Konten dari Pengguna

Guru Honorer dan Tantangan Kebijakan Non ASN 2025: Hak Siswa dan Kapasitas Guru

Sekar Puan Maharani
Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Februari 2025 14:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekar Puan Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan Non ASN 2025 telah memicu perdebatan sengit di kalangan pendidik dan masyarakat luas. Salah satu isu yang paling mencuat adalah nasib guru honorer yang selama ini memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan. Di satu sisi, terdapat kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, sedangkan di sisi lain, hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas juga harus terjamin. Artikel ini akan membahas dampak kebijakan tersebut terhadap guru honorer, implikasinya bagi siswa, serta kemampuan guru yang ada dalam menghadapi beban jam mengajar yang tinggi.
Ilustrasi Guru Honorer dan Siswa. Sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Guru Honorer dan Siswa. Sumber : Dokumen Pribadi
Kebijakan Non ASN 2025 bertujuan untuk menyelaraskan status kepegawaian dalam dunia pendidikan. Pemerintah mengupayakan transformasi birokrasi agar seluruh pendidik memiliki status yang lebih stabil dan profesional. Namun, dalam proses implementasinya, sejumlah guru honorer merasa terancam karena status mereka tidak langsung berpindah ke status ASN. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan yang telah mereka emban selama bertahun-tahun, meskipun kontribusinya terhadap pendidikan tidak bisa diabaikan.
ADVERTISEMENT
Guru honorer selama ini menjadi ujung tombak dalam menunjang mutu pendidikan di banyak daerah, terutama di wilayah yang masih minim sumber daya. Kebijakan ini membawa ketidakpastian, karena banyak guru honorer yang harus menghadapi kemungkinan pemutusan hubungan kerja apabila tidak memenuhi persyaratan atau kuota yang ditetapkan oleh pemerintah. Kekhawatiran ini bukan hanya soal kehilangan pendapatan, tetapi juga berdampak pada motivasi, kesejahteraan psikologis, dan profesionalisme para pendidik yang selama ini bekerja dengan sepenuh hati.
Siswa sebagai penerima manfaat utama dari layanan pendidikan memiliki hak untuk mendapatkan proses pembelajaran yang optimal. Ketidakpastian status guru honorer dapat mengakibatkan penurunan kualitas pembelajaran, terutama jika pergantian status tidak disertai dengan peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Kondisi ini dapat berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa serta menurunnya mutu pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan stakeholder pendidikan untuk memastikan transisi ini tidak mengganggu hak siswa.
ADVERTISEMENT
Salah satu permasalahan yang sering muncul adalah beban jam mengajar yang tinggi, atau yang sering disebut dengan "jam gemuk." Meskipun kebijakan Non ASN 2025 diharapkan dapat membawa profesionalisme dan efisiensi, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru, baik yang sudah berstatus ASN maupun honorer, harus mengajar dalam waktu yang sangat padat. Beban mengajar yang berlebihan berpotensi mengurangi kualitas proses belajar-mengajar, karena guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan persiapan, evaluasi, dan pengembangan metode pembelajaran yang inovatif.
Untuk mengatasi tantangan yang muncul dari kebijakan ini, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:
ADVERTISEMENT
Kebijakan Non ASN 2025 membawa harapan akan sistem pendidikan yang lebih profesional, namun di sisi lain juga menimbulkan tantangan serius bagi guru honorer yang telah berkontribusi besar selama ini. Penting bagi semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara kepastian kerja bagi pendidik dan hak siswa mendapatkan pendidikan berkualitas. Dialog konstruktif, pelatihan berkelanjutan, dan pengaturan beban kerja yang adil menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan transisi kebijakan ini dapat membawa dampak positif bagi seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia.