Kisah Pilu Dokter di Pedalaman Papua

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2019 9:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto ALmarhum dr. Soeko Marsetyo
zoom-in-whitePerbesar
Foto ALmarhum dr. Soeko Marsetyo
ADVERTISEMENT
25 September 2019, menjadi hari kelabu bagi bangsa Indonesia. Terjadi kerusuhan saat aksi demonstrasi di wamena yang memakan korban hilangnya nyawa warga pendatang, warga asli papua, dan yang sangat tragis ialah diantara korban jiwa ada nama seroang dokter yakni dr. Soeko Marsetyo. seorang dokter yang sudah 15 tahun mengabdi di Tolikara, Papua ini gugur di tangan kelompok yang tidak bertanggung jawab, kelompok yang mengatasnamakan kemerdekaan papua.
ADVERTISEMENT
Peristiwa gugurnya dr. Soeko Marsetyo ini seolah menjadi butiran debu kecil. Masih kalah dengan pemberitaan aksi demonstrasi mahasiswa terkait RUU KPK, RUU KUHP, masih kalah dengan pemberitaan aksi demonstrasi pelajar STM yang kebanyakan tidak tahu apa yang mereka aspirasikan. Gugurnya dr. Soeko Marsetyo ini juga tidak menarik simpati aktivis HAM, isu rasial sebutan ‘monyet’ beberapa waktu silam lebih seksi dan bernilai ekonomis dibandingkan dengan gugurnya pahlawan dokter Indonesia.
Menjadi seorang dokter di pedalaman Indonesia apalagi di papua, dengan medan yang sulit dan keamanan yang tidak terjamin sangatlah berat. Sebuah keputusan meninggalkan tanah kelahiran, meninggalkan kenyamanan kota, untuk kemudian membaur, menyatu, mengabdi di tengah masyarakat kecil di pedalaman tidak dimiliki oleh semua dokter. dr. Soeko Marsetyo terpilih oleh Tuhan menjadi dokter yang berbesar hati mengabdikan kehidupannya belasan tahun untuk masyarakat papua. Dr. Soeko merupakan ‘utusan’ Tuhan yang istimewa yang mestinya bisa dirawat dan dijaga oleh siapapun bahkan oleh kelompok separatis sekalipun.
ADVERTISEMENT
15 tahun dikali 365 hari, sebanyak 5475 hari dr. Soeko membuat catatatan pengabdiannya di Tolikara, papua. Berapa pasien yang sudah dirawat oleh beliau?katakan ada 50 pasien dalam sehari, berarti ada 273.750 pasien yang sudah dirawat oleh beliau. Berapa ribu warga yang sudah diselamatkan oleh beliau akibat suatu penyakit?Berapa kilometer jalan yang sudah dilalui beliau, memberikan pelayanan ke kampung-kampung, ‘memecah’ pegunungan hijau yang terjal, melewati jurang-jurang yang dalam.
Tentu banyak kisah yang sudah dilalui dr. Seoko di papua, mulai dari tantangan medan yang sulit, penyakit malaria, kondisi kemananan yang tidak terjamin. Dr. Soeko belum sempat membagikan kisah pilu perjuangannya agar menjadi inspirasi bagi para dokter muda di Indonesia, namun beliau harus meregang nyawa. Sebagai ucapan rasa terima kasih atas perjuangan beliau, sangat pantas negara memberikan gelar pahlawan, menjadikan nama beliau sebagai nama rumah sakit atau bandara setempat. Dan atas nama hukum dan keadilan, siapapun pelaku baik individu maupun kelompok yang melakukan tindakan keji pembunuhan terhadap dr. Soeko harus mendapat hukuman maksimal.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah kejadian ini berulang kembali, warga asli papua sebaiknya menahan diri, tidak mudah terpengaruh segala bentuk provokasi yang sengaja dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan suasana papua tidak kondusif. Para pendatang baik itu dari jawa, batak, bugis, buton, makassar, toraja, ambon, dan sebagainya, baik itu dokter, perawat, bidan, guru, pedagang, polisi, TNI, semua adalah saudara seindonesia yang turut serta dalam membangun papua. Ingat bahwasanya kita datang untuk membangun.
Tentu dalam situasi semacam ini, akan menjadi dilema bagi para pendatang termasuk dokter memilih pergi atau bertahan di tempat tugas. Namun saya yakin dan percaya, separah apapun kondisi yang terjadi, masih banyak dokter yang akan memilih bertahan karena sudah terlanjur sayang pace dan mace semua. Jangan sia-siakan ketulusan, pengorbanan, perjuangan yang sedang dijalankan oleh para dokter di tempat anda. Belum tentu anda menemukan sosok yang sepadan dengan dr. Soeko dalam satu abad ke depan.
ADVERTISEMENT
TNI dan Polisi tidak bisa 100 % menjaga petugas medis saat menjalankan tugas. Masyarakat sendiri lah yang harus tampil menjadi pelindung bagi mereka yang bertugas rawan. Kelompok seperatis sebaiknya sadar, kita sebagai manusia memiliki batasan daya dan upaya, tidak bisa menghakimi manusia seolah anda memiliki kebenaran yang absolut. Menurut saya, kelompok anda salah dalam mempersepsikan kemerdekaan, salah dalam mengekspresikan kebebasan, salah dalam mengartikan hak asasi manusia. Perlu anda renungkan kembali apakah anda pantas dan layak berteriak papua merdeka.
Terakhir, kita harus sepakat virus seperatisme harus diberantas. Pemerintah pusat harus mengambil sikap tegas atas gugurnya dr. Soeko Marsetyo agar tidak berjatuhan korban lainnya di har-hari depan. Separatisme harus diberantas ke akar-akarnya. Sebetulnya tidak pantas diberi tempat dialog bagi gerakan yang tidak berperikemanusiaan ini. Semakin lama kita ‘bermain-main’ dengan separatisme semakin banyak kerugian bangsa ini, semakin banyak masyarakat kecil yang menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Selamat jalan dr. Soeko Marsetyo, Pahlawan Indonesia. Spirit dan nilai perjuanganmu akan kami teruskan.