Konten dari Pengguna

Menyoal Arah Politik Prabowo dan Isu Kabinet Gemuk

sonny xavier setiawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani
27 Mei 2024 9:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sonny xavier setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pidato kemenangan Prabowo - Gibran pasca pemilihan 14 Februari 2024 lalu (https://www.shutterstock.com/image-photo/presidential-candidate-prabowo-subianto-vice-gibran-2425567751)
zoom-in-whitePerbesar
Pidato kemenangan Prabowo - Gibran pasca pemilihan 14 Februari 2024 lalu (https://www.shutterstock.com/image-photo/presidential-candidate-prabowo-subianto-vice-gibran-2425567751)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada Pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah terpilih sebagai pasangan presiden dan wakil presiden Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, isu terkait dengan pembentukan kabinet yang akan dilakukan oleh pasangan ini telah menjadi subjek perbincangan yang sangat panas. Isu ini dikenal sebagai "Kabinet Gemuk" karena diperkirakan akan melibatkan lebih dari 40 kementerian dan lembaga, yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kementerian dan lembaga yang ada sekarang.
ADVERTISEMENT
Isu ini telah menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Beberapa orang berpendapat bahwa kabinet yang lebih besar dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan, sementara yang lain berpendapat bahwa hal ini dapat mengarah pada birokrasi yang lebih kompleks dan kurang efektif.
Dalam beberapa artikel dan analisis, dinyatakan bahwa Prabowo Subianto membutuhkan dukungan dari partai politik lain untuk memuluskan program pemerintahannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan "kue" kepada partai politik tersebut. Dengan demikian, Prabowo Subianto dapat memperoleh dukungan yang lebih luas dan memuluskan program pemerintahannya.
Namun, isu ini juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana kabinet yang lebih besar dapat mempengaruhi kekuasaan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah. Beberapa orang berpendapat bahwa kabinet yang lebih besar dapat mengarah pada kekuasaan yang lebih sentralisasi dan kurang inklusif.
ADVERTISEMENT
Kemudian “Kabinet Gemuk” dapat berimplikasi negatif, yakni: Pertama, penambahan kabinet dapat mengganggu pelayanan publik. Karena, penambahan kabinet tidak secara langsung meningkatkan kualitas pelayanan, tetapi dapat memperumit struktur dan fungsi kementerian, sehingga mengganggu efisiensi pelayanan. Kedua, kabinet yang terlalu besar dapat menyebabkan overlapping dalam tugas kementerian, yang dapat mengarah pada kekacauan dalam pengelolaan program dan kebijakan. Ketiga, penambahan kabinet dapat meningkatkan biaya operasional pemerintahan, yang dapat mengganggu alokasi dana untuk program-program yang lebih penting. Keempat, kabinet yang terlalu besar dapat menjadi lebih rentan terhadap korupsi dan nepotisme, karena lebih banyak orang yang terlibat dalam pengelolaan pemerintahan. Terakhir, kabinet yang terlalu besar dapat mengganggu stabilitas politik, karena dapat memperumit koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar kementerian.
ADVERTISEMENT
Selain itu, arah politik Prabowo Subianto yang merangkul rival politiknya dapat berdampak pada kurangnya oposisi terhadap pemerintahan. Dalam sistem demokrasi, oposisi berperan sebagai penyeimbang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Ketika oposisi kurang kuat atau tidak ada, pemerintah dapat menjadi lebih dominan dan mengganggu kualitas demokrasi. Dalam artikel ini, kita akan membahas dampak kurangnya oposisi bagi suatu pemerintahan.
Pertama, kurangnya oposisi dapat menyebabkan pemerintah menjadi lebih otoriter dan anti-kritik. Dalam situasi di mana oposisi tidak dapat mempengaruhi kebijakan, pemerintah dapat menjadi lebih agresif dalam menindak kritik dan mengabaikan kepentingan rakyat. Hal ini dapat mengarah pada kehilangan nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan berpendapat dan kepentingan rakyat yang diwakili dalam proses keputusan.
ADVERTISEMENT
Kedua, kurangnya oposisi dapat mengganggu fungsi kontrol dan checks and balances yang penting dalam sistem demokrasi. Dalam demokrasi, oposisi berperan sebagai penjaga kepentingan rakyat dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah tidak melanggar hak-hak rakyat. Dengan oposisi yang kurang kuat, pemerintah dapat menjadi lebih bebas dalam mengambil keputusan tanpa perlu mempertimbangkan kepentingan rakyat.
Ketiga, kurangnya oposisi dapat mengganggu stabilitas politik. Dalam demokrasi, oposisi berperan sebagai penyeimbang yang memastikan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dengan oposisi yang kurang kuat, pemerintah dapat menjadi lebih rentan terhadap perubahan politik yang tidak stabil dan dapat mengarah pada kekacauan dalam pemerintahan.
Keempat, kurangnya oposisi dapat mengganggu kemampuan pemerintah untuk mengawasi eksekutif. Dalam demokrasi, oposisi berperan sebagai penjaga kepentingan rakyat dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah tidak melanggar hak-hak rakyat. Dengan oposisi yang kurang kuat, pemerintah dapat menjadi lebih bebas dalam mengambil keputusan tanpa perlu mempertimbangkan kepentingan rakyat, sehingga dapat mengarah pada kehilangan kemampuan pemerintah untuk mengawasi eksekutif.
ADVERTISEMENT
Kurangnya oposisi dapat memiliki dampak negatif yang signifikan bagi suatu pemerintahan. Oposisi berperan sebagai penyeimbang yang penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dengan oposisi yang kurang kuat, pemerintah dapat menjadi lebih otoriter, anti-kritik, dan rentan terhadap perubahan politik yang tidak stabil. Oleh karena itu, penting bagi suatu pemerintahan untuk memastikan bahwa oposisi tetap kuat dan dapat mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.