Konten dari Pengguna

Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres: Isu Konstitusi atau Isu Politik?

sonny xavier setiawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani
18 Oktober 2023 18:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sonny xavier setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana jelang putusan batas usia Capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jelang putusan batas usia Capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senin, 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara gugatan batas usia pendaftaran Capres dan Cawapres. Dalam sidang tersebut, terdapat 7 gugatan yang isinya hampir sama yakni batas usia pendaftaran capres dan cawapres.
ADVERTISEMENT
Dari ke-tujuh gugatan ini, hanya 1 gugatan yang dikabulkan oleh MK di mana gugatan tersebut diajukan oleh Almas Tsaqibbirru seorang mahasiswa fakultas hukum dari Universitas Surakarta (UNSRA). Padahal beberapa gugatan lainnya diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia dengan Nomor Perkara 29/PUU-XX1/2023, Gugatan kedua dengan Nomor Perkara 51/PUU-XII/2023 diajukan oleh Partai Garuda, dan Gugatan yang diajukan oleh Walikota Bukittinggi dan Emil Dardak dengan Nomor Perkara 55/PUU-XXI/2023.
Dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, pemohon menggugat pasal Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
Kemudian pemohon menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
Kemudian alasan-alasan permohonan pada point 19 dikatakan
Yang menjadi pertanyaan adalah generasi muda mana yang mengagumi? Berapa banyak? Kemudian apa landasan konkret yang menjadikan itu alasan untuk menggugat pasal batasan usia.
Gedung Mahkamah Konstitusi, tempat sidang putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 (shutterstock)
Dalam Petitumnya, pemohon menyatakan :
ADVERTISEMENT
Hal tersebut sangat jelas bahwa yang dimaksudkan oleh pemohon adalah Gibran Rakabuming Raka, di mana ia merupakan seorang Wali kota yang dipilih oleh masyarakat namun umurnya kurang dari 40 tahun.
ADVERTISEMENT
Jika dikomparasikan dengan dengan negara lain, contohnya adalah Mahkamah Konstitusi Albania dalam Decision ALB-2005-1-003, tanggal 19 Januari 2005, menolak permohonan yang berkenaan dengan batas usia karena dinilai bukan merupakan isu konstitusional, tetapi lebih pada isu politik. Isu politik ini juga diamini oleh SETARA Institute yang mengatakan “Tidak ada Presiden yang sesibuk Jokowi dalam mempersiapkan penggantinya kecuali Jokowi”.
Putusan yang sarat akan kepentingan ini juga, tidak hanya ditentang masyarakat namun juga Hakim MK sendiri yakni Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. Dalam point Dissenting opinion-nya menyatakan bahwa putusan ini merupakan putusan yang tidak wajar karena RPH 96 tanggal 19 September 2023 tersebut tidak dihadiri oleh Hakim Konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan hasil RPH tersebut menolak gugatan yang muatannya sama dengan perkara ini, namun sikap hakim lainnya berubah ketika Anwar Usman hadir dalam RPH berikutnya.
ADVERTISEMENT
Hakim MK lainnya yang memiliki pendapat berbeda adalah, Arief Hidayat. Dalam dissenting opinionnya Hakim MK tersebut menyatakan bahwa Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 diputus dengan komposisi mayoritas hakim menyatakan menolak permohonan a quo, meskipun ada pula hakim yang berpendapat lain.
Namun pada Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 dengan isu konstitusionalitas yang sama, yaitu berkaitan dengan syarat minimal usia calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, Ketua MK malahan ikut membahas dan memutuskan kedua perkara a quo dan khusus untuk Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus dengan amar “dikabulkan sebagian”. Hal tersebut dikatakan juga oleh Arief Hidayat “ini merupakan tindakan di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang tidak wajar.”
ADVERTISEMENT
Meskipun perkara sebelumnya ditolak, namun pada gugatan ke 4 ini diputuskan:
Dengan adanya Putusan tersebut, patut dipertanyakan bahwa perkara tersebut memang isu konstitusional yang nyata atau isu politik semata. Bahkan hakim MK sendiri kebingungan dengan putusan yang sekelebat ini.