Konten dari Pengguna

Ketika Yusuf Martak Mengakui Kecerdasan Jokowi Memilih Ma’ruf Amin

Sonny Majid
Penggiat kajian, Nahdliyyin, Pengajar
1 Desember 2018 12:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Majid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketika Yusuf Martak Mengakui Kecerdasan Jokowi Memilih Ma’ruf Amin
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
SIAPA yang tak kenal Yusuf Martak, bernama lengkap Yusuf Muhammad Martak. Selalu muncul saat mewakili Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama). Dia juga tercatat sebagai Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Kini kabarnya dia sebagai Koordinator Dewan Pengarah di acara Reuni PA 212, besok.
ADVERTISEMENT
Dia paling getol mengusahakan agar cawapres Prabowo Subianto dari kalangan ulama. Dan ketika Jokowi memilih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin (KMA), dia memberikan penilaian Jokowi lebih cerdas menggandeng KMA.
“Saya, dengan Pak Jokowi untuk periode kedua didampingi oleh Pak Ma’ruf Amin. Saya tidak tahu itu benar atau tidak, ternyata Pak Jokowi lebih cerdas daripada kita,” begitu ujar dia dilansir detik.com (Kamis, 9/8/2018).
Masih penjelasannya yang dikutip detik.com, dirinya tak ingin Jokowi mengambil keputusan yang lebih jitu daripada Prabowo. “Ini nggak boleh,” tegasnya.
Untuk menjaring cawapres Prabowo, GNPF Ulama mengelar Ijtimak Ulama dan menelorkan rekomendasi dua figur cawapres, yakni Ustad Abdul Somad dan Salim Segaf Aljufri politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sayangnya, Prabowo tak mengambil rekomendasi Ijtimak Ulama tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah Prabowo memilih Sandiaga Uno, Ijtimak Ulama II kembali digagas. Salah satu isinya adalah mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Di waktu yang berbeda, Yusuf pernah juga melontarkan pernyataan sebagaimana diangkat detik.com (Minggu, 16/9/2018) dengan judul berita: “GNPF: Kalau Tak Mau Pecah, Mestinya Jangan Angkat Cawapres Ulama.” Lho, kok beda lagi.
Dari sini sangat jelas sekali, bahwa Reuni 212 yang dilaksanakan besok lebih kental politiknya ketimbang tema “bela agama ataupun bela Tauhid.” Sentimen agama masih saja digunakan untuk mengonsolidasi suara dukungan ke Prabowo-Sandi, sementara KMA yang menjadi wakil ulama justru ramai-ramai didegradasi. Hal ini terlihat bagaimana figur keulamaan KMA diamputasi, dan menguatkan sosok KMA sebagai politisi dan/atau “ulama yang menjilat penguasa.”
Sungguh ironis bagi saya. Dulu kita semua bersatu dalam Ukhuwah Islamiyah, kini diporak-porandakan dengan cara pengusungan isu agama - “Bela Tauhid.”
ADVERTISEMENT
Selain Yusuf, nama-nama lain yang menjadi panitia reuni 212 juga terdeteksi menjadi bagian tim pemenangan Prabowo-Sandi. Ada Slamet Ma’arif Ketua Presidium PA 212 yang juga Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Neno Warisman di kepanitiaan sebagai Divisi Acara juga Wakil Ketua BPN sekaligus Jurkam Prabowo-Sandi. Ada Haikal Hassan Bendaraha 1 Reuni PA 212 sekaligus Jurkam Prabowo-Sandi, dan Muhammad AlKhaththath Wakil Ketua 1 PA 212 yang juga Jurkam BPN Prabowo-Sandi.
Di sisi yang lain, KMA tetap mengusung bahwa Islam sebagai agama yang universal. Misinya tak lain rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamiin). Islam yang tidak membedakan kelompok, suku, golongan atau bangsa.
Foto: BBC.