Konten dari Pengguna

Pandemi COVID-19 dan Dampak Multidimensionalnya

Sri Harjanto Adi Pamungkas
Dosen (CPNS) di FISIP Universitas Indonesia (mulai 2024). Peneliti di UGM (2021-2023). Menempuh pendidikan sarjana dan magister di bidang Manajemen dan Kebijakan Publik.
17 Juli 2022 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Harjanto Adi Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sumber gambar: Edwin Hooper pada Unsplash
Slogan “War against Covid-19 Pandemic” atau perang melawan pandemi menjadi istilah yang digaungkan negara-negara dunia sejak awal tahun 2020. China adalah episentrum pertama yang mengambil kebijakan pembatasan sosial skala masif dan sangat ketat. Suatu hal yang kemudian populer disebut sebagai “lockdown”.
ADVERTISEMENT
Negara-negara di benua Eropa, baik anggota Uni Eropa maupun bukan, satu-persatu menerapkan kebijakan pembatasan sosial skala masif dan sangat ketat yang kurang lebih sama. Namun istilah yang populer digunakan di Eropa adalah “social distancing” yang kemudian diganti dengan istilah “physical distancing”.
Amerika Serikat yang dengan cepat menjadi episentrum baru setelah China dan Eropa pada awalnya sempat mengambil kebijakan yang terkesan longgar. Namun, perkembangan yang eksponensial dari penularan covid-19 memaksa Amerika Serikat untuk melakukan hal yang sama dengan China dan negara-negara di Eropa. Hal yang populer disebut sebagai “mobility restriction”.
Pandemi ini dalam kacamata kebijakan publik menghadirkan implikasi-implikasi yang luas dan bisa dikatakan belum pernah terjadi sebelumnya (unprecedented). Pandemi covid-19 awalnya bermula hanya dari sebuah wabah perkotaan yang terjadi di kota Wuhan, provinsi Hubei, China. Namun, posisi China sebagai global hub untuk manufaktur dan perdagangan membuat arus mobilitas barang, jasa, dan manusia yang masuk dan keluar dari dan ke China dalam skala internasional begitu besar.
ADVERTISEMENT
Data menunjukkan bahwa China merupakan negara paling dominan dalam perdagangan internasional dengan total nilai ekspor US$32 miliar dan US$253 miliar untuk nilai impor (OEC, 2022). Lebih lagi, China saat ini merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia berdasarkan PDB yang mencapai US$14,732 triliun pada 2020 (Bank Dunia, 2022) dan terbesar pertama di dunia berdasarkan PPP (purchasing power parity) yang mencapai US$24,283 triliun pada 2020 (Bank Dunia, 2022).
Hal tersebut kemudian mendorong terjadinya penularan lintas batas negara dalam skala internasional. Dalam jangka waktu yang relatif singkat penularan kasus telah mencapai negara tetangga di kawasan Asia Timur, kemudian disusul negara-negara di kawasan Pasifik, lalu negara-negara di Eropa, Amerika Utara, Afrika hingga pada akhirnya menjangkau hampir seluruh bagian dunia. Krisis yang sebelumnya hanya wabah perkotaan kemudian berubah menjadi krisis kesehatan skala global. Hal ini kemudian mendorong hadirnya kekacauan dalam perdagangan internasional baik dalam aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi. Akhirnya krisis kesehatan ini secara cepat beralih menjadi krisis ekonomi yang pada akhirnya bermuara pada krisis multidimensional.
ADVERTISEMENT
Krisis multidimensional ini kemudian menghadirkan dampak yang begitu luas karena sifatnya yang eksponensial. Studi dari Indiahono (2021) menemukan bahwa pandemi covid-19 memunculkan berbagai permasalahan bidang kesehatan seperti manajemen limbah medis, keselamatan kerja tenaga medis, hingga manajemen asuransi medis. Kemudian, Studi dari Gibson dan Olivia (2020) bahkan menemukan bahwa pandemi covid-19 berpotensi memberikan pengaruh negatif terhadap pendapatan baik jangka pendek maupun jangka panjang hingga penurunan angka harapan hidup.
Lebih jauh, studi dari Ali, Asaria, dan Stranges (2020) menemukan bahwa kelompok-kelompok marjinal seperti etnis minoritas, kelompok yang tertinggal secara sosial-ekonomi (socio-economically disanvantaged), serta kelompok lanjut usia merupakan kelompok yang paling dirugikan oleh pandemi. Hal ini menambah kompleksitas dalam hal dampak yang ditimbulkan oleh pandemi covid-19 karena adanya ketimpangan dalam hal dampak yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Spesifik untuk Indonesia, Studi dari Suryahadi, Izzati, dan Suryadharma (2020) misalnya memproyeksikan bahwa pandemi covid-19 berpotensi menaikkan angka kemiskinan di Indonesia menjadi 9,7% (skenario terbaik) hingga 16,6% (skenario terburuk). Belum lagi dampak yang ditimbulkan pada sektor industri yang tak kalah merugikan. Studi dari Olivia, Gibson, dan Nasrudin (2020) menemukan bahwa sektor produksi mengalami tekanan yang dalam akibat pandemi, terutama untuk agrikultur dan pertambangan, transportasi dan pergudangan, serta akomodasi dan restoran.
Bagi Indonesia, tekanan pada sektor produksi ini tentu sangat berdampak. Misalnya saja, salah satu sektor produksi yaitu manufaktur tidak mampu berproduksi secara optimal akibat adanya pembatasan mobilitas dan pemberlakuan skema bekerja dari rumah. Padahal sektor manufaktur yang menyumbang 19,88 persen dari total PDB tahun 2020 (Statista, 2021).
ADVERTISEMENT
Berbagai negara di dunia kemudian berusaha menghadapi pandemi secara all out (berbagai instrumen kebijakan digunakan) dan at any cost (dengan biaya sangat besar sekalipun). Banyak negara kemudian mengambil kebijakan peningkatan defisit anggaran secara besar-besaran untuk perang melawan pandemi ini. Amerika Serikat menaikkan defisit anggaran menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah pada 2020 yaitu mencapai 3,13 triliun dolar AS (Associated Press, 2021). Jerman juga mengalami lonjakan besar defisit anggaran pada 2020 yang mencapai 189,2 miliar euro padahal pada 2019 mengalami surplus anggaran 45,2 miliar euro (DW, 2021). China pada 2020 juga mengalami kenaikan pengeluaran fiskal yang mencapai 24,63 triliun yuan (Bloomberg, 2022).
Indonesia sendiri pada 2020 mengalami kontraksi sangat dalam pada sisi penerimaan negara dan peningkatan sangat tinggi pada belanja negara. Indonesia sendiri mengambil langkah yang tidak kalah ekstrem dengan menaikkan defisit anggaran terhadap PDB hingga mencapai lebih dari 6 persen pada 2020. Padahal peraturan perundang-undangan yang berlaku membatasi rasio defisit anggaran terhadap PDB harus kurang dari 3 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan RI (2021), pada 2020 defisit anggaran mencapai 947,6 triliun rupiah, pendapatan negara turun 15,9 persen, dan belanja negara naik 12,3 persen. Tantangan besar berikutnya adalah karena adanya ketimpangan kapasitas fiskal untuk mendukung upaya pemulihan antara negara maju, berkembang, dan miskin. UNCTAD (2022) dalam publikasinya menemukan bahwa rata-rata negara maju membelanjakan 30 persen dari PDB untuk pemulihan paska pandemi sementara negara berkembang hanya 5 persen dan negara miskin hanya 1 persen.
Kehadiran pandemi covid-19 menjadi sebuah tantangan besar sekaligus pembelajaran berharga bagi Indonesia secara khusus maupun negara lain di penjuru dunia secara umum. Tantangan besar ini meliputi tantangan selama pandemi maupun tantangan dalam masa pemulihan paska pandemi. Tantangan selama pandemi meliputi melonjaknya kebutuhan akan biaya penanggulangan pandemi yang disertai dengan anjloknya kapasitas anggaran negara akibat lumpuhnya aktivitas ekonomi. Selain itu, kehadiran pandemi covid-19 juga memberikan pembelajaran berharga karena dari implementasi berbagai kombinasi instrumen kebijakan untuk mengatasi pandemi. Berbagai negara dapat belajar tentang bagaimana suatu instrumen kebijakan dapat dijalankan berdampingan dengan instrumen kebijakan lainnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pandemi ini menghadirkan tantangan dalam masa pemulihan yang perlu dilakukan. Tantangan besar dalam masa pemulihan dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, agenda besar kebijakan kedepannya adalah bagaimana mendorong collective action agar tercapai pemulihan paska pandemi yang merata secara global.
Daftar Pustaka
Ali, Shehzad., Asaria, Miqdad., Stranges Saverio. (2020). Covid-19 and Inequality: are we all in this together?. Kanada: Canadian Journal of Public Health.
AP News. (2021). US budget deficit hits $2.77 trillion in 2021, 2nd highest. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://apnews.com/article/business-economy-government-spending-financial-crisis-14dab966ccfab3e22c5f4095f84542fa>
Bloomberg. (2022). China’s public spending growth weakest in nearly two decades. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-01-25/china-s-government-spending-growth-weakest-in-nearly-two-decades>
DW. (2022). COVID pandemic pushes Germany to largest deficit since reunification. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
ADVERTISEMENT
<https://www.dw.com/en/covid-pandemic-pushes-germany-to-largest-deficit-since-reunification/a-57118164>
Indiahono, D. (2021). Public issues in waste affairs in the pandemic era as a challenge for agile bureaucracy. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 896, No. 1, p.012081). IOP Publishing.
Ministry of Finance of the Republic of Indonesia. (2021). Pandemi Covid-19 mempengaruhi kinerja APBN 2020. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pandemi-covid-19-mempengaruhi-kinerja-apbn-2020/#:~:text=Sementara%2C%20realisasi%20belanja%20negara%20pada,desa%20sebesar%20Rp762%2C5%20triliun>
OEC. (2022). China. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://oec.world/en/profile/country/chn#:~:text=About,-%23permalink%20to%20section&text=Overview%20In%20November%202021%20China,%24191B%20to%20%24253B>
Olivia, Susan., Gibson, John., Nasrudin Rus’an. 2020. Indonesia in the Time of Covid-19. Jakarta: Bulletin of Indonesian Economic Studies.
Statista. (2021). Contribution to GDP Indonesia 2020, by industry. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://www.statista.com/statistics/1019099/indonesia-gdp-contribution-by-industry/>
Suryahadi, Asep., Al Izzati, Ridho., Suryadarma, Daniel. 2020. Estimating the Impact of Covid-19 on Poverty in Indonesia. Jakarta: Bulletin of Indonesian Economic Studies.
ADVERTISEMENT
World Bank. (2022). GDP (current US$) - China. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?locations=CN>
World Bank. (2022). GDP, PPP (current international $) - China. [online] diakses pada 23 Maret 2022, melalui
<https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.PP.CD?locations=CN>