Konten dari Pengguna

Ringkasan Catatan Satu Tahun Sebagai Dokter di Kepulauan Anambas

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
2 Januari 2022 11:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Koleksi Pribadi : RSUD Jemaja dari Ketinggian
zoom-in-whitePerbesar
Koleksi Pribadi : RSUD Jemaja dari Ketinggian
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kami baru duduk memesan makan pertama kali di Kepulauan Anambas di sebuah warung berlokasi di Tarempa. Sang penjual nasi langsung menebak kami dari Jawa.
ADVERTISEMENT
Ia menanyakan kami liburan atau mau bekerja. Begitu tahu kami mau bekerja sebagai dokter, yang keluar adalah statement negatif.
“Dokter nanti tahu sendirilah, bagaimana kesehatan di sini,” tutupnya. Dalam hati kecil, muncul pertanyaan apa yang jadi sebab sang penjual nasi berkata demikian.
Saya jadi flashback, teringat Mamberamo Raya, yang tinggal di pedalaman, mereka pun sama merasa kesehatan kurang diperhatikan.
Apakah di sini (Kepulauan Anambas) kekurangan obat, alat, atau ada hal lain, yang sepertinya masyarakat umum sudah tahu apa yang ada di dalam Rumah Sakit.
*****
SK Bupati ditulis istri bertugas sebagai Dokter SpOG di RSUD Tarempa, saya di RSUD Jemaja. Hari itu juga saya meminta untuk ditukar. Beruntung SPT bisa ditukar sehingga istri bertugas di Jemaja yang medannya tidak banyak bukit atau ketinggian.
ADVERTISEMENT
Di dinding Dinas Kesehatan yang terbuat dari kayu, saya melihat lukisan tenaga kesehatan yang keluar dari speed boat. Lukisan ini menggambarkan evakuasi pasien di daerah kepulauan. 
Saya jadi teringat saat proses evakuasi pasien kasus obgin. Sekembali dari Kabupaten Serui ke Gesa Baru, di tengah laut mendapat sergapan gelombang laut dari tiga arah berbeda. 
*****
Saya mengantarkan istri menuju ke RSUD Jemaja. Nama  Jemaja di ambil sesuai nama pulau. Kalau di peta terlihat paling besar dibanding pulau lain.
Perjalanan menggunakan kapal Fery Bahtera Anambas Tarempa-Letung memakan waktu 2 jam. Suami istri baru menikah, kami terpisah di medan tugas. Satu atau dua minggu sekali saya diizinkan menjenguk istri.
ADVERTISEMENT
Selain memakai kapal Fery, saya terkadang pakai kapal kayu, waktu perjalanan lima jam untuk "apel". Pengalaman yang menguji kesabaran.
Koleksi Pribadi : dr. Zettira Maulida, SpOG bersama keluarga besar RSUD Jemaja
*****
Baru berapa jam saya tiba di rumah dinas istri, ada telepon masuk dari Puskesmas Siantan Timur, di Pulau Nyamuk. Sang dokter konsultasi kondisi pasien namun sinyal jelek. Waktu habis untuk cari sinyal, padahal komunikasi pra rujukan sangat penting.
Pada akhirnya pasien dirujuk tengah malam memakai kapal kayu. Operasi SC baru bisa dilaksanakan esok harinya, 12 jam setelah persalinan macet.
*****
Hal paling menyedihkan  kalau bertemu pasien namun obat habis. Beberapa kali kami menemui kejadian ini.
Handscoon habis, oksigen habis saat pasien dengan gawat janin. Obat penting habis saat perlu tindakan cepat. Kejadian ini berulang, padahal di tengah kondisi geografis yang sulit seperti ini.
ADVERTISEMENT
*****
Apa yang sudah Anda buat? Begitu salah satu pertanyaan Prof Dikman. Saya sangat senang menjadi bagian dari alumni Unair, diajar, dibimbing, didampingi, hingga saat kami bertugas.
Dan beberapa guru lain Prof Soehartono DS, dr. Brahmana sangat memperhatikan kami, sering menanyakan bagaimana kabarnya?
*****
Selama saya menjadi residen obgyn, saya tidak berjumpa dengan dr. Poedji Rochyati. Beruntung beberapa kali teleponan untuk mendapat wejangan.
Ini saya lakukan karena “resep” dari almarhum  Prof Prayit. Kala itu hanya berdua saja, beliau berpesan “Jadilah Obgyn yang tidak hanya kuat di pisau, akan tetapi di aspek sosial, seperti murid saya poedji dan Djoko Waspodo”
Hati saya berbunga, karena dr. Poedji bercerita banyak mengenai pengalaman beliau saat berkunjung ke Natuna, Tarempa, Aceh. Seolah membenarkan perkataan almarhum Prof Prayit, bahwa beliau orang yang hebat.
Koleksi Pribadi : dr. Sonny Fadli, SpOG bersama rekan dokter umum, dokter internship, bidan RSUD Tarempa, saat malam perpisahan
*****
ADVERTISEMENT
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan sudah menginjak setahun. Masa tugas saya dan istri habis. Kami memutuskan tidak perpanjang karena LDR ini berat. Kedua, agar Pemda melengkapi fasilitas kesehatan di Rumah Sakit terlebih dahulu, daripada mendatangkan spesialis namun kurang optimal.
Yang kami titipkan budaya weekly, musyawarah tiap minggu membahas kasus harus ada di level Rumah Sakit.
Aplikasi yang kami buat baik Hamilku.ID, Bidan.Hamilku.ID, Dokter.Hamilku.ID, Obgyn.Hamilku.ID bisa digunakan gratis. Baik pasien, bidan, dokter umum bila ada kesulitan masih terhubung dengan aplikasi ke depannya.
*****
Pengabdian ke daerah adalah menarik untuk mengenal Indonesia. Alasan utamanya pengabdian di daerah, karena di bangku atau kursi, di AC ruangan kuliah, dan segala fasilitas yang kita peroleh saat pendidikan ada persentase kecil uang pajak dari mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak selalu pengabdian, misi dan visi, mimpi dan harapan, bisa menyulap Indonesia di daerah menjadi lebih baik. Ada hambatan-hambatan yang kelak mungkin bisa dipecahkan baik oleh dokter asli Kepulauan Anambas, atau pun dari kami di kejauhan.
*Ditulis di atas Kapal Oceanna 6 dari Batam Menuju Tanjung Pinang, 02 Januari 2022