Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketika Kota Malang Darurat Keluhan
19 Desember 2023 17:49 WIB
Tulisan dari Sri Hartanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kebetulan, saya lahir dan tumbuh besar di Malang. Malang yang dikenal dengan kota bunga dan kota pendidikan ini, menyimpan ribuan memori indah terpatri dalam hati. Nuansa sejuk yang roman, suhu yang nyaman, minim urakan, mudahnya akses pendidikan, perekonomian yang jalan, murahnya jajan dan pangan, minim kemacetan, normalnya kepadatan massa kendaraan, penduduk lokal yang ringan tangan, tampan dan rupawan, wesss, seolah Tuhan menciptakan Malang sebagai tempat ideal untuk hidup damai berdampingan.
Bukan tak bersyukur, bukan. Nyatanya, kini Malang penuh dengan kesumpekan. Mari, saya ceritakan.
Kesumpekan Jalanan
Bagaimana tidak?, baru saja keluar, melihat kemacetan jalan, terkadang seperti melihat semut yang awut - awutan, diselingi melihat korban laka lata dijalan. Titik - titik wira - wirinya mahasiswa dan pekerja memang menjadi primadona, apalagi di jam - jam emasnya. Contohnya, kawasan Tlogomas - Dinoyo, kawasan Muharto, Kedungkandang, dsb.
ADVERTISEMENT
Rekayasa lalu lintas belum mampu mengatasi kemacetan. Belum lagi, tidak adanya filter antara mana jalur bagi kendaraan kecil dan besar ditengah penuhnya kota ini dengan mahasiswa rantau yang membawa kendaraan pribadi masing - masing, menambah hiruk - pikuk kasus LLAJ yang juga banyak memakan korban.
Kondisi dijalan seperti pelangi, ada kendaraan pribadi, kendaraan korporasi untuk distribusi dan rekreasi, ojek konvensional, taksi, angkutan online, maupun angkutan umum alias angkot. Ketika semuanya bercampur menjadi satu dan bersahut - sahutan dijalanan kota Malang, ohh coba bayangkan. Iya tahu, semua kemacetan ini terjadi karena mereka sedang berjuang mencari sesuap nasi dan mengubah nasib lewat studi. Tapi, begitulah yang saya rasa, kesumpekan dijalan.
Sedangkan kata Dishub, kemacetan di kota Malang sudah mendekati titik jenuh per Agustus 2023. Menurut catatannya, volume kepadatan lalu lintas di kota Malang mempengaruhi nilai derajat kejenuhan diruas jalan, yakni 0,88. Angka ini mepet mendekati nilai maksimal titik jenuh, yakni 1. [1] Lebih mencengangkan lagi, baru - baru ini Kepala Dishub Kota Malang menyatakan bahwa tingkat kemacetan di Kota Malang sudah melewati titik jenuh di angka 1,37. Salah satu ruas jalan yang melewati titik jenuh itu berada di persimpangan Mergan dan Jalan Raya Langsep, dengan tingkat kejenuhan di angka 1,7 per 12 Desember 2023. [2] Lebih lanjut, kata INRIX, perusahaan analisis data lalu lintas asal AS, Malang adalah kota ke - 4 termacet di Indonesia menyusul Surabaya, Jakarta, dan Denpasar pada 2022. [3]
ADVERTISEMENT
Kriminalitas hingga Darurat Bundir Bikin Waswas
Bicara soal kriminalitas di kota Malang, oh tentu pernah saya rasakan. Didekati penipu didalam angkot yang mengaku anak lawyer? pernah. Jadi korban kekerasan seksual nonfisik dengan modus kaw kiw kaw kiw, assalamualaikum, dan siulannya? pernah, bahkan beberapa kali terjadi di dalam area kampus. Tetiba dimintai nomor whatsapp oleh pemuda random saat sedang enak - enaknya menikmati tarian segerombol burung yang terbang melingkar di alun - alun kota? pernah, untung tidak dikuntit. Teman - teman mahasiswa yang merantau ke kota Malang, motor dicuri? banyak. Pemilik warung kopi, alat - alat kopi dicuri? ada juga.
Dalam kasus yang lebih serius, kriminalitas di kota Malang saat ini meresahkan dan memberikan efek kengerian, sehingga terkesan bahwa kota Malang saat ini bukan lagi kota yang aman --meski masih cenderung lebih aman dibanding kota penuh mahasiswa lainnya--. Padahal, dengan branding kota pendidikan, harusnya kota ini mampu menyediakan ruang yang aman dan kondusif bagi kegiatan belajar mengajar. Menghempaskan kriminalitas yang dapat mendistraksi, memberikan rasa aman bagi mahasiswa rantau hingga warganya sendiri. Justru dengan meningkatnya angka kriminalitas di kota Malang, [4] dapat menurunkan nilai jual kota ini, barangkali ada yang ingin mengenyam studi disini, tapi tak jadi karena ngeri?, bisa jadi.
ADVERTISEMENT
Sebut saja yang terjadi --di yurisdiksi kota Malang-- belakangan, kasus dugaan pembunuhan DAL, 18 tahun, mahasiswi UM yang ditemukan tewas di kamar kosnya Jalan Sumbersari, dalam keadaan bersimbah darah dengan luka tusuk di bagian dada, pada 22 Desember 2022, yang hingga kini belum ada titik terang. [5] Kasus temuan mayat HS, laki - laki 30 tahun, di Sungai Bango, Blimbing, yang ternyata merupakan korban pembunuhan yang terjadi pada 10 Februari 2023. [6] Penusukan AW, laki - laki 24 tahun, di Jembatan Araya Kota Malang pada 1 Juni 2023, yang dinyatakan tewas saat dibawa ke rumah sakit. [7] Pengeroyokan, penganiayaan, dan pembunuhan KM, 24 tahun, mahasiswa Unitri Malang pada 25 Juni 2023, yang ditemukan tewas bersimbah darah dibelakang kampus UMM. [8] Penemuan mayat Mbah Madi, 70 tahun, pengamen laki - laki tua yang ditemukan bersimbah darah didepan ruko Kelurahan Kebonsari pada 29 November 2023, yang ternyata merupakan korban pembunuhan. [9]
ADVERTISEMENT
Selain itu, akhir - akhir ini di yurisdiksi kota Malang juga banyak kasus bundir, diantaranya kasus AR, mahasiswa UB, 29 tahun yang bundir dengan gantung diri dirumah kontrakannya, Jalan Monginsidi, Kecamatan Klojen, pada 6 September 2022. [10] Kasus HM, laki - laki 33 tahun, yang bundir dengan gantung diri dirumahnya, Jalan Batu Amaril, Kecamatan Blimbing, pada awal April 2023. [11] Kasus TJS, siswa SMK, 18 tahun, yang bundir dari atas jembatan Soekarno Hatta pada 26 Mei 2023. [12] Kasus FF, mahasiswi Unitri, 23 tahun, yang bundir dengan gantung diri dikosannya, Jalan Telaga Warna, Kecamatan Lowokwaru, pada 24 Juni 2023. [13] Kasus NAD, siswi SMAN, 16 tahun yang bundir dengan gantung diri dikamarnya, Kecamatan Kedungkandang, pada 13 September 2023. [14] Hingga kasus LS, perempuan 24 tahun yang bundir dari atas lantai 12 gedung F Filkom UB, pada 14 Desember 2023. Belum lagi yang termasuk percobaan bundir, dimana jumlahnya tak terdeteksi secara pasti. [15] [16] [17] [18]
ADVERTISEMENT
Banyaknya kasus bundir ini menunjukkan bahwa saat ini kota Malang darurat bundir, sehingga perlu penanganan yang tepat untuk mengatasi ini. Pemasangan pagar pembatas di Jembatan Suhat --belum rampung-- memang hanya antisipasi, namun bukan solusi. Toh, saat 1 spot bundir ditutup, masih terbuka kemungkinan spot - spot lain. Lebih penting, perlu edukasi untuk mengatasi mental health issue, trauma healing, dsb.
Data BPS kota Malang menunjukkan bahwa ada 4 jenis kasus yang paling banyak dilaporkan, didominasi oleh : [19]
ADVERTISEMENT
Peradaban Angkutan Umum yang Beku dan Tak Direvitalisasi
Angkot tak banyak dilirik lagi oleh warga kota Malang sebagai moda transportasi mobilitas mereka. Tak seperti dulu, kini peradaban angkot seolah telah beku. Beberapa alasannya karena angkotnya sudah butut, jalannya lama, terlalu banyak ngetem, cara berkendara supir yang barbar, belum lagi supir angkot yang suka semau gue dalam menarik tarif, serta trayek yang tidak fleksibel mengikuti destinasi penumpang. Walhasil, warga lebih tertarik membawa kendaraan pribadi, atau setidaknya naik angkutan online. Hal yang sama juga berlaku bagi mahasiswa rantau, siapa yang mau naik angkot dengan kondisinya yang tak direvitalisasi secara kompleks seperti sekarang ini?. Setidaknya tawaran diskon naik angkutan online lebih menggiurkan dan worth it ketimbang naik angkot yang kondisinya tak terawat, lambat, dan bikin telat.
ADVERTISEMENT
Eksistensi angkot di kota Malang antara ada dan tiada, ia ada dan tetap beroperasi meski dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding sebelumnya, namun tak banyak yang melirik. Kabid Angkutan Dishub Kota Malang mencatat bahwa dari 1.669 angkot yang tersebar di 25 trayek, ada 589 angkot yang sudah tak beroperasi per Oktober 2023. [20]
Namun menjadi dilematis, sebab jika angkot disuntik mati, maka sama saja dengan mengamini tiap warga, termasuk bejibun mahasiswa dan pekerja untuk membawa kendaraan pribadi masing - masing atau setidaknya naik angkutan online, yang berujung pada masifnya peningkatan kepadatan massa kendaraan alias macet dan stres dijalanan kota Malang. Lagipula, tak semua warga mampu membeli kendaraan pribadi, dan tak semua warga bisa utak - atik aplikasi untuk memesan kendaraan online. Angkot tetap dihati bagi pangsa pasarnya sendiri, yakni warga yang gaptek utak - atik aplikasi, tak punya kendaraan pribadi, belum memiliki izin mengemudi, dan mengincar tarif paling murah diantara opsi kendaraan pengangkutan lainnya.
ADVERTISEMENT
Membludaknya Mahasiswa Jadi Tantangan
Kota Malang adalah tempat bergumulnya banyak perguruan tinggi, Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang (UM), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN), Universitas Merdeka Malang (Unmer), Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), UIN Maulana Malik Ibrahim, Politeknik Negeri Malang (Polinema), dan banyak perguruan tinggi lainnya.
Ketika semua perguruan tinggi ini tiap tahunnya memperbesar kuota penerimaan mahasiswa, maka populasi manusia di kota Malang menjadi membeludak. Meski asumsinya hanya sementara, yang diasumsikan sampai mereka lulus, namun itu pun tiap tahunnya secara ajeg akan tetap memperbesar kuota penerimaan mahasiswa. Situasi ini memang menjadi peluang yang mendatangkan cuan bagi perguruan tinggi tersebut, dan turut berkontribusi meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar. Sebab banyaknya mahasiswa ini membawa berkah bagi land lord, juragan kos - kosan dan kontrakan, pengusaha kopi dan fotocopy, pedagang kaki lima, kampung yang menjadi wisata destinasi, penjoki skripsi, florist wisuda, pengusaha penginapan, driver angkutan online dan taksi, supir angkot, sampai penjual es batu, juru parkir dan kroni - kroninya, yang berhilir pada pemasukan kas Pemda Kota Malang juga. Tak hanya Kota Malang, bahkan wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu juga tersenggol berkah dari membeludaknya mahasiswa yang mengenyam pendidikan dikampus Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Sebut saja testimoni driver grab bike, yang percakapannya dengan saya kurang lebih begini,
Setelah saya gali lebih dalam, ternyata benar, membeludaknya mahasiswa di Malang menjadi peluang yang mendatangkan cuan bagi driver angkutan online juga. Bahkan, driver grab bike yang satu ini sempat nyeletuk,
ADVERTISEMENT
Tapi, menjadi tantangan juga. Terkadang saya berpikir,
Bagaimana tidak, tantangan dari semakin membeludaknya massa kendaraan dijalan, sebab tiap mahasiswa membawa kendaraan pribadi masing - masing. Bahkan jalanan didalam kampus sendiri riuhnya bagai jalan raya, jarang ditemui mahasiswa jalan kaki, semua naik kendaraan pribadi, parkir penuh dikanan - kiri, jalan pun beralih fungsi, fasilitas sepeda listrik untuk mewujudkan kampus ramah lingkungan hanya teori, jalanan didalam kampus sampai sulit diseberangi bagi si pejalan kaki, --meski itu hanya terjadi dimusim perkuliahan--
Kota Malang Krisis Identitas
Sebut saja area Kayutangan, yang dibuat secara jelas meniru malioboro. Utak - atik pemkot yang menambah lampu - lampu hias konsep heritage yang menjadi identitas Jogja itu, kata Kepala DLH Kota Malang, menghabiskan anggaran sekitar Rp. 1,4 M. [21] Iya bagus, ini dapat menjadi salah satu opsi destinasi baru untuk healing dan membuka ruang usaha di area Kayutangan, entah untuk usaha perkopian, angkringan, ragam jajan dan kulineran, lukisan, live music, hingga jasa spot foto vibes veteran yang tarifnya seikhlasnya.
ADVERTISEMENT
Pengunjung bisa menikmati, meski sambil geleng - geleng dalam hati,
Akankah nanti Kayutangan jadi imitasi super dari Malioboro, yang juga menghadirkan kembali dokar, becak sepeda, dan sesekali mengadakan pagelaran wayang kulit?, barangkali. Padahal, Jogja ya Jogja, Malang ya Malang. Keduanya punya local wisdom, historis, geografis, dan filosofis yang berbeda, sehingga memunculkan identitas yang berbeda pula. Jadi, apa benar sudah dilakukan kajian historis arsitektural tata wilayah kota secara detail dan holistis sebelum pembangunan dilaksanakan?.
Sebut saja jejeran lampu - lampu hias berkonsep heritage disepanjang Jalan Besar Ijen, yang jarak antar pemasangannya terlalu dekat, justru membuat pandangan sesak dan menutupi keindahan orisinil taman, membuat tampilannya tak proporsional, seolah vegetasi ditaman adalah panorama sekunder yang pesonanya dikalahkan oleh bejibun lampu hias sebagai pemeran utamanya. Lagi - lagi, tak ada identitas Malang yang disematkan. Pengalaman yang memorable, pernah suatu ketika saya naik angkot yang trayeknya melewati Jalan Besar Ijen pasca direvitalisasi, kemudian ada 1 mahasiswi --sepertinya jurusan arsitektur-- salah satu PTN kota Malang, yang dengan bahasa ilmiahnya nyeletuk ke temannya kurang lebih begini,
ADVERTISEMENT
Yang artinya kurang lebih seperti ini,
Padahal, kabarnya untuk proyek yang satu ini, pemkot telah memakan anggaran sekitar Rp. 3,2 M. [22]
Satu lagi, sebut saja revitalisasi taman area tugu Malang, yang diantaranya termasuk juga menghadirkan lampu - lampu hias dengan model yang hampir serupa dengan lampu - lampu di Kayutangan, memang estetik tapi mengaburkan karakteristik. Sebab, secara historis - arsitektural, langgam kota Malang adalah nieuw bowen, alias khas kolonial, bukan langgam keraton layaknya Malioboro. [23] Padahal untuk revitalisasi yang satu ini, pemkot sudah menggelontorkan anggaran sampai Rp. 5,3 M. [24] Belum lagi, rencana pemindahan jam kota atau Stadsklok, cagar budaya di simpang tiga depan PLN atau Jalan Jenderal Basuki Rahmat --dibatalkan-- makin membuat geleng - geleng kepala.
ADVERTISEMENT
Fenomena Juru Parkir Jelangkung hingga Juru Parkir Kurang Ajar
Malang kota parkir?, labelling itu tak sepenuhnya salah. Sebab, tiap space di kota Malang, pasti tersedia juru parkir, meski hanya berjarak 5 meter.
Nyatanya, memang banyak orang yang berprofesi sebagai juru parkir di kota Malang, tentu dengan berbagai macam kategori. Ada yang profesional, responsif, dan ringan tangan. Untuk kategori yang satu ini, saya rela merogoh kocek Rp. 2000 atas jasanya.
Ada jukir yang datang tak diundang, muncul tak diharapkan. Alias tidak ada ketika kita datang, tetiba muncul ketika kita akan pulang, entah darimana asal kemunculannya itu. Setelah duit didapat, kembali hilang dalam sekelebat, saya pun sambat. Sudah dibayar, tak membantu apapun pula. Untuk kategori yang satu ini, masuk kategori jukir jelangkung atau jukir gaji buta, yang sepertinya perlu diberi pelatihan atau sertifikasi agar menjadi jukir handal dan profesional. Jukir yang satu ini banyak dikeluhkan warga.
ADVERTISEMENT
Belum lagi jukir kategori pungli, padahal sudah secara jelas tertulis itu area bebas parkir, tetap saja dimintai Rp. 2000, itu sudah masuk pemerasan namanya. Sebut saja jukir yang nongol di alfamart atau indomaret.
Ada juga kategori jukir kurang ajar, rela melakukan apa saja agar setoran duit lancar. Ini pengalaman kakak saya di tahun 2017-an, kedua ban sepeda gowesnya dirobek oleh oknum jukir kurang ajar. Meski tau siapa pelakunya, tetap dibawa santai saja. Dibawalah sepedanya, berjalan menenteng lalu melewati oknum jukir itu. Ia bersandiwara tak tahu dan innocent, hingga akhirnya kakak saya harus menenteng sepeda gowes terus sambil berjalan kaki ke arah pulang yang jaraknya hampir 10 km --dianggap olahraga--. Kuasa Tuhan, setelah setengah perjalanan bertemu warga yang metenteng ingin menolong.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari kuasa Tuhan mempertemukan kakak saya dengan penolong yang diturunkan-Nya, tapi jukir kategori kurang ajar ini sungguh merugikan. Hanya karena tak terima cerdasnya akal kakak saya untuk menghindari penggunaan jasa jukirnya, --memarkir dilahan kosong, mengaitkan dan mengunci sepedanya dipagar-- ia rela merobek kedua ban sepeda gowes milik orang lain.
Kerontang Musim Kemarau
Musim kemarau berkepanjangan tahun ini membuat saya berpikir,
Bagaimana bisa tetap disebut sebagai kota dingin?, suhu di Malang saja bisa mencapai 34°C. Peningkatan suhu di Malang ini tak hanya saya rasakan ditahun ini saja, tapi sudah dari tahun - tahun sebelumnya, meski ekstrimnya dirasakan pada saat musim kemarau 2023 kemarin.
ADVERTISEMENT
Air Jadi Sumber Bencana
ADVERTISEMENT
Konon, hujan di kota Malang seromantis dan secandu itu. Tapi realitanya tidak se-estetik itu. Ketika musim penghujan datang, hujan turun deras dengan angin kencang, kadang disertai es, pohon tumbang dimana - mana, tanggul rusak dan jebol, sampah berserakan memenuhi jalan pasca hujan, dan lagi semua itu bisa sampai memakan korban jiwa.
Sebut saja banjir yang berlangganan terjadi di Suhat, Veteran, Galunggung, bahkan baru - baru ini juga sampai menggenangi tempat parkir basement mall Matos, dan ruang tunggu stasiun Malang Kota Baru.
Meski beberapa poin diatas tampak seperti masalah klasik, tapi toh nyatanya sekarang kondisinya semakin parah. Sehingga sangat penting untuk bisa dicegah, dikendalikan, dan ditanggulangi. Apakah kota Malang butuh 'superhero' untuk menyelesaikan semua PR nya ini? butuh. Tapi, kita juga perlu refleksi diri. Apakah tindakan kita sudah berkontribusi untuk meminimalkan PR kota Malang ini?. Karena untuk merawat sebuah kota, butuh kerjasama dari semua spektrum. Pemkot dan DPRD kota Malang misalnya, yang harus menjalankan fungsi check and balances secara substantif, bekerja di ranah kebijakan sedemikian rupa untuk tidak mengurangi --bahkan menambah-- ruang terbuka hijau dan manajemen drainase kota yang terintegrasi. Warga misalnya, yang tidak membuang sampah semau - maunya, dsb. Tanpa bermaksud untuk menyudutkan pihak manapun juga, baik pemimpin kota dan kroni - kroninya ataupun warga, tapi marilah kita refleksi dan bekerjasama secara strategis dan kolektif untuk kota Malang yang lebih baik.
ADVERTISEMENT