Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kebijakan Mandul Masa Jabatan Kepala Desa 9 tahun
18 Januari 2023 16:51 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini kepala desa di hampir seluruh Indonesia berkonsolidasi dan melakukan aksi demonstrasi untuk meminta jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Berbagai tanggapan mengalir dari perwakilan dari presiden, kementrian, dan DPR.
ADVERTISEMENT
Seperti diberitakan oleh harian detik.com, politikus Budiman Sujatmiko menyebutkan presiden setuju dengan perpanjangan jabatan kepala desa.
"Saya dipanggil terkait demonstrasi Kades. Setelah saya sampaikan aspirasi mereka, Pak Presiden setuju soal perpanjangan masa jabatan kades jadi 9 tahun," kata Budiman saat dihubungi detikcom, Selasa (17/1/2023).
Sementara di berbagai berbagai media, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi atau Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menegaskan masa jabatan kepala desa (kades) yang 9 tahun akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa.
Menteri Abdul Halim menyebutkan masa jabatan 9 tahun ini bisa memberi waktu kepada kepala desa mengatasi potensi konlik pasca pilkadis yang dirasa tidak produktif.
Demikian pula anggota DPR RI juga turut mengamini kebijakan perpanjangan jabatan ini dengan alasan yang hampir sama.
ADVERTISEMENT
Hal Tidak Produktif
Sudah bukan rahasia umum di level desa pertarungan pilkades rata-rata menggunakan uang. Money politic ini bisa dikata sedikit lumrah apabila uang yang dibagikan dari calon.
Namun harus diakui juga ada praaktek kotor yang melibatkan pihak luar desa sebagai bandar untuk pemenangan kepala desa dengan kesepakatan transaksi balik dua kali modal, tiga kali modal dan sebagainya.
Hal yang tidak produktif ini lah yang bisa menjadi pemicu dari kepala desa bisa jadi terjebak praktek korupsi, karena tuntutan dari sang bandar. Mestinya hal ini yang menjadi titik fokus dari Mendes PDTT.
Membuat konklusi memperpanjang masa jabatan kepala desa akan semakin mensejahterahkan rakyat di desa, jelas ini sebuah penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan masalah.
ADVERTISEMENT
Selevel kementrian harus mengedepankan masalah, merumuskan solusi berdasarkan data dan fakta. Kementrian harus membantu presiden dalam merumuskan obat-obat yang diperlukan untuk menyelesaikan penyakit di tengah masyarakat.
Data KPK Banyak Kepala Desa Korupsi
Jangan-jangan, perpanjangan masa jabatan ini makin memperbesar peluang untuk terjadinya penyelewengan, karena masa jabatan yang panjang bisa membuat kepala desa makin berpotensi untuk KKN.
Apakah mereka yang berada di jajaran atas tersebut tidak melihat data resmi KPK. Seperti diberitakaan oleh harian Kompas.com pada Oktober 2022, Firli Bahuri Prihatin Sudah 686 Kepala Desa dan Perangkatnya Terjerat Korupsi.
Sebetulnya dari data kasus korupsi yang melibatkan kepala desa perlu dilakukan pengkajian mendalam dan menjadi acuan penting bahwa jabatan kepala desa perlu dibatasi dalam kurun waktu yang tidak terlalu panjang.
ADVERTISEMENT
Demokrasi Di Level Desa Harus Berjalan
Di level desa perlu tatanan demokrasi yang berkualitas. Kebijakan masa jabatan presiden 9 tahun akan menimbulkan pertanyaan lanjutan quovadis demokrasi di level desa.
Bila kehidupan demokrasi di level desa dirasakan belum matang karena masih ada budaya permainan uang maka disitulah pekerjaan rumah yang besar untuk Kemendes PDTT. Mereka harus merumuskan terobosan, inovasi yang bisa memperkuat iklim demokrasi bukan mematikannya.
Siapa yang akan bertanggung jawab, bila masa jabatan kepala desa ini justru sebaliknya menjadi causa lahirnya kepala desa yang memiliki karakter yang otoriter. Sudah sangat jelas, dibuatnya pemilihan 6 tahunan adalah jalan keluar untuk menghindari kepala desa yang rakus, korupsi, agar tidak terpilih kembali.
Tidak juga untuk Bupati, Gubernur, Presiden
ADVERTISEMENT
Tidak ada di dalam pesta demokrasi yang tanpa gesekan. Pasti akan ada saja gesekan antar pendukung. Kita sudah melihat pilpres dan juga bagaimana kondisi pilgub DKI Jakarta.
Namun adanya konflik atau gesekan di level rakyat, jangan sekali-sekali menjadi alasan bagi siapa saja untuk merubah tatanan demokrasi, tatanan masa jabatan yang sangat penting ini.
Sekali lagi, kekuasaan harus dibatasi di semua level. Rakyat harus berdaulat dalam menentukan regenerasi kepemimpinan yang efektif. Jangan rusak desa dengan lahirnya raja-raja kecil.
Menjebol sistem dan membangun dengan yang lebih bagus itu dibolehkan. Namun sebaiknya, menjebol sistem kemudian merusak itu adalah kotor.