Seni Menunggu ala Oriundo Bernama Jorginho

Irawan Aji
Cuma Seorang Pemahat Teks dari Lembah Kelud
Konten dari Pengguna
15 November 2017 13:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irawan Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hidup itu penuh tantangan. Apalagi jika kau penuh mimpi, dan berusaha mencapai mimpimu. Dalam masa itu, tantangan sesungguhnya adalah waktu. Bisakah kau kuat menghadapi waktu yang menyajikan tantangan-tantangan berat?
ADVERTISEMENT
Semua keyakinan (Agama) menyuruh kita untuk sabar. Tabah untuk kuat. Sehingga waktu masa tunggu sebelum semua itu tercapai, adalah proses pembelajaran yang nilainya (kalau dibedah dengan kesadaran tingkat molekuler) adalah pencapaian itu sendiri.
Bunda Theresa dalam bukunya Come be My Light, diminta untuk menunggu sampai apa yang dia inginkan bisa mewujud. Momen menunggu ini adalah palagan mematangkan pertimbangan. Agar keputusan yang dibuat keluar dari jernihnya niat nurani, bukan lagi di level akal pikiran. Dan inilah hal yang diinginkan Bunda Theresa dari proses menunggunya: misi untuk berkarya lewat menolong orang miskin dan kaum papa. Yang meski kaum papa, mereka jelas malu untuk sekedar minta pulsa. Apalagi saham.
Maka, menunggu menjadi sebuah seni. Dan itulah yang dialami Jorge Luiz Frello Filho, atau Jorginho. Pemegang nomor punggung 8 di skuat Napoli, Seria A, Italia. Seorang yang lahir di Imbituba, Santa Carina, Brazil 26 tahun silam.
Pertaliannya dengan Brazil mungkin, kalau orang kita bilang, cuma numpang lahir. Ya, karena sejak kecil Jorginho sudah pindah ke sebuah kota di bagian timur laut Italia, Veneto. Dari pertalian darah dengan sanak-kerabat di kota itu akhirnya Jorginho memilih paspor Italia daripada Brazil suatu hari nanti.
ADVERTISEMENT
Pada suatu masa saat dia sudah sah secara hukum berwarga negara Italia, jalan takdir menempatkan dia di lika-liku sepakbola Italia. Sepakbola masa remajanya dia tempa di klub Hellas Verona rentang waktu 2007-2010. Seni menunggu itu dimulai.
Demi menembus skuat level senior, maka opsi peminjaman ke klub kota Veneto yang berlaga di Serie C2, A.C Sambonifacese pun ia lakoni. Di klub di bawah garis semenjana itu, Jorginho jadi opsi lini tengah skuat senior pada musim 2010/11. Bermain 31 partai, 1 gol, dan 10 assist adalah torehan yang memulangkan nya kembali ke Verona. Tentu, dengan hasil penungguan yang manis: posisi di skuat senior Hellas Verona musim 2011 sampai 2014.
Dari Hellas Verona, petualangan masa tunggunya membawa Jorginho ke klub kota Naples, SSC Napoli pada 2014. Kebintangannya mulai muncul ketika menjadi kunci permainan lapangan tengah tim Il partenopei yang saat itu dibesut Rafael Benitez. Papan atas dan ganjaran juara dua piala Copa Italia dan satu piala Super Italia. Dia semakin berkilau ketika suksesi Napoli berganti ke tangan Maurizio Sarri. Data saya kutip dari tranfermarkt.com
ADVERTISEMENT
Pesepakbola mana yang tak punya cita-cita bermain untuk kesebelasan Nasionalnya? Bermain di tim nasional adalah pencapaian tertinggi seorang pemain sepakbola. Pun bagi seorang Jorginho. Dia sangat ingin berseragam senior Gli Azzuri.
Meski dia sempat dibawa masuk ke skuat Italia U21, namun Jorginho tak pernah dimainkan sekalipun. Begitupun ketika Italia memanggilnya untuk 'audisi' pemantapan skuat menuju piala Eropa 2016. Di detik-detik terakhir, Antonio Conte mencoret namanya dan tak masuk 23 pemain yang dibawa ke Perancis.
Ada kesadaran yang menggelayut. Apakah status oriundo (atau oriundi untuk bentuk jamak) yang menghambatnya masuk skuat? Oriundo, adalah padanan kata untuk seseorang yang tak lahir di Italia, tapi menjadi warga negara lewat jalur keimigrasian dari pembuktian silsilah pertalian darah Italia.
ADVERTISEMENT
Sedikit Cerita Pro-Kontra Oriundi di Skuat Itali
Eks pelatih Italia Cesare Prandelli, pernah bilang jika oriundi adalah 'orang-orang Italia baru'. Dia pun tak ragu memasukan Pablo Osvaldo (kelahiran Argentina) dan Thiago Motta yang (kelahiran Brazil) menjadi bagian skuat Italia pada kualifikasi piala Eropa 2012. Namun, kritik pedas tetap menerpa Prandelli bahkan dari parlemen Italia. Prandelli dianggap mematikan bibit muda asli Italia yang siap berkembang.
Sementara dalam skuat Antonio Conte di piala Eropa 2016, nama Citadin Eder (Kelahiran Brazil) dan Franco Vazquez (Argentina) adalah oriundi yang dibawa Conte. Mungkin faktor jumlah oriundo ini menjadi pertimbangan Conte untuk mencoret Jorginho dari skuat. Selain faktor kebutuhan tim yang menjadi alasan lain versi Conte. Itupun masih tak lepas dari kritik tajam, salah satunya datang dari Roberto Mancini.
"Timnas Italia harus orang Italia. Mereka yang tidak lahir di Italia, walau memiliki ikatan jauh (dengan Italia), seharusnya tidak dipanggil. Itu pendapat saya," kata Mancini, dikutip dari Pandit Football (18/10/17)
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum era Prandelli dan Conte, sejarah tim nasional Italia memang tak bisa dipisahkan dari kiprah para oriundi. Nama-nama seperti Giovanni Moscardini (Skotlandia), Miguel Montuori (Argentina/Chile), Enrique Guaita (Argentina), Attila Sallustro (Paraguay), Juan Schiaffino (Uruguay), Raimondo Orsi (Argentina), sampai jaman nya Mauro Camoranesi (Argentina) yang berhasil juara piala dunia pada 2006 adalah sedikit dari banyaknya nama-nama oriundi yang banyak berjasa bagi kebesaran Gli Azzuri.
Jorginho dan Momentum Itu
Kembali ke masa tunggu seorang Jorginho. Asa untuk mengenakan jersey biru keramat Italia adalah seni tersendiri baginya. Sampai era Giampiero Ventura, kakek tua yang tak paham taktik itu (meski disebut guru), Jorginho masih tak dilirik.
Padahal Italia benar-benar terseok oleng tanpa mentalitas. Kehilangan Andrea Pirlo masih terasa. Dan Jorginho adalah sosok yang patut dapat ruang di tengah lapangan Italia.
ADVERTISEMENT
Jorginho mulai galau. Waktu tunggunya hampir di titik klimaks. Di lain sisi, tim samba Brazil asuha Tete memberi sinyal membutuhkan jasa pemain 26 itu. Meski hatinya menginginkan biru, namun kesempatan bermain di piala dunia harus membuatnya jadi kuning bila perlu. Hal ini sangat memungkinkan karena Jorginho belum pernah turun di laga internasional kompetitif sebagai syarat sah nya terikat pada satu tim nasional, sesuai regulasi FIFA.
"Sejauh ini saya belum perlu mengambil pilihan, karena saya belum mendapatkan tawaran. Tapi saya bisa mengatakan bahwa jersey Italia adalah pilihan utama, pastinya saya akan langsung menerima panggilan dari Coverciano (markas FIGC, PSSI nya Italia)." Kata Jorginho dikutip football-italia.net
Di detik-detik itulah akhirnya Ventura, yang sudah kehabisan akal, memanggil Jorginho secara resmi. Di sebuah partai play-off bertajuk super krusial, setelah sebelum nya kalah 1-0 oleh Swedia. Italia harus menang di San Siro pada leg ke dua dengan misi wajib menang.
Detik-detik yang mengharukan bagi Jorginho. Inilah momen yang sudah ia tunggu sejak lama. Mungkin di setiap ruang sunyi ketika ia kebetulan sendiri. Mengeja waktu bak karya seni yang ia pahat menjadi mimpi.
ADVERTISEMENT
Sampai peluit akhir pertandingan itu berbunyi. Angka 0-0 di papan skor membuat semua hampa dalam sekejap. Italia gagal melaju ke Rusia.
Di umur yang sudah 26, maka kesempatan tampil di laga kompetitif bersama Gli Azzuri adalah piala Eropa 2020 atau untung-untung piala dunia 2022. Itu juga jika ia kembali dipanggil.
Jorginho, salah satu oriundo itu, gagal melangkah lebih jauh. Sepertinya Italia hanya butuh satu laga saja untuknya. Selebihnya, adalah revolusi sepakbola. Entah dia akan jadi bagian revolusi itu atau tidak.