Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dampak Program Nuklir dan Misil Korea Utara terhadap Keamanan Semenanjung Korea
4 November 2024 8:50 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Soraya Salsabilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kawasan Semenanjung Korea telah menjadi salah satu wilayah dengan tingkat ketegangan geopolitik tertinggi di dunia selama beberapa dekade terakhir. Ketegangan ini terutama disebabkan oleh dinamika hubungan antara Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea/DPRK) dan Korea Selatan (Republic of Korea/ROK), serta intervensi aktor global seperti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok dan Rusia. Perang Korea pada 1953 yang diakhiri dengan gencatan senjata namun tanpa perjanjian damai juga membuat Korea Utara dan Korea Selatan secara teknis masih dalam kondisi perang.
ADVERTISEMENT
Penulis menyoroti bahwa dinamika ini semakin rumit akibat program pengembangan nuklir dan misil Korea Utara, yang menjadi isu internasional sejak negara tersebut menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) pada tahun 1993. Penulis berpendapat bahwa langkah-langkah seperti Perjanjian Jenewa 1994 antara Amerika Serikat dan Korea Utara yang berusaha membatasi ambisi nuklir Pyongyang hanya memberikan solusi sementara, sementara ketegangan terus memuncak setelah perjanjian tersebut gagal pada tahun 2003 (Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea, n.d; Britannica, 2014). Upaya diplomatik, sanksi internasional, dan tekanan dari Dewan Keamanan PBB tampaknya tidak cukup untuk menghentikan kemajuan program nuklir Korea Utara. Dengan menolak pembicaraan tentang denuklirisasi, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memandang senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM) sebagai penjamin utama legitimasi kekuasaannya, serta yakin bahwa program-program ini pada akhirnya akan mendapatkan penerimaan internasional, mengukuhkan posisi Korea Utara sebagai negara dengan kekuatan nuklir (CRS, 2023).
ADVERTISEMENT
Pendekatan yang dilakukan Korea Utara dalam mengembangkan program ini di satu sisi merupakan cara Korea Utara dalam memperkuat strategi diplomasi pencegahan dan koersif guna mendapatkan banyak pengakuan karena menunjukkan kemampuan mereka, namun di sisi lain menimbulkan potensi ketidakstabilan kawasan dan sulitnya pengendalian eskalasi di masa depan. Terlebih lagi, dengan diadopsinya undang-undang baru pada 2022 mengenai kebijakan kekuatan nuklir yang mencakup doktrin agresif terhadap ancaman, dan penyisipan kebijakan tersebut ke dalam konstitusi pada 2023 (Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea, n.d). Hal ini tentu saja memicu ketegangan kawasan, dengan Korea Selatan yang didukung AS mengancam apabila Korea Utara menggunakan senjata nuklirnya maka hal itu adalah akhir dari rezim Kim jong Un (ICAN, 2023).
ADVERTISEMENT
Korea Utara secara signifikan mengembangkan senjata utamanya yaitu rudal balistik antarbenua (ICBM) dan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM). Sejak tahun 2006, Korea Utara telah menguji coba alat peledak nuklir sebanyak enam kali. Setiap uji coba menghasilkan ledakan bawah tanah yang semakin lama semakin besar. Hingga pada tahun 2017, telah menguji coba bom hidrogen (atau hulu ledak termonuklir dua tahap) yang sedang disempurnakan untuk dipasang pada rudal balistik antarbenua. Dalam kurun beberapa tahun tersebut, uji coba dilakukan di Fasilitas Uji Coba Nuklir Punggye-ri, yang ditutup pada 2018 menjelang KTT pertama AS-Korea Utara. Setelah uji coba nuklir Korea Utara di Punggye-ri pada September 2017, para ilmuwan Tiongkok mengungkapkan bahwa lapisan batu di dalam Gunung Mantap yang menjadi lokasi uji coba mengalami keruntuhan yang diperkirakan mengakibatkan keluarnya material radioaktif ke udara. Meskipun fasilitas ini sempat ditutup, citra satelit baru-baru ini menunjukkan adanya aktivitas yang mengindikasikan potensi pemanfaatan kembali oleh Korea Utara, menandakan keberlanjutan program nuklir mereka (Arms Control Association, 2017; Sanders, 2018). Hingga pada 2022 dan 2023, menjadi tahun teraktif uji coba rudal Korea Utara, dimana tahun 2022 saja terdapat lebih dari 70 uji coba misil, menjadikan aktivitas rudal yang paling intens dalam sejarah Korea Utara; disusul tahun 2023 yang menjadi uji coba tersibuk kedua dalam 10 tahun terakhir, dengan 30 uji coba, termasuk lima uji coba rudal antarbenua (Buchholz , 2024).
ADVERTISEMENT
Situasi pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan eskalasi, dimana Korea Utara melakukan serangkaian tindakan provokatif, mulai dari uji coba misil balistik yang melewati perbatasan, peluncuran misil antarbenua yang ditujukan hingga ke daratan AS, insiden balon sampah, hingga pengeboman di jalur perbatasan Korea (Kim, 2024; PA News Agency, 2024). Dalam menghadapi provokasi berkelanjutan dari Korea Utara ini, Korea Selatan mengancam akan mengambil tindakan militer. Mereka juga terus berupaya untuk mengembangkan teknologi pertahanan modern, termasuk sistem pertahanan rudal dan perlengkapan militer canggih, serta mengadakan latihan bersama dengan AS sebagai bentuk kesiapsiagaan. AS juga semakin meningkatkan kehadiran militer termasuk pengerahan kapal selam bertenaga nuklir di sekitar Semenanjung Korea. Sementara itu, Jepang juga merespons dengan kecaman keras, menilai peluncuran misil Korut sebagai ancaman langsung terhadap keamanan regional (Reuters, 2023). AS, Korea Selatan, dan Jepang mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk peluncuran rudal tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu merupakan pelanggaran nyata terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB (Brennan & Kaufman, 2024). Reaksi Korea Selatan dan sekutunya, termasuk AS dan Jepang menunjukkan bahwa keamanan di Semenanjung Korea semakin rapuh, dan pernyataan bersama untuk mengutuk peluncuran misil tersebut juga menggarisbawahi bahwa ancaman Korea Utara tidak bisa dibiarkan tanpa respons tegas.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Rusia dan Tiongkok menunjukkan reaksi yang lebih kompleks terhadap situasi ini. Akhir-akhir ini, Rusia yang awalnya memandang program pengembangan nuklir dan misil serta provokasi Korea Utara ini sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Non-Proliferasi (NPT), kini berbalik dan mengubah pendekatan strategisnya menjadi aksi pencegahan taktis terhadap Amerika Serikat. Hal ini berkaitan erat dengan konflik Rusia-Ukraina, dimana AS dipandang sebagai penghalang utama karena dianggap merupakan “pemimpin NATO” yang kemudian menghambat Rusia menaklukkan Ukraina. Rusia juga membantu Korea Utara menyempurnakan misil-misil nuklirnya sebagai imbalan atas pengerahan ribuan tentara untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina. Sementara itu, Tiongkok lebih mengutamakan stabilitas di kawasan, karena bagi mereka Korea Utara dan program nuklir dan misil tersebut memperburuk keamanan nasional Tiongkok dan pengaruh Tiongkok di wilayah tersebut, terutama ketika AS mengerahkan militernya di wilayah Semenanjung Korea dan Asia-Pasifik (Paik, 2024; AlArabiya, 2024).
ADVERTISEMENT
Jika kita lihat dari perspektif Realisme dalam hubungan internasional, peningkatan kekuatan militer oleh satu negara cenderung akan diikuti oleh reaksi sejenis dari negara-negara tetangganya. Ini pula yang terjadi di Semenanjung Korea, di mana kedua negara sama-sama merasa terancam dan terus berlomba dalam pengembangan kekuatan militer. Bagi Korea Selatan, ketidakstabilan yang disebabkan oleh Korea Utara ini tidak hanya berdampak pada keamanan nasional tetapi juga ekonomi dan stabilitas sosialnya. Situasi tidak hanya memicu aksi saling deterensi antara Korea Utara dan Korea Selatan, tetapi juga melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia, yang semakin memperumit dinamika konflik. Peningkatan kehadiran militer AS untuk mendukung Korea Selatan, kecaman aktif dari Jepang terhadap uji coba misil, dan eratnya hubungan Rusia dengan Korea Utara yang membawa ancaman bagi keseimbangan kekuatan, semuanya menunjukkan bahwa situasi ini semakin kompleks. Tiongkok, meskipun historis dekat dengan Korea Utara, juga merasa terganggu oleh aktivitas militer AS.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa program pengembangan nuklir dan misil Korea Utara merupakan ancaman serius yang terus merusak stabilitas keamanan di Semenanjung Korea. Selama Korea Utara terus mengembangkan senjata nuklirnya tanpa adanya niat untuk berdialog, keamanan di Semenanjung Korea akan tetap terancam, dan kawasan ini akan terus berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian serta risiko eskalasi yang meningkat
Referensi:
AlArabiya. (2024, October 31). China says following developments after North Korea missile test. Al Arabiya English. https://english.alarabiya.net/News/world/2024/10/31/china-says-following-developments-after-north-korea-missile-test
Arms Control Association. (2017). Punggye-ri Test Site Damaged, But Still Useable, Experts Contend | Arms Control Association. Armscontrol.org. https://www.armscontrol.org/blog/2018-05-02/punggye-ri-test-site-damaged-still-useable-experts-contend
Brennan, D., & Kaufman, E. (2024, September 23). South Korea threatens military response to North Korean “trash balloons.” ABC News; ABC News. https://abcnews.go.com/International/south-korea-threatens-military-response-north-korean-trash/story?id=113920100
ADVERTISEMENT
Britannica. (2014). Agreed Framework | United States and North Korea. In Encyclopædia Britannica. https://www.britannica.com/event/Agreed-Framework
Buchholz , K. (2024). Infographic: North Korean Missile Tests at Record High in 2022. Statista Infographics. https://www.statista.com/chart/9172/north-korea-missile-tests-timeline/
CRS. (2023). North Korea’s Nuclear Weapons and Missile Programs. In crsreports.congress.gov. Congressional Research Service (CRS). https://crsreports.congress.gov/product/pdf/IF/IF10472
ICAN. (2023, December 18). Nuclear tensions remain dangerously high on Korean Peninsula. ICAN. https://www.icanw.org/nuclear_tensions_rise_on_korean_peninsula
Kim, H.-J. (2024, March 20). North Korea claims progress in developing a hypersonic missile designed to strike distant US targets. AP News. https://apnews.com/article/north-korea-missile-solidfuel-hypersonic-af9f8c69e4ff004cd04592d2c80cda47
Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea. (n.d.). Overview | North Korean Nuclear Issue Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea. Www.mofa.go.kr. https://www.mofa.go.kr/eng/wpge/m_5474/contents.do
PA News Agency. (2024, October 31). North Korea tests launch of suspected long-range missile, says South Korea. Eastern Daily Press. https://www.edp24.co.uk/news/national/24690325.north-korea-tests-launch-suspected-long-range-missile-says-south-korea/
ADVERTISEMENT
Paik, W. (2024, May 15). China and Russia Disagree on North Korea’s Nuclear Weapons. Thediplomat.com. https://thediplomat.com/2024/05/china-and-russia-disagree-on-north-koreas-nuclear-weapons/
Reuters. (2023, December 17). US nuclear-powered submarine arrives at S.Korea’s Busan port -Yonhap. Reuters. https://www.reuters.com/world/us-nuclear-powered-submarine-arrives-skoreas-busan-port-yonhap-2023-12-17/
Sanders, R. (2018, May 10). Radar reveals details of mountain collapse after North Korea’s most recent nuclear test. Berkeley News. https://news.berkeley.edu/2018/05/10/radar-reveals-details-of-mountain-collapse-after-north-koreas-most-recent-nuclear-test/