Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketika Nakes Berharap Kepada Pemerintah
15 Juli 2020 10:32 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Covid-19 telah nyata menyebabkan hilang nyawa banyak manusia tanpa pandang bulu, tidak terkecuali nakes atau mereka yang berpangkat. Pada hari minggu/tanggal 12 Juli 2020, di jawa timur ada kabar meninggalnya 5 dokter di hari yang sama, 3 di antaranya karena Covid-19.
ADVERTISEMENT
Melansir dari okezone.com, di Sidoarjo tercatat 300 tenaga medis positif Covid-19, 5 di antaranya meninggal dunia. Kondisi tersebut hanyalah contoh di satu kabupaten, tentu sangat memprihatinkan.
Dua hari berturut-turut jawa timur juga kehilangan para pejabat terbaiknya karena Covid-19. Ibu candra Oratmangun selaku kepala DP5A Surabaya, disusul satu hari kemudian bapak Rudy Ermawan Julianto selaku kepala Bappeda Jatim.
Potret di atas adalah bukti kuat bahwa Covid-19 di jawa timur sedang dalam taraf berbahaya. Siapa pun bisa menjadi korban, tinggal menunggu hari.
Per 14 juli 2020, di jawa timur, ada penambahan 353 kasus baru, secara kumulatif ada 17.230 kasus, dan 1247 jumlah kumulatif penduduk jawa timur yang meninggal karena Covid-19.
ADVERTISEMENT
Bila memakai patokan kasus pertama Covid-19 diumumkan oleh presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020, artinya selama 134 hari ini ada 1247 kematian, dan bila dibagi rata-rata per hari ada 9 kematian penduduk jawa timur. Bagaimana proyeksi kematian ini selama setahun, dua tahun, atau lima tahun bila vaksin yang diharapkan tak kunjung ditemukan?
Sejenak mundur ke belakang, Indonesia (hindia belanda kala itu) pernah ditempa pengalaman pandemi influenza 1918. Dalam paper ilmiah Siddarth Chandra dari Michigan State University tahun 2013 berjudul ‘Mortality from the influenza pandemic of 1918-19 in Indonesia’ disebutkan perkiraan penduduk Indonesia (Pulau Jawa dan Madura saja) yang meninggal sekitar 4,26-4,37 juta jiwa.
Berkaca dengan kondisi saat ini, apakah tidak terlalu berlebihan bila dikatakan dalam urusan pandemi, jawa timur sedang dalam menuju pengulangan sejarah. Apakah yang sudah ditinggalkan oleh sejarah ini tidak cukup kuat dipakai sebagai penuntun langkah untuk hari ini?
ADVERTISEMENT
Jas merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Itu pesan keramat presiden soekarno kepada rakyat Indonesia. Namun, ada pesan bung karno yang punya makna yang sama mendalam. “…Buat apa kita mengadakan peringatan ini kalau tidak untuk mengambil pengadjaran-pengadjaran dari pengalaman jang sudah-sudah”, Bung Karno 20 Mei 1952.
Apakah kita tidak sebaiknya dengan legowo menerima kenyataan bahwa pandemi di Indonesia dan khususnya di jawa timur telah berada dalam taraf berbahaya. Jatuhnya banya korban jiwa mengharuskan kita segera mengoreksi diri bukan melakukan klarifikasi.
Bisa jadi apa yang kita putuskan, apa yang menjadi kebijakan kita di hari yang lalu kurang tepat sehingga menyebabkan banyaknya korban jiwa. Namun, kita tidak boleh membiarkan hal demikian terus terjadi. Mau tidak mau harus ada action besar untuk alasan kemanusiaan. Jangan sampai kita sendiri yang menorehkan sebagai bangsa yang tidak melek sejarah.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu bagian dari nakes yang ikut merawat pasien Covid-19 dan sebagai warga bangsa biasa yang juga melihat fenomena masyarakat yang kurang tertib menjalankan protokol kesehatan, besar harapan jawa timur berani untuk melakukan lockdown.
Sebaiknya, kita tidak terburu nafsu untuk menerapkan new normal dengan suatu alasan ekonomi. Apa yang sebetulnya yang kita harapkan dari sebuah kondisi masyarakat yang sedang sakit karena Covid-19 dan di tengah ketidakpercayaan Covid-19?
Pemerintah perlu memastikan kembali apakah perlindungan diri yang dimiliki masyarakat seperti masker dan face shield sudah tersedia. Bila sudah dipastikan semua memiliki, pemerintah tinggal mengontrol ketaatan masyarakat. Aturan beserta sanksi tegas perlu dibuat. Masyarakat perlu diyakinkan kembali bahwa sebetulnya kita sedang menghadapi sebuah perang. Ini bukan main-main.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, Flu Spanyol, 1918 mengajarkan sebuah pesan kepada kita semua. “Wear a mask or go to jail”. Untuk alasan menyelamatkan generasi kita wajib mengambil sikap yang sama.
Penulis : dr. Sonny Fadli
Residen Obstetri & Ginekologi FK Unair/RSUD dr. Soetomo