Konten dari Pengguna

Ambeg Parama Arta Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
19 April 2020 3:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid 19 merubah wajah dunia. Kematian demi kematian, kesedihan demi kesedihan hampir setiap hari bisa disaksikan. Tidak ada perbedaan, baik negara maju dan negara dunia ketiga merasakan kepedihan yang sama, merasakan nasib yang sama. Semua negara pada saat sedang diuji oleh Covid-19.
ADVERTISEMENT
Informasi Covid-19 sejak awal kemunculan di akhir tahun 2019 di Wuhan menjadi topik perdebatan internasional terutama negara maju. Dua kutub Amerika Serikat dan Cina ini saling tuduh siapa yang menjadi biang kerok pencipta Covid-19.
Skenario pemusnahan populasi dan menawarkan jasa vaksin pada 7 miliar manusia mencuat. Bahkan yang terakhir ada tudingan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, bahwa ada persekongkolan, ketidaknetralan badan kesehatan dunia yakni WHO yang bermain mata dengan Cina dengan memberikan informasi bias terkait virus Covid-19 ini.
Cina dengan sangat sigap melakukan lockdown kota wuhan, membangun rumah sakit temporer khusus Covid-19 dalam hitungan hari. Seperti jamur yang terbawa angin, virus Covid-19 menginfeksi dengan sangat cepat ke beberapa negara. Saat ini hamper semua negara di dunia merasakan penderitaan menghadapi virus Covid-19 yang diuluar dugaan ini, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Indonesia pada saat kemunculan virus Covid-19 mengambil mode santai. Ada beberapa negara termasuk Vietnam yang rupanya mengambil langkah tepat, ketika informasi wabah beredar mereka langsung menutup perbatasan, melarang orang asing masuk. Sementara di Indonesia justru menganggap manusia Indonesia kebal dari Covid-19, cuaca di Indonesia ‘ditakuti’ Covid-19.
Pemerintah malah menurunkan harga tiket pesawat dengan tujuan banyak wisatawan asing yang bisa masuk ke Indonesia. Menteri kesehatan mengumumkan bahwa virus Covid-19 ini tidak berbahaya, self limited disease, masyarakat tidak perlu memakai masker. Produk APD diekspor besar-besaran tanpa diduga Covid-19 bisa menginfeksi Indonesia, dan saat ini kekurangan APD.
Saat Indonesia benar-benar terinfeksi Covid-19 semua menjadi melongo. Manusia Indonesia ternyata terbukti tidak kebal. Pada perjalanannya semua menjadi tahu virus ini sangat pintar, menular dari manusia ke manusia melalui droplet. Menurut literatur yang ada infeksi Covid-19 memiliki tingkatan keluhan dari yang tidak bergejala, gejala ringan berupa panas batuk pilek, hingga gejala berat yakni pneumonia yang sangat membunuh.
ADVERTISEMENT
Informasi ilmiah berikutnya dikatakan bahwa Covid-19 ini bisa menginfeksi siapapun tanpa pandang bulu. Namun ada kelompok yang dikatakan rentan terinfeksi seperti pasien hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, ibu hamil, anak-anak, dan orang yang berusia diatas 55 tahun. Bila kelompok rentan ini tertular akan lebih mudah bermanifestasi gejala berat pneumonia, risiko kematian lebih besar. Kelompok rentan ini harus diberikan intervensi khusus sebagai contoh bantuan masker medis, sementara kelompok yang tidak berisiko cukup memakai masker kain.
Ada tiga negara maju Amerika Serikat, Italia, Spanyol yang hingga saat ini mencatat kematian yang sangat tinggi, ribuan per hari. Vietnam muncul sebagai negara yang bisa terbilang sukses karena hampir tidak ada kematian akibat Covid-19. Sementara Infeksi Covid-19 di Indonesia sudah menyentuh angka enam ribu kasus, tersebar ke 34 provinsi, dan lebih dari 200 kota/kabupaten, dengan case fatality rate besar menyentuh 9 %.
ADVERTISEMENT
Harus diakui di awal memang terjadi miskooordinasi antara pusat dan daerah terkait kebijakan penanganan Covid-19. Kebijakan lockdown, karantina, atau isolasi wilayah sangat membingungkan apakah merupakan wewenang pemerintah pusat tau daerah. Ketakutan dampak defisit ekonomi menjadikan kebijakan karantina tidak diambil. Kepentingan warna aliran politik kental dicampuradukkan.
Memang hingga saat ini kebijakan lockdown tidak bisa disimpulkan terbilang sukses mengurangi laju Covid-19. Amerika Serikat tidak menerapkan lockdown, Italia menerapkan lockdown namun keduanya memiliki nasib sama, angka kematian yang sangat tinggi. Indonesia saat ini menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa kota. PSBB atau bisa dianggap sebagai karantina wilayah atau karantina sebagian ini sudah diterapkan di daerah dengan kasus tertinggi, Jakarta dan sekitar. Semoga dapat membuahkan hasil baik.
ADVERTISEMENT
Solidaritas masyarakat Indonesia di era Covid-19 patut dibanggakan. Inilah manifestasi bahwa di tamansari Indonesia masih hidup nilai Pancasila, dan nilai gotong royong. Masyarakat dengan sigap menghimpun dana swadaya untuk pemenuhan APD tenaga medis, melakukan penyemprotan handsanitizer, pembuatan masker kain untuk masyarakat, dan sebagainya.
Kekurangan APD yang terstandar dicurigai menjadi biang gugurnya tenaga medis, Ada contoh tenaga medis yang gugur karena sebelumya memberikan pelayanan hanya bermodal jas hujan. Ironinya terkait produksi dan distribusi APD ini terkesan tidak terkontrol oleh pemerintah. Sebagai contoh kecil masker menjadi barang dagangan online, diperjual belikan dengan harga bis mencapai jutaan per box. Oknum masyarakat dengan mudahnya memproduksi handsanitizer tidak memenuhi standar WHO kemudian diperjualbelikan dengan harga mahal.
ADVERTISEMENT
Dokter memakai APD terbatas dengan plastik sampah dan celemek. sumber : vivanews
Memang pemerintah tidak akan bisa mencukupi kebutuhan APD yang sangat tinggi ini, namun setidaknya ada ketegasan pemerintah mengambil alih kontrol produksi dan distribusi yang dilakukan swadaya oleh masyarakat. Yang memprihatinkan justru pemerintah masih mengeluarkan statemen tidak akan menghentikan ekspor APD ke luar negeri. Padahal sudah banyak para pejuang tenaga medis dan paramedis gugur karena terpapar pasien Covid-19 akibat kekuranganb APD.
Ada kebijakan lain yang dirasa tidak efektif namun sudah terlanjur diambil. Yang pertama pengadaan alat tes diagnosis rapid test, terbukti tidak efektif karena bisa memiliki nilai false negatif dan false positif. Sementara pemeriksaan swab masih sangat terbatas hanya diperuntukkan untuk pasien yang betul-betul dicurigai positif.
Ada kisah sedih dari sejawat dokter di Jakarta yang dilakukan pemeriksaan rapid test dikatakan hasil negatif. Namun ia ragu dengan hasilnya kemudian memutuskan untuk melakukan pemeriksaan swab PCR, dengan merogoh kocek pribadi, sejawat ini terkaget ternyata positif Covid-19, dan ia harus berjalan sendirian ke wisma atlet tanpa didampingi keluarga untuk mendapat penanganan lanjutan.
ADVERTISEMENT
Di tengah kelangkaan alat tes diagnostik dan APD, kebijakan yang dianggap bombastis seperti penyemprotan disinfektan dengan menggunakan mobil tangki masih trending. Padahal kebijakan ini tidak terbukti efektif membunuh virus Covid-19, hemat saya kebijakan ini justru ‘membakar’ uang negara. Penyemprotan disinfektan hingga ke sudut kampung seolah seperti kegiatan yang positif, di-copy paste padahal tidak ada nilai manfaatnya. Kita terlanjur lelah.
Bali Tribune/ Semprot Disinfektan - Penyemprotan Disinfektan di ruas jalan Kota Denpasar dengan mengerahkan alat mobil pemadam kebakaran.
Ada contoh kebijakan pemerintah yang dinilai sangat absurd dan tidak relevan memutus rantai penularan Covid-19, membebaskan tahanan atau narapidana ini menduduki level prioritas paling bawah. Ini bukti sebuah kebijakan yang gegabah, apalagi setelah tahanan dibebaskan ditemukan beberapa diantaranya justru kembali melakukan tindak kejahatan. Siapa yang bertanggung jawab?
“Ambeg Parama Arta”, pandai memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan atau mana yang penting, kita harus pandai menentukan skala prioritas. Jangan sampai kita salah menentukan mana yang penting, mana yang tidak penting. Kita tentukan dengan baik seberapa besar kekuatan Covid-19 ini? apa senjata akurat yang bisa dipakai?. Jangan sampai justru salah memilih senjata yang justru membunuh masyarakat sendiri.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sebaiknya membentuk pelayanan Covid-19 ini terpusat dalam satu provinsi diwakili oleh satu atau dua rumah sakit besar saja yang diperuntukkan 100 % untuk pelayanan Covid-19. Pelayanan Covid-19 di beberapa rumah sakit daerah terkesan terlalu dipaksakan, sumber daya manusia tidak siap, fasilitas kurang lengkap, sangat membahayakan tenaga medis, paramedis, dan pasien sendiri. Pemerintah wajib menjamin kelengkapan APD tidak sebatas konferensi di media. Stop ekspor APD keluar negeri.
Pemerintah harus menghimpun tenaga dokter, ahli epidemiologi yang ditugaskan secara khusus melakukan riset data, penerapan tracing digital perlu dilakukan untuk meminimalisir penularan ke petugas yang melakukan tracing secara konvensional ‘door to door’ tanpa dilengkapi APD terstandar. Tes diagnosis massal dengan metode PCR harus segera diadakan karena bisa dijadikan acuan akurat proyeksi kasus ke depan dan bisa dipakai untuk memutuskan diperlukan karantina nasional atau tidak.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus memastikan setiap penduduk mempunyai masker kain serta cara penggunaan yang benar. Anggaran pusat, anggaran daerah, dan juga dana desa minimal harus dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan masker masyarakat. Edukasi terkait PHBS harus digencarkan, pemahaman cuci tangan secara benar harus terpatri bahwa ini lebih penting dari pemakaian handsanitizer. Sosialisasi jaga jarak, bekerja di rumah, pembatasan aktifitas social harus terus digalakkan. Segala bentuk tindakan bandel oknum masyarakat terhadap pandemi ini harus dihukum berat. Dengan begitu akan ada harapan cerah bahwa Indonesia mampu keluar dari jeratan infeksi Covid-19.