Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Identitas Guillotine Parc de Prince, Don Carlo Terpancung
1 Oktober 2017 8:29 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Irawan Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum pertandingan putaran kedua melawan PSG di Parc de Prince, Carlo Ancelloti sempat mengatakan bahwa PSG adalah tim yang belum mempunyai identitas. Diwartakan Soccerway, hadirnya pemain termahal sejagad macam Neymar dan Kylian Mbappe tidak serta-merta akan mengangkat kekuatan PSG. Masih perlu waktu dan perlu proses untuk membentuk identitas Parc de Prince di Eropa.
ADVERTISEMENT
Don Carlo membandingkan dengan Munchen. Baginya, Munchen adalah tim yang sudah punya identitas. Sepertinya dia mengacu pada pencapaian Munchen selama berkiprah di kancah Eropa.
Benar juga dia berkata begitu. Munchen memang sudah punya nama besar dari sejarah panjang yang dibentuk. Lima gelar juara Champion terhitung dari mulai digelarnya kompetisi ini pada 1955, adalah fakta yang tak bisa digugat. Bahkan, tercatat Munchen pernah tiga kali juara berturut-turut di edisi 1974-1977 saat masih berformat Piala Champions.
Sejarah besar dan identitas Munchen tersebut mempengaruhi strateginya dalam menghadapi Les Parisiens. Don Carlo tak memasuk Frank Riberry, Arjen Robben, dan Mats Hummels. Khusus Riberry, perilaku tak sedap dengan membuang jersey saat digantikan pemain lain di laga lawan Anderlecht, mungkin jadi alasan emosional dari keputusan Ancelotti.
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan Don Carlo sedikit meremehkan PSG dengan komposisi pemain nya menjelang pertandingan itu. Pelatih yang juga pernah jadi bagian perombakan PSG pada 2011-2013 itu, seperti ingin membuktikan sesuatu. Ya, Don Carlo mau mengatakan bahwa dana tak terbatas dari Qatar tidak akan membuahkan hasil instan. Sekali lagi masalah identitas klub.
Apa yang harus ditakuti dari PSG? Satu-satu nya hal yang menakutkan dari Paris adalah sejarah alat eksekusi mati bernama Guillotine. Selain itu, PSG cuma klub kaya baru yang mental juaranya masih seperti klub medioker lainnya. Mungkin Don Carlo bilang begitu dalam hatinya. Mungkin.
Dan benar saja, keputusan Don Carlo tak memainkan tiga pemain sarat pengalaman itu berakhir manis. Benar, hasil manis buat publik Parc de Prince. Bukan buat Don Carlo atau Muenchen.
ADVERTISEMENT
Baru memasuki menit ke 2', Neymar si pria tampan termahal sejagad bola itu langsung demonstrasi di depan Don Carlo. Akselerasi di kanan pertahanan Munchen menyusup diantara lima sampai enam pemain. Lalu mengirim assist bebas hambatan ke Dani Alves. Gol pertama itu pun melesak melewati sela-sela kaki Sven Ulreich. Don Carlo shock di pinggir lapangan. Secepat itu?
Gol di awal-awal itu tak membuat mental Muenchen jatuh. Justru mereka tampil garang dengan menguasai permainan. Don Carlo tampak aktif memberi instruksi dari pinggir lapangan.
Namun lini depan PSG benar-benar sesuai dengan harga yang harus dibayarkan. Serangan balik cepat kreasi Mbappe-Neymar-Cavani ditambah topangan Alves membuat lini pertahanan Munchen kocar-kacir.
Menit ke 31', Mbappe menyusup manis di sela-sela pertahanan Die Roten, menerima bola, dan langsung mengirim umpan tarik ke Cavani. Tembakan Cavani dari pinggir kotak penalti tersebut meluncur deras melewati Ulriech. Parc de Prince bergemuruh lagi. Don Carlo terlihat pusing.
ADVERTISEMENT
Meski tetap dominan dalam penguasaan bola dan menciptakan banyak peluang, rapatnya barisan bertahan PSG membuat Lewandowski atau Muller frustasi. Justru (lagi-lagi) lewat serangan balik cepat, Les Parisiens menambah keunggulan.
Menit ke 61', lewat insting bola liar yang mematikan, Neymar berhasil mencatatkan namanya setelah memanfaatkan kemelut di muka gawang Munchen. Gol ketiga pun tercipta.
Meski Ancelloti merespon keadaan dengan memasukan Arjen Robben di menit 69', namun hasil pertandingan tetap tak mau berbeda. Malam yang sedikit aneh buat Don Carlo. Dengkulnya lemas.
Partai ini seperti menghadirkan kembali alat eksekusi paling efektif dalam sejarah kelam Perancis bernama Guillotine. Namun saat ini bukan untuk alat eksekusi mati terdakwa kejahatan. Efektivitas mematikan Guillotine hadir lewat barisan penyerang super mahal Parc de Prince untuk menebas lawan-lawan nya. Efektif, cepat, dan mematikan!
ADVERTISEMENT
Jika Guillotine diperkenalkan pada tahun 1792 oleh pengusulnya yang bernama Joseph Ignace Guillotine (kemudian resmi dirakit pertama kali oleh Antoin Louis seorang dokter dari Metz Perancis), maka Guillotine era baru Paris yang bernama Neymar dan Kylian Mbappe resmi diperkenalkan Naseer El-Khelaifi ke publik Paris awal musim ini.
Bersama Edison Cavani, Trio Guillotine ini mulai unjuk efektifitas ketajaman. Satu lagi, harga 3 pria ini adalah yang termahal dibanding trio-trio penyerang klub lain sejagad raya. 466 juta Euro, atau hampir 7,4 trilyun rupiah!
21 Agustus 2017 adalah sejarah pertamakali trio ini beraksi. Toulose FC merupakan tumbal pertama trio ini. Di pertandingan perdana itu, semua pemain trio Guillotine menyumbang gol. Tak tanggung-tanggung, 6 gol merobek gawang Toulose dan hanya mampu membalas dengan 2 gol.
ADVERTISEMENT
Menyusul kemudian St-Etienne, Meltz, raksasa skotlandia Glasgow Celtic, tim kuat Perancis lain Olympic Lyon, dan tentu saja klub kaya sejarah Bayern Munchen.
Ada keanehan terjadi. Ketika salah satu trio Guillotine itu absen, lini depan langsung tumpul. Absennya Neymar saat melawan Montpellier di lanjutan League 1 sebelum melawan Munchen, membuat PSG tak mampu menjebol gawang Montpellier dan pertandingan berakhir imbang tanpa gol. Layaknya Guillotine yang mata pisaunya tak tajam karena tak lengkap.
Selama Revolusi Perancis lebih dari sepuluh ribu orang kehilangan kepala karena alat ini. Dan alat ini mencapai puncak popularitas nya pada 1789-1799. Penggunaan Guillotine untuk eksekusi mati berlanjut sampai abad ke 20. Korban terakhir adalah imigran asal Tunisia terdakwa pembunuhan bernama Hamida Djabdoubi yang dieksekusi 10 September 1977. Perancis resmi melarang hukuman mati mulai tahun 1981 sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Guillotine pun tak pernah pandang bulu. Tak hanya penjahat kelas teri yang dieksekusi, nama-nama besar bangsawan Perancis juga tak luput dari penggalan alat ini. Raja Perancis Louis XVI dan istrinya Ratu Mary Antoinette adalah nama besar yang hidup nya diakhiri oleh Guillotine.
Serupa tapi berbeda wujud, sepertinya trio Mbappe-Neymar-Cavani telah efektif 'memenggal kepala' Don Carlo lewat pertandingan putaran kedua Liga Champions itu. Carlo Ancelotti dan Bayern Muenchen adalah nama besar pertama korban efektifitas trio Guillotine mahal Parc de Prince.
Kabar mengejutkan pun akhirnya datang (29/09/2017). Don Carlo resmi dipecat Munchen buntut kekalahan tiga gol dari Les Parisiens. Diikat kontrak oleh Munchen dari 2016 sampai 2019, Masa kontrak Don Carlo terpaksa ditebas manajemen Munchen dan harus angkat koper lebih cepat. Terhitung, Don Carlo hanya 60 partai menemani petualangan Die Roten. Ini adalah rekor terpendek sang pelatih dalam menangani sebuah klub.
ADVERTISEMENT
Hasil pertandingan mengejutkan PSG kontra Munchen adalah alarm bahaya bagi klub yang merasa punya tradisi dan sejarah mapan di Eropa. Era baru trio Guillotine yang efektif dan tajam telah lahir dari rahim kekuatan financial sepakbola yang mengerikan.
Don Carlo terpancung.