jamaah tahun ini hanya perlu membayar sekitar Rp55 juta. Sisanya ditutup dengan nilai manfaat dana haji yang dikelola secara transparan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
ADVERTISEMENT
Selain soal biaya, ada juga pembaruan dalam manajemen akomodasi. Selama ini, banyak jamaah merasa kebingungan ketika tiba di asrama haji. Mereka harus mencari kamar dengan bertanya ke sana kemari. Tapi, dengan sistem Munaqosah (Manajemen Unit Layanan Akomodasi Asrama Haji) yang baru, jamaah bisa langsung tahu lokasi kamar hanya dengan memindai QR code dari ponsel mereka. Gampang dan langsung ketemu!
Rektor IAIN Ponorogo, Prof. Dr. Hj. Evi Muafiah, M.Ag., dalam hal ini ikut menyuarakan dukungannya. Menurutnya, Manifesto Suci ini adalah solusi yang sudah lama ditunggu-tunggu. "Ini bukan cuma soal mengurus jamaah dengan rapi, tapi juga menjaga makna spiritual haji itu sendiri. Inovasi ini sangat membantu, terutama bagi jamaah yang mungkin tidak terlalu familiar dengan teknologi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Mengapa Manifesto Ini Penting?
Selama ini, pelayanan haji kita sering kali terganjal masalah klasik: ketidakteraturan, biaya yang kurang transparan, hingga praktik tidak bersih. Lewat Manifesto Suci, Kemenag ingin memastikan bahwa pelayanan ibadah haji benar-benar mencerminkan nilai kesucian itu sendiri.
Prof. Evi juga menyampaikan pentingnya literasi haji. Jangan sampai jamaah hanya tahu soal teknis semata, tapi melupakan esensi ibadahnya. "IAIN Ponorogo siap mendukung dengan memberikan edukasi literasi haji yang lebih baik. Kami ingin agar jamaah tidak hanya siap secara fisik, tapi juga mental dan spiritual," ujarnya.
Mengelola Ibadah dengan Sentuhan Digital yang Humanis
Digitalisasi diakui membawa kemudahan, tapi juga perlu pendekatan yang lebih manusiawi. Misalnya, dalam hal akomodasi yang sering jadi momok, digitalisasi lewat sistem Munaqosah akan mempermudah jamaah tanpa mengurangi atau mengganggu nilai spiritual haji itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Tantangannya tentu ada, terutama bagaimana memastikan semua jamaah bisa mengakses teknologi ini dengan mudah. Di sinilah pentingnya peran para pendamping dan petugas haji dalam memberikan pemahaman.
Menuju Haji yang Profesional, Bersih, dan Humanis
Apa harapan dari semua perubahan ini? Tentu saja, kita ingin pelayanan haji yang lebih profesional dengan terus menjaga kesucian ibadah. Manifesto Suci 2025 ini adalah sebuah cermin, bahwa dalam mengelola haji, kita tidak hanya butuh aturan yang jelas, tapi juga komitmen moral yang kuat.
Rektor IAIN Ponorogo berharap agar semua pihak bisa berkolaborasi, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat. "Kita harus menjaga agar pelayanan haji tidak hanya tertib, tapi juga humanis. Karena pada akhirnya, haji bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan batin," pungkasnya
ADVERTISEMENT