Menyimpul Strategi Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
Konten dari Pengguna
2 November 2021 9:13 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penulis: dr. Sonny Fadli, M. Ked. Klin, SpOG
dr. Spesialis Kebidanan dan Kandungan RSUD Tarempa, Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau - Alumni FK Unair
ADVERTISEMENT
Pekerjaan rumah yang belum terpecahkan yakni angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih belum memenuhi target SDGs.
Tiga besar penyebab angka kematian ibu di Indonesia yakni perdarahan pasca salin, preeklampsia (keracunan kehamilan), dan penyakit infeksi.
Upaya mengatasi tiga besar penyebab angka kematian ibu tidak semudah membalik telapak tangan pun hingga saat ini. Namun, beban makin berlipat ganda semenjak hadirnya Sars-Cov2. Virus ini nyata memberikan implikasi terhadap sistem kesehatan termasuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi.
Sebagai gambaran, saat gelombang kedua pandemi beberapa waktu lalu, tercatat dalam 1,5 bulan ada 21 kematian ibu akibat COVID-19 di RSUD dr. Soetomo. Tentu lonjakan angka kematian ibu yang tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Seberapa besar komitmen Pemerintah Indonesia dalam hal membangun pelayanan kesehatan sebetulnya tercermin dari bagaimana ngopeni pelayanan kesehatan ibu dan bayi ini. Karena aspek keselamatan ibu dan bayi selalu bermuara pada kualitas sumber daya manusia, jalan yang menentukan keberadaan bangsa.
Penulis akan memaparkan masalah yang dimiliki Indonesia berdasarkan pengalaman tugas sebagai dokter umum di pedalaman Mamberamo Raya Papua pada tahun 2013-2015, dan pengalaman sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Kepulauan Anambas, yang mana keduanya adalah daerah terdepan Indonesia.

Masalah Komunikasi

Beberapa waktu lalu, kami dikonsuli pasien di salah satu pulau di Kepulauan Anambas. Sang dokter umum kesulitan menyampaikan pesan-pesan penting, padahal kondisi ibu hamil dan juga bayi dalam kandungan kurang baik.
ADVERTISEMENT
Pesan guru kami Prof. Dikman Angsar, sebelum proses merujuk, ada hal yang penting yakni komunikasi. Bila memang tidak ada sinyal telekomunikasi, bisa menggunakan orari, sistem komunikasi lewat radio.
Kami pun jadi ingat, di Mamberamo Raya, Papua, di tiap-tiap distrik atau kecamatan, di kantor-kantor desa ada orari ini. Sehingga bila ada keperluan menyampaikan informasi ke kota/kabupaten bisa tersampaikan.
Orari atau secara spesifik orari medik untuk puskesmas dan RS penting untuk dibangun, terlebih juga medan geografis di Kepulauan Anambas sangat sukar.

Masalah Geografis dan Transportasi

Indonesia memiliki wilayah geografis dengan lebih 17.000 pulau, 2/3 lautan, dan 1/3 berupa daratan. Kepulauan Anambas, cukup bisa menjadi karakter Indonesia kecil yang memiliki 255 pulau, 99 % lautan, dan 26 pulaunya berpenghuni.
Ilustrasi : Speed Boat Kesehatan atau disebut Puskel bersandar di Pelabuhan Padang Melang Kepulauan Anambas
Kami pernah mendapat pasien ibu hamil dengan proses persalinan kala dua yang memanjang, dan gawat janin. Standar ideal untuk kondisi gawat janin adalah pasien harus diambil tindakan operasi 30 menit pasca gawat janin diketahui dengan harapan bayi lahir langsung menangis, dengan kata lain terlahir sehat.
ADVERTISEMENT
Namun, pasien saat itu berada di Puskesmas di suatu pulau, berjarak satu jam dari Rumah Sakit, terkendala sarana transportasi rujukan, dan adanya gelombang laut tinggi.
Ironinya ialah Puskesmas tidak dibekali dengan ambulans laut. Satu-satunya yang dipunyai yakni ambulans laut milik dinkes setempat, diperuntukkan melayani 26 pulau berpenghuni, melayani 3 RS dan semua puskesmas dalam satu kabupaten.
Sebagai narasi perbandingan, saat bertugas di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, di sana di tiap puskesmas hingga putus dibekali dengan ambulans laut untuk evakuasi pasien dari wilayah sulit yang berupa sungai dan dikelilingi lautan.
Kondisi geografis yang suit ini akan menjadi potensi terus menerus di daerah Kepulauan Anambas dan mungkin di daerah lain di Indonesia yang berkarakter kepulauan.
ADVERTISEMENT
Kami jadi teringat dengan pasien yang kami terima saat menjadi Residen Obstetri dan Ginekologi FK Unair / RSUD dr. Soetomo. Pun sama, saat itu datang kiriman pasien dari salah satu pulau terpencil di Madura, datang dengan persalinan kala dua yang memanjang, nasibya berujung kehilangan kedua ureter (saluran kencing).
Kisah-kisah tersebut, bermula dari masalah geografis sulit yang menyebabkan geograpchical trapped, ditambah dengan sarana transportasi yang kurang memadai akan sangat berdampak pada nasib pasien.

Masalah Non Medis

Masalah non medis dominan terjadi di daerah, lebih diartikan sebagai masalah yang berkenaan dengan pengetahuan pasien terhadap kondisi kehamilan, persalinan, dan hal-hal yang mempengaruhi nasib ibu dan bayi.
Kami masih mengingat betul, di Mamberamo Raya, Papua, ada budaya setempat dimzana memotong tali pusat segera setelah bayi lahir tidak diperkenankan, harus ditunggu sampai plasenta atau ari-ari lahir sendiri. Hal ini menyebabkan bayi hipotermia atau suhu dingin di bawah nilai normal.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan dan keyakinan agama juga seringkali masih bisa dijumpai di daerah di pelosok Indonesia, bahkan masih bisa ditemukan di kota besar. Di Kepulauan Anambas, kami menemukan pasien yang tidak pernah melakukan kunjungan antenatal care, anak sudah empat di rumah, dan hipertensi dalam kehamilan yang mestinya dilahirkan bayinya. Potensi masalah tersebut bermula dari pasien dan suami yang tidak percaya dengan kontrasepsi, berujung datang dengan kehamilan risiko sangat tinggi.

Kurangnya Alat dan Obat di Puskesmas

Untuk memerangi angka kematian ibu dan bayi, obat-obatan emergensi untuk pertolongan ibu dan bayi di level puskesmas harus tersedia. Sejauh pengalaman kami di daerah, bahasa yang kita punyai adalah bahasa pemakluman. “Mohon maaf dokter, biasalah di pedalaman obat kurang-kurang”.
ADVERTISEMENT
Jadi, mindset kita ialah nedo nerimo dengan hal-hal yang sebetulnya ‘haram’ untuk ditawar. Padahal tidak demikian, sudah menjadi keharusan obat-obatan ini adalah senjata utama tenaga kesehatan memberikan pertolongan yang menyangkut dua nyawa.
Kekurangan yang dibiarkan ini tidak akan bisa menyelesaikan kasus perdarahan pasca salin yang bisa meninggal dalam hitungan menit.
Kementerian kesehatan semestinya bisa membuat simpul komunikasi digital yang bisa mengetahui update kekurangan obat di puskesmas seluruh Indonesia. Sehingga tidak ada lagi tempat, bahasa-bahasa pemakluman kondisi di level daerah.

Infrastruktur Rumah sakit di Daerah

Di Indonesia masih terjadi disparitas besar pelayanan kesehatan baik itu infrastruktur fisik, alat, dan SDM ahli. Di jawa, ibu hamil masih bisa pilih-pilih di RS mana, masih banyak opsi memilik RS terbaik yang lengkap ICU dan NICU-nya. Sementara di daerah terdepan Indonesia (Kepulauan Anambas dan Mamberamo Raya), mereka tidak ada pilihan lain.
ADVERTISEMENT
ICU ini penting, karena ibu hamil, bisa datang kapanpun dalam kondisi membawa komplikasi perdarahan atau kejang karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Tentu, urusan menyelamatkan ibu dan bayinya membutuhkan penaganan yang super cepat di masa kritisnya.
Sejauh perjalanan kami sebagai dokter di daerah terdepan, di ujung timur dan ujung barat Indonesia, masih mencerminkan karakter infrastruktur dan pelayanan kesehatan yang masih belum menempatkan kesehatan ibu dan bayi menjadi prioritas utama.

Lengkapi Ambulans Laut

Mau tidak mau, kita harus menyadari anatomi kita sebagai negara maritim dengan memiliki potensi perangkap geografis yang sangat besar kepada pasien. Seharusnya, jadi acuan dalam menghambil kebijakan penting.
Saat melihat tayangan di televisi mengenai armada laut yang dipamerkan di perairan laut Natuna, aksi heroik menegggelamkan kapal asing yang mencuri ikan, kami justru tidak merasa bangga karena yang diperlukan saat ini adalah ambulans laut untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat dari ancaman yang nyata terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Kita perlu saling mengingatkan, bila sebagian besar medan tugas adalah lautan, maka yang diperlukan adalah armada ambulans laut untuk RS, Puskesmas, hingga pustu, bukan sbeliknya memperbanyak ambulans darat.
Tentu akan lebih baik bila disiapkan ambulans laut dengan fasillitas alat dan obat-obatan lengkap untuk penanganan kasus emergensi, karena kondisi kegawatan pun bisa terjadi di tengah proses evakuasi pasien.

Perbaiki Simpul Layanan Obstetri

Angka kematian ibu selalu berkaitan dengan 3 terlambat dan 4 terlau. 3 terlambat seperti terlambat mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapat pertolongan. Sedangkan 4 terlalu seperti terlalu muda umur ibu, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak antar kelahiran, dan terlalu tua umur ibu.
Deteksi dini adalah key point untuk menjawab permasalahan di atas. Saat kami bertugas di Mamberamo Raya dan Kepulauan Anambas, seringkali masalah deteksi dini memang bisa menjadi malapetaka bagi ibu hamil dam bayi.
ADVERTISEMENT
Di FK Unair / RSUD dr. Soetomo, kami diajarkan untuk deteksi dini dengan Kartu Skor Poedji Rochyati, yang menurut kami sangat relevan diterapkan. Namun, ketika di Papua, deteksi dini ini kurang dipakai.
Padahal filosofi atau kisah dibalik kartu deteksi dini untuk ibu hamil ini sangat luar biasa. Suatu hari Prof. dr. R. Prajitno Prabowo, SpOG (K) berpesan kepada kami saat mau mendaftar sebagai residen obgin Unair, "Belajarlah anda dari murid saya, menurut saya dia paling suskses, ia Poedji Rochyati. Ia senang bertemu bidan, kader di pedalaman, hingga membuat kartu Skor Poedji Rochyati. Persoalan bangs akita adalah persoalan obgin, lebih tepatnya obstetri sosial”
Perlu dilakukan resosialisasi cara yang mudah deteksi dini faktor risiko ibu hamil dan kami merekomendasikan KSPR harus dipakai skala nasional.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang perlu diperbuat yakni meningkatkan kualitas dan inovasi layanan obstetri meliputi preconceptional counceling, antenatal care, intrapartum care, post natal care, dan interval care. Menganai hal ini akan dibahas di tulisan berikutnya.

Ambeg Parama Arta dalam AKI AKB

Bagaimanapun semua solusi aka nada untuk AKI dan AKB, bila saja kesadaran akan pentingnya menyelamatkan ibu dan bayi ada dalam hati sanubari dan teraktualisasi dalam tataran kebijakan.
Ambeg parama arta, atau pandai mendahulukan mana yang penting haruslah menempatkan kesehatan ibu dan bayi sebagai pondasi utama membangun bangsa dan negara. Jangan sampai corona, membuat kita amnesia atau memaklumi satu persatu kematian ibu dan bayi yang terpampang di depan mata.
Semoga Ibu Hamil Indonesia senantiasa diberikan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT