Konten dari Pengguna

Polusi Udara: Menanti Keseriusan Pemerintah dalam Mengatasinya

Muhammad Soultan Joefrian
Mahasiswa jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas
12 September 2023 11:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Soultan Joefrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kabut asap sudah menyelimuti Kota Dumai, Riau akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Foto: STR/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kabut asap sudah menyelimuti Kota Dumai, Riau akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Foto: STR/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) maupun dengan sumber daya manusianya (SDM)—yang lebih-kurang ada sekitar 270 juta penduduk.
ADVERTISEMENT
Tentu saja jumlah ini sangat banyak. Tak heran jika Indonesia menempati urutan keempat dalam daftar negara dengan populasi tertinggi di dunia. Tentunya dengan populasi sebanyak ini juga mempunyai keuntungan dan kekurangannya.
Salah satu kekurangan atau bisa disebut sebagai masalah ialah kepadatan penduduk yang berdampak semakin banyaknya penebangan hutan yang akan dijadikan sebagai permukiman warga.
Walaupun tidak semua penebangan hutan dilakukan untuk dijadikan sebagai permukiman warga, penebangan pohon tentunya berdampak pada ekosistem hutan.
Hal itu yang kemudian menyebabkan munculnya masalah baru yang nantinya juga akan merugikan manusia itu sendiri. Salah satunya ialah polusi udara karena semakin berkurangnya fungsi hutan sebagai penyeimbang alam.
Polusi Udara. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Seperti yang sedang hangat dibicarakan di media saat ini adalah masalah polusi udara yang semakin parah di Jakarta. Banyak yang menyebut biang kerok dari masalah ini ialah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
ADVERTISEMENT
Namun hal itu dibantah oleh Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Investasi (Marves), Rachmat Kaimuddin. Ia mengatakan bahwa polusi udara tersebut 70 persennya disebabkan oleh sektor transportasi.
Namun dalam tulisan saya ini tidak akan berfokus pada polusi udara di Jakarta, melainkan berfokus pada polusi udara yang sedang terjadi juga di Kota Padang. Atau bisa lebih jelasnya kita lihat di Kecamatan Bungus Teluk Kabung.
Kondis ini telah terjadi selama lebih-kurang satu minggu. Hal itu bisa dilihat pada siang hari yang cerah, tetapi tertutupi oleh asap atau debu dari pembakaran batubara.
Ya, di sini saya berasumsi masalah polusi udara yang terjadi di Kota Padang disebabkan oleh pembakaran batubara dari PLTU Teluk Sirih yang berlokasi di Kecamatan Bungus Teluk Kabung.
ADVERTISEMENT
Memang banyak penyebab dari polusi udara yang terjadi Kota Padang ini. Beberapa di antaranya dari asap kendaraan bermotor, limbah dari pabrik industri, dan masih banyak lagi.
Tidak bisa kita dimungkiri, negara kita masih bergantung pada hal-hal di atas tersebut. Contohnya ialah masih banyaknya pemakaian kendaraan pribadi karena keterbatasan transportasi umum yang memadai.
Contoh lain, misalnya, kurang tegasnya pemerintah kita untuk mengatur perusahaan-perusahaan industri dalam pengelolaan limbahnya agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
Kembali lagi menyoal pada asumsi saya tadi tentang masalah polusi udara di Kota Padang yang salah satu biang keroknya ialah penggunaan dan pembakaran batubara di PLTU Teluk Sirih.
Di sini saya tidak hanya mengkritik pemerintah saja, akan tetapi juga mengingatkan saya sendiri dan masyarakat luas untuk peduli lingkungan. Juga untuk menghemat penggunaan listrik karena dengan dimulai dari hal-hal yang kita anggap kecil ini bisa berdampak besar bagi lingkungan.
PLTU Teluk Sirih. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tidak bisa kita mungkiri juga kalau kondisi kita saat masih banyak bergantung pada PLTU untuk kebutuhan listrik di mana batubara yang menjadi bahan bakar utamanya.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi karena di negara kita belum ada energi lain yang bisa menggantikan peran batubara sebagai pemasok listrik. Walaupun di dunia pada saat ini telah beralih ke energi terbarukan yaitu penggunaan panel surya dan tenaga nuklir sebagai pemasok listrik di negaranya.
Hal seperti inilah yang harus kita tiru, yaitu dengan beralih ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Tidak banyak orang tahu bahwa Indonesia telah lama memiliki dua Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang berada di Bandung dengan daya mencapai 60 MW dan di Serpong dengan daya 2 MW.
Namun sangat disayangkan, kedua PLTN tersebut hanya digunakan untuk mainan peneliti. Seharusnya pemerintah tidak hanya menggunakan dua PLTN tersebut untuk kebutuhan peneliti, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat sebagai upaya peralihan ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, hal ini sepertinya akan sulit untuk terwujud. Kenapa? Sebab, kepentingan oligarki di mana banyak para pengusaha batubara yang menjadi atau dekat dengan para penguasa.
Tentu saja dengan rencana peralihan ke energi nuklir ataupun panel surya ini merupakan ancaman bagi mereka yang berprofesi sebagai pengusaha batubara. Hal tersebutlah yang akan menjadi salah satu hambatan dalam peralihan energi dari batubara ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Namun, hambatan seperti inilah yang harus ditindak tegas oleh para pemimpin kita. Sebab, itu bisa dianggap menghalangi kepentingan umum demi kepentingan pribadi.
Saya sebagai warga negara sekaligus mahasiswa tidak ingin masalah ini menjadi lebih serius. Jangan sampai ada jatuhnya korban dari polusi udara karena masalah pernapasan salah satunya yang biasa kita dengar sebagai dampak dari polusi udara ini.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, saya mengajak masyarakat untuk menghemat listrik dan penggunaan kendaraan pribadi sebagai salah satu upaya mengurangi polusi udara. Serta untuk pemerintah saya menuntut untuk mencari solusi dari permasalahan ini.
Saya tidak ingin hal ini menjadi serius dan darurat dulu baru pemerintah menaruh perhatian, seperti peribahasa "lebih baik mencegah daripada mengobati". Walaupun sebenarnya ini sudah terjadi, tapi saya akan tetap menanti keseriusan pemerintah untuk mengatasinya.