Konten dari Pengguna

Bersehat-Sehat Saat Muda, Berdaya di Hari Tua

Supriyono Pangribowo
Data analist pada Kementerian Kesehatan
18 Juli 2021 11:41 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supriyono Pangribowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Lansia. Sumber : Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lansia. Sumber : Freepik.com
ADVERTISEMENT
Pernah mendengar ungkapan “tua itu pasti, dewasa itu pilihan?”, Sebagian besar dari kita mungkin pernah atau sering mendengarnya. Bagaimana dengan ungkapan “tua itu pasti, sehat itu pilihan?”. Apa kaitannya tua dengan sehat sebagai pilihan?
ADVERTISEMENT
Sebagai ilustrasi, sebelum penduduk dunia berperang dengan COVID-19 yang merupakan new-emerging disease, dunia telah lebih dulu terbebani dengan beban ganda epidemiologi. Beban ganda epidemiologi adalah permasalahan penyakit menular seperti TBC, HIV AIDS, demam berdarah dengue, malaria, dan lainnya yang belum sepenuhnya selesai, lalu dunia dihadapkan dengan permasalahan penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, gagal ginjal dan stroke.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 dan 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai contoh, prevalensi penyakit diabetes melitus meningkat dari 1,5% pada tahun 2013 menjadi 2% pada 2018.
Prevalensi ini meningkat seiring dengan peningkatan umur penduduk. Prevalensi diabetes melitus pada kelompok umur 15-44 tahun kurang dari 2%, angka ini merangkak naik menjadi 3,9% pada umur 45-54 tahun dan menjadi 6,3% pada umur 55-64 tahun. Hal ini sejalan dengan berbagai studi lainnya yang menyimpulkan bahwa usia merupakan salah satu faktor risiko yang dominan dalam peningkatan kasus penyakit tidak menular.
ADVERTISEMENT
Fakta tersebut seakan menggenapi permasalahan yang telah ada sebelumnya yaitu ageing population. Indonesia saat ini mulai memasuki fase ageing population, yaitu keadaan di mana terjadi peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) yang diikuti dengan peningkatan jumlah kelompok lanjut usia (lansia) yaitu penduduk berumur 60 tahun ke atas atau lebih.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penduduk lansia meningkat dari 18 juta jiwa (7,6%) pada tahun 2010 menjadi 27 juta jiwa (10%) pada tahun 2020. Angka ini diperkirakan akan terus melesat naik menjadi 40 juta jiwa (13,8%) pada tahun 2035. Prediksi ini seakan menjadi paradoks bagi negara yang juga mengharapkan bonus demografi pada tahun 2030, yaitu ketika penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif.
ADVERTISEMENT
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menurunnya fungsi biologis tubuh, produktivitas, dan peran sosial lansia baik di dalam keluarga maupun masyarakat menimbulkan kebutuhan baru terhadap pelayanan kesehatan. Terlebih lagi dengan tingginya kejadian penyakit tidak menular pada kelompok lansia, hal ini tentu saja berimbas pada pembiayaan kesehatan nasional.
Jika kita melihat kepada negara-negara maju di dunia, permasalahan lansia jauh lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada di Indonesia. Derajat kesehatan yang tinggi dan kesejahteraan yang merata membuat UHH juga tinggi. Hal ini tentu saja berakibat pada jumlah lansia yang banyak.
Fenomena Kodukushi di Jepang, yaitu lansia yang meninggal membusuk dalam kesendirian adalah sebagian dari potret buram betapa peliknya permasalahan over-populated lansia di beberapa negara maju. Memang terdapat perbedaan norma, nilai, dan budaya antara Jepang dan Indonesia. Kodukushi kerap dikaitkan dengan budaya Jepang yang sarat dengan nilai kemandirian, harga diri yang tinggi, kompetisi, dan orientasi keberhasilan yang besar. Terlepas dari perbedaan budaya tersebut, bagaimana permasalahan lansia di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) merilis data pada tahun 2018 yang menyebutkan bahwa pembiayaan untuk penyakit katastropik seperti jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke mencapai 20,4 triliun rupiah atau sebesar 21,66% dari total biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Jika dikaitkan dengan data Riskesdas yang disebutkan pada bagian sebelumnya, sebagian besar kasus penyakit tersebut terdapat pada kelompok lansia.
Lantas, bagaimana menghadapi permasalahan lansia yang menunjukkan kecenderungan peningkatan? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, satu hal yang perlu kita pahami adalah menua dengan segala konsekuensi yang menyertainya adalah keniscayaan. Agama mengajarkan bahwa orang tua adalah sarana untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di kehidupan dunia dan akhirat. Dalam bahasa lugas, kelompok usia muda bertanggung jawab untuk menjamin keberlangsungan dan kesejahteraan lansia. Hal yang perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat lansia lebih berdaya dengan menurunkan ketergantungan mereka sehingga “beban” yang dipikul oleh keluarga dan negara menjadi lebih ringan.
ADVERTISEMENT
Uraian pada bagian sebelumnya menggambarkan eratnya keterkaitan antara penyakit tidak menular dengan lansia. Dengan kata lain, salah satu cara untuk membuat hidup mereka lebih berdaya adalah melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular sejak dini yang artinya dilakukan sejak usia produktif. Secara umum, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dilakukan dengan intervensi perilaku dan deteksi dini.
Ilustrasi aktivitas fisik. Sumber : Freepik.com
Intervensi perubahan perilaku dapat dilakukan dengan mulai menerapkan aktivitas fisik seperti berolahraga secara rutin, menghindari rokok dan alkohol, mengkonsumsi makanan rendah gula dan garam, dan memperbanyak konsumsi buah dan sayur. Upaya deteksi dini dilakukan dengan melakukan cek kesehatan secara rutin. Langkah ini penting untuk mengetahui sedini mungkin adanya penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular yang diketahui lebih awal akan mempermudah pengobatan dan menurunkan pembiayaan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Penerapan pola hidup sehat dan deteksi dini pada usia muda diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit tidak menular saat lansia yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan, dan menurunkan beban ekonomi keluarga dan negara.