Konten dari Pengguna

HET Minyak Goreng: Berkah untuk Konsumen atau Beban untuk Produsen?

Sri Ajeng Kartika
Master of Agricultural Economics at IPB University
18 November 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Ajeng Kartika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto ini adalah milik sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Foto ini adalah milik sendiri
Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng seringkali dianggap sebagai solusi untuk melindungi daya beli konsumen, terutama di tengah fluktuasi harga komoditas yang tidak menentu. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan mengenluarkan Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga minyak goreng. Dalam surat edaran ini, memastikan kembali Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan Rp. 14.000 per liter dan minyak goreng curah Rp. 15.500 per kilogram, selain itu aturan ini juga melarang penjualan minyak goreng rakyat secara bundling. Minyak goreng memiliki harga yang bervariasi tergantung pada merk dan kemasan. Pada November 2024, harga minyak goreng kemasan berkisar antara Rp. 12.000 hingga Rp. 14.800 per liter. Fluktuasi harga minyak goreng juga terjadi pada minyak goreng curah dengan harga sekitar Rp. 6.500 per liter untuk minyak goreng curah standar.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya HET, konsumen dapat menikmati harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga pasar bebas. Kebijakan ini tentunya menjadi angin segar bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah yang bergantung pada minyak goreng sebagai kebutuhan sehari-hari.
Dibalik manfaatnya bagi konsumen, kebijakan HET memunculkan pertanyaan besar: siapa yang menanggung bebannya?
Bagi produsen, kebijakan HET dapat menjadi tantangan besar. Hal ini disebabkan oleh harga jual yang dibatasi, sehingga produsen harus mencari cara untuk menjaga margin keuntungan yang seringkali berujung pada penurunan kualitas produk atau efisiensi operasional. Fluktuasi harga bahan baku seperti minyak sawit mentah (CPO) tidak selalu sejalan dengan HET yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketidakseimbangan ini tentu membuat produsen berada pada posisi sulit, terutama pelaku usaha kecil dan menengah yang memiliki kapasitas terbatas untuk menyerap kerugian.
ADVERTISEMENT
Dampak lain dari kebijakan HET juga dapat dirasakan oleh distributor dan pengecer. Implementasi HET di beberapa daerah menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasar karena produsen enggan memasok dengan harga yang dianggap tidak menguntungkan. Situasi ini justru dapat merugikan konsumen dan menciptakan pernyataan yang bertentangan dengan tujuan dari kebijakan HET, dimana kebijakan yang seharusnya melindungi konsumen dari peningkatan harga minyak goreng justru menyebabkan ketidakstabilan pasokan.
Kebijakan HET minyak goreng menjadi dilema antara menjaga kesejahteraan konsumen dan memastikan keberlanjutan industri. Di satu sisi, penetapan HET bertujuan untuk menstabilkan harga dan mencegah lonjakan yang membebani konsumen. Namun di sisi lain, pembatasan harga ini dapat membuat produsen dan distributor menghadapi tekanan finansial. Harga minyak sawit yang lebih tinggi di pasar global dan fluktuasi biaya produksi lainnya seringkali tidak sejalan dengan harga yang ditetapkan melalui kebijakan HET. Beberapa analis juga menilai bahwa kebijakan ini berisiko menciptakan ketidak seimbnagan antara kebutuhan konsumen dan kemampuan produsen untuk tetap beroperasi dengan menguntungan.
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah dalam memastikan keberhasilan kebijakan HET sangat diperlukan, seperti memberikan insentif kepada produsen berupa subsidi untuk bahan baku atau pengurangan pajak yang dapat mengurangi beban biaya produksi mereka. Dengan upaya tersebut, produsen akan mampu bertahan lebih dalam menghadapi tenakan biaya, sedangkan konsumen tetap mendapatkan harga yang terjangkau. Jika kebijakan ini diimbangi dengan dukungan yang tepat bagi pelaku industri, maka HET dapat menjadi solusi yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat baik produsen, konsumen, maupun perekonomian secara keseluruhan.