Konten dari Pengguna

Bagaimana Idealnya Kita Menilai Kinerja Kementerian?

Sri Harjanto Adi Pamungkas
Dosen (CPNS) di FISIP Universitas Indonesia (mulai 2024). Peneliti di UGM (2021-2023). Menempuh pendidikan sarjana dan magister di bidang Manajemen dan Kebijakan Publik.
24 Januari 2023 9:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Harjanto Adi Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Carlos Muza on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Carlos Muza on Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu hal yang paling banyak diperbincangkan atau bahkan diperdebatkan adalah kinerja pemerintahan suatu rezim politik. Seperti yang kita ketahui bahwa pada level pusat, pemerintah terdiri dari berbagai kementerian. Hal ini membuat perbincangan mengenai kualitas struktur anggaran dan kinerja kementerian menjadi hal yang jamak dibicarakan.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara untuk menilai kinerja suatu kementerian yang umum digunakan adalah melalui survei persepsi publik. Permasalahannya adalah apakah persepsi publik representatif untuk menilai kinerja suatu kementerian? Seringkali tidak karena ada berbagai bias yang muncul dari literasi tentang pemerintahan yang rendah atau kesukaan atau ketidaksukaan personal terhadap seorang menteri misalnya.
Di layar televisi para politisi juga seringkali berdebat tentang baik atau buruknya kinerja suatu kementerian. Apakah para politisi ini juga representatif? Seringkali tidak karena basis penilaian yang dipakai tidak jarang adalah kepentingan politik semata. Pada artikel ini penulis mencoba menjelaskan bagaimana idealnya kita menilai kinerja sebuah kementerian. Tentunya berbasis pada pedoman-pedoman yang memang seharusnya digunakan.
Pertama, pedoman penilaian relevansi anggaran kementerian dalam skala makro adalah beberapa rencana pembangunan level makro. Beberapa di antaranya adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Visi Misi Presiden-Wakil Presiden. RPJPN merupakan sebuah dokumen rencana pembangunan jangka panjang. RPJPN disusun untuk jangka waktu 20 tahun. Saat ini Indonesia sedang berada dalam RPJPN 2005-2025 yang payung hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.
ADVERTISEMENT
UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) mengatur bahwa RPJPN perlu menjadi pedoman bagi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang kemudian dijabarkan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pedoman penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) adalah RKP ini.
Lebih lanjut, Visi Misi Presiden-Wakil Presiden juga dapat menjadi pedoman penilaian relevansi anggaran kementerian. Visi Misi Presiden-Wakil Presiden dioperasionalisasikan melalui RPJMN yang kemudian dijabarkan melalui RKP. Pedoman penyusunan R-APBN adalah RKP ini. Visi Misi Presiden-Wakil Presiden untuk saat ini adalah Nawa Cita jilid kedua.
Dalam praktiknya, Visi Misi Presiden-Wakil Presiden sangat memengaruhi arah kebijakan anggaran di kementerian. Misalnya dengan agenda visi membangun Indonesia dari pinggiran. Visi ini kemudian diterjemahkan menjadi pedoman bagi Kementerian PUPR untuk menjalankan program 1 juta perumahan rakyat.
ADVERTISEMENT
Kedua, pedoman relevansi anggaran kementerian yang dapat digunakan adalah rencana pembangunan level meso (menengah). Hal ini di antaranya adalah RPJMN dan Rencana Strategis Kementerian dan Lembaga (Resntra K/L). UU SPPN mengatur hubungan antara kedua rencana pembangunan level meso ini dengan RAPBN. RPJMN dijabarkan dalam RKP yang kemudian menjadi pedoman penyusunan RAPBN.
Renstra KL menjadi pedoman penyusunan Rencana Kerja Kementerian Lembaga (Renja KL). Kemudian, Renja KL menjadi bahan penyusunan RKP sekaligus menjadi pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA KL). Kedua hal ini menjadi pedoman dalam penyusunan RAPBN. Sementara itu, RPJMN menjadi pedoman penyusunan Renstra KL dan Renstra KL menjadi bahan dalam penyusunan RPJMN.
Ketiga, pedoman relevansi anggaran kementerian yang dapat digunakan adalah rencana pembangunan level mikro. Hal ini di antaranya adalah RKP, Renja KL, dan RKA KL. UU SPPN mengatur hubungan antara ketiga rencana pembangunan level mikro ini dengan R-APBN. RKP menjadi pedoman dalam penyusunan RAPBN. Renja KL menjadi pedoman dalam penyusunan RKA KL.
ADVERTISEMENT
Kemudian, RKA KL menjadi bahan untuk R-APBN. Secara sederhana, ketika anggaran suatu kementerian ternyata tidak sejalan dengan ketiga dokumen rencana pembangunan level mikro ini maka dapat disimpulkan relevansinya rendah.
Keempat, pedoman relevansi anggaran kementerian yang dapat digunakan adalah tugas, pokok, dan fungsi dari kementerian. Hal ini sudah berada di level teknis. Sebagai contoh adalah Kementerian Luar Negeri RI. Kementerian ini secara umum memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri (diplomasi). Tugas ini umumnya dijalankan dengan melakukan berbagai agenda bilateral dan multilateral.
Implikasinya adalah kementerian luar negeri perlu banyak melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Oleh karena itu, menjadi relevan jika anggaran Kemenlu RI dominan untuk belanja perjalanan dinas.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain, menjadi tidak relevan jika belanja anggaran Kemenlu RI justru didominasi untuk belanja modal. Setiap kementerian memiliki tupoksi masing-masing sehingga pedoman relevansi anggaran juga perlu disesuaikan dengan tupoksi masing-masing kementerian.
Selanjutnya kita beralih dari penilaian terkait relevansi anggaran ke penilaian efektivitas anggaran. Penilaian efektivitas anggaran cukup berbeda dengan penilaian relevansi anggaran. Penilaian efektivitas anggaran lebih berfokus pada melihat efektivitas dari penggunaan anggaran.
Sementara, relevansi anggaran lebih berfokus pada melihat keselarasan rencana anggaran dengan dokumen-dokumen yang dijadikan pedoman. Instrumen utama dalam menilai efektivitas anggaran adalah Laporan Realisasi Anggaran. Laporan ini berisi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan.
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran maka efektivitas dapat dilihat melalui perbandingan antara realisasi dengan rencana anggaran. Misalnya, Kementerian Pariwisata RI memiliki rencana belanja sebesar Rp50 triliun. Namun, realisasi anggaran hanya mencapai RP35 triliun. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas anggaran Kementerian Pariwisata RI dalam hal belanja berdasarkan laporan realisasi belanja tidak mencapai target.
ADVERTISEMENT
Laporan Realisasi Anggaran disusun berbasis pada Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP). Pada level kementerian SAPP dioperasionalisasikan melalui Kementerian Keuangan RI melalui Sistem Akuntansi Pusat (SAP). Lebih lanjut, untuk kementerian/lembaga lain operasionalisasi SAPP menggunakan Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Penilaian efektivitas anggaran juga dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen multi-level impact analysis. Instrumen ini sangat cocok untuk negara yang menganut sistem anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting). Multi-level impact analysis jika digunakan secara lengkap maka dapat mengukur efektivitas anggaran berdasarkan output, outcome, reach, dan impact.
Output adalah unit yang dihasilkan sebagai produk langsung dari penggunaan sejumlah anggaran. Misalnya digunakan anggaran sebesar Rp150 miliar untuk membangun 2 koridor baru di Pelabuhan Tanjung Priok. Kedua koridor ini adalah output.
ADVERTISEMENT
Outcome merupakan dampak yang dihasilkan sebagai manfaat langsung atas pemanfaatan output. Misalnya dengan dimanfaatkannya dua koridor baru Pelabuhan Tanjung Priok maka dwelling time peti kemas menjadi lebih cepat 40%.
Reach adalah jumlah pengguna output. Misalnya koridor baru Pelabuhan Tanjung Priok dimanfaatkan oleh 50 perusahaan ekspor-impor. Impact adalah dampak lanjutan dari dihasilkannya outcome dan reach. Misalnya adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,5 persen.
Melalui komponen-komponen di atas, diharapkan kinerja kementerian dapat dinilai secara objektif dan efektif.