Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Gangguan Tidur di Kalangan Pekerja: Apakah Work-Life Balance Sudah Hilang?
30 April 2025 18:51 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Sri Nurmasita (K011221050) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bayangkan pulang kerja larut malam, tubuh lelah, tapi pikiran masih berputar memikirkan tenggat waktu besok. Pagi tiba, Anda bangun dengan tubuh lesu dan pikiran berkabut. Jika ini terasa familiar, Anda tidak sendiri. Di Indonesia, satu dari tiga pekerja di kota besar tidur kurang dari enam jam sehari karena tekanan kerja. Gangguan tidur kini menjadi “epidemi senyap” di kalangan pekerja, merusak kesehatan, produktivitas, dan yang paling penting keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi (work-life balance). Apakah keseimbangan ini benar-benar telah hilang? Mari kita telusuri penyebab, dampak, dan solusi dari lonjakan gangguan tidur ini.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Gangguan Tidur dan Mengapa Pekerja Rentan?
Gangguan tidur bukan sekadar sulit tidur semalaman. Ini mencakup berbagai kondisi, seperti insomnia (sulit tidur atau tetap tidur), Shift Work Sleep Disorder (SWSD, gangguan tidur akibat kerja shift), hingga sleep apnea (pernapasan terhenti saat tidur). Studi dalam Sleep Science (2021) menemukan bahwa 32% pekerja shift malam mengalami SWSD, ditandai dengan insomnia atau kantuk berlebihan saat bekerja. Di Indonesia, penelitian lokal seperti pada perawat di RSUD Cibabat (2014) menunjukkan bahwa gangguan tidur umum terjadi akibat stres kerja dan lingkungan yang tidak mendukung.
Pekerja rentan terhadap gangguan tidur karena beberapa alasan. Pertama, jadwal kerja tidak teratur, seperti shift malam yang dialami dokter, perawat, atau pekerja logistik, mengacaukan ritme sirkadian jam biologis tubuh yang mengatur siklus tidur-bangun. Kedua, stres kerja akibat tenggat waktu, target, atau konflik di tempat kerja membuat pikiran sulit “mematikan” mode kerja saat malam. Ketiga, kebiasaan buruk seperti minum kopi berlebihan atau menatap layar ponsel sebelum tidur memperburuk kualitas tidur. Terakhir, kurangnya work-life balance membuat pekerja sulit menemukan waktu untuk relaksasi atau tidur yang cukup. Survei AIA Berhad di Malaysia (2019), yang relevan untuk konteks Indonesia, menyebutkan 53% pekerja tidur kurang dari tujuh jam sehari, dan 51% di antaranya mengalami tekanan kerja tinggi.
ADVERTISEMENT
Hubungan Gangguan Tidur dan Hilangnya Work-Life Balance
Work-life balance adalah kemampuan untuk menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi, seperti waktu untuk keluarga, hobi, atau istirahat. Namun, di era modern, batasan antara kerja dan kehidupan pribadi semakin kabur. Pekerja shift malam, misalnya, sering kali tidur di siang hari dengan kualitas buruk karena kebisingan atau cahaya matahari. Pekerja work-from-home (WFH) pun tidak luput, studi di Jabodetabek (2021) menemukan bahwa kelelahan dan konsumsi kafein berlebih saat WFH berkontribusi pada tidur buruk. Banyak pekerja WFH menjawab email tengah malam atau bekerja hingga larut, menghilangkan waktu untuk bersantai.
Stres kerja juga memperparah masalah. Penelitian dalam Journal of Occupational Health Psychology (2025) menunjukkan bahwa pekerja dengan kualitas tidur buruk 37% lebih mungkin mengalami kelelahan emosional, yang merusak work-life balance. Ketika tidur terganggu, pekerja kehilangan energi untuk menikmati waktu bersama keluarga atau menekuni hobi. Sebaliknya, kurangnya waktu untuk kehidupan pribadi meningkatkan stres, yang kembali mengganggu tidur. Ini menciptakan lingkaran setan: kerja mengganggu tidur, tidur buruk mengganggu kerja, dan kehidupan pribadi terabaikan.
ADVERTISEMENT
Dampak Gangguan Tidur pada Pekerja
Gangguan tidur bukan hanya soal mata panda atau ngantuk di kantor. Dampaknya jauh lebih serius:
Kesehatan Fisik: Kurang tidur meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, obesitas, dan melemahkan sistem imun. Pekerja yang tidur kurang dari enam jam sehari berisiko 20% lebih tinggi terkena hipertensi, menurut studi global.
Kesehatan Mental: Insomnia terkait erat dengan depresi, kecemasan, dan burnout. Pekerja yang kurang tidur sering merasa mudah marah atau sulit mengelola emosi.
Produktivitas dan Keselamatan: Kurang tidur menurunkan konsentrasi, memori, dan kemampuan pengambilan keputusan. Pekerja shift malam, seperti sopir truk atau operator mesin, berisiko mengalami microsleep atau tertidur beberapa detik tanpa sadar yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Di Indonesia, kasus kecelakaan kecil akibat kantuk sering dilaporkan pada pekerja shift malam di sektor transportasi.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, seorang perawat di rumah sakit Jakarta pernah berbagi pengalaman: setelah shift malam selama tiga hari berturut-turut, ia hampir memberikan dosis obat yang salah karena kelelahan dan kurang tidur. Untungnya, kesalahan itu dicegah, tetapi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak gangguan tidur.
Solusi untuk Mengatasi Gangguan Tidur dan Mengembalikan Work-Life Balance
Meski tantangannya besar, gangguan tidur bisa diatasi dengan langkah nyata di tingkat individu dan tempat kerja. Berikut solusi yang bisa diterapkan:
Solusi Pribadi
Sleep Hygiene: Tetapkan jam tidur konsisten, bahkan di akhir pekan. Ciptakan lingkungan tidur ideal: gelap, tenang, dan sejuk (suhu 20–22°C). Hindari kafein enam jam sebelum tidur dan batasi screen time satu jam sebelum tidur.
Manajemen Stres: Coba teknik relaksasi seperti meditasi 5–10 menit atau pernapasan dalam sebelum tidur. Terapi perilaku kognitif (CBT) terbukti efektif untuk mengatasi insomnia kronis.
ADVERTISEMENT
Konsultasi Medis: Jika menduga ada sleep apnea (mendengkur keras, napas terhenti saat tidur), konsultasikan ke dokter untuk pemeriksaan seperti polisomnografi. Alat seperti CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) dapat membantu penderita sleep apnea.
Solusi di Tempat Kerja
Penyesuaian Jadwal Shift: Batasi shift malam berturut-turut (maksimal 2–3 hari) dan beri waktu istirahat cukup. Terapkan rotasi shift maju (pagi ke malam) untuk meminimalkan gangguan ritme sirkadian.
Program Kesehatan: Adakan pelatihan tentang pentingnya tidur dan sleep hygiene untuk karyawan. Sediakan fasilitas seperti ruang istirahat yang nyaman untuk pekerja shift.
Batasan Kerja yang Jelas: Dorong budaya “tanpa email kerja” setelah jam kerja, terutama untuk pekerja WFH. Tetapkan ekspektasi realistis untuk mencegah tekanan berlebih.
Peran Teknologi
ADVERTISEMENT
Gunakan aplikasi pelacak tidur seperti Sleep Cycle atau perangkat wearable (misalnya, smartwatch) untuk memantau pola tidur. Data ini membantu Anda mengenali kebiasaan yang mengganggu tidur dan membuat perubahan yang tepat.
5 Kebiasaan Tidur Sehat untuk Pekerja Sibuk
1. Tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari.
2. Hindari kopi atau teh setelah pukul 16.00.
3. Matikan ponsel atau gunakan mode do not disturb satu jam sebelum tidur.
4. Lakukan relaksasi singkat, seperti membaca buku atau mendengarkan musik instrumental.
5. Pastikan kasur dan bantal nyaman untuk mendukung tidur berkualitas.
Gangguan tidur di kalangan pekerja bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga cerminan hilangnya work-life balance di era modern. Tekanan kerja, jadwal tidak teratur, dan kebiasaan buruk menciptakan lingkaran setan yang merusak kesehatan, produktivitas, dan kebahagiaan. Namun, dengan langkah sederhana seperti menjaga sleep hygiene, mengelola stres, dan dukungan dari tempat kerja, pekerja bisa tidur lebih nyenyak dan hidup lebih seimbang.
ADVERTISEMENT
Mulailah dari hal kecil: coba matikan ponsel satu jam sebelum tidur malam ini atau diskusikan jadwal kerja yang lebih manusiawi dengan atasan Anda. Tidur yang baik bukan kemewahan, melainkan kebutuhan untuk menjalani hidup yang lebih produktif dan bahagia. Bersama, individu, perusahaan, dan masyarakat dapat membangun budaya yang menghargai tidur dan keseimbangan hidup. Jadi, kapan Anda mulai tidur lebih baik?
Sri Nurmasita, mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin