Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Perempuan dan Pendidikan
25 Mei 2022 17:59 WIB
Tulisan dari SRI RAHAYU tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era milenial, perempuan kerap kali dituntut untuk bisa melakukan apa pun. Dari mulai menjadi ibu rumah tangga hingga bekerja di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Banyak pula masalah yang mendera perempuan. Seperti kesetaraan gender, di mana upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Atau hak untuk menempuh pendidikan yang dibatasi.
Lalu apa tujuan Dewi Sartika (Pahlawan Indonesia) memperjuangkan hak perempuan untuk belajar dan membuat sekolah khusus perempuan? Jika bukan karena pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Dyna Meilani, adalah salah satu perempuan yang menganggap bahwa perempuan membutuhkan pendidikan. Meskipun tetangga rumahnya berpendapat bahwa perempuan tak perlu berpendidikan, toh nantinya juga ngurus anak, suami, dan masak di dapur.
Ia membantah pendapat itu dan ingin membuktikan bahwa anggapan tetangganya adalah kurang tepat. Kalaupun harus masak di dapur, dapur yang bagaimana dulu?
Menurutnya, seorang perempuan akan menjadi sosok ibu di kemudian hari. Jika sudah memainkan peran pendidikan dalam kehidupan, berarti akan siap untuk membuat generasi selanjutnya menjadi penerus yang sukses.
ADVERTISEMENT
Senada dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, “Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya."
Kendati demikian, perempuan yang akrab disapa Mei itu menempuh pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berhubung tinggal di asrama putri, ia juga harus menuntut ilmu di pesantren. Setiap harinya disibukan dengan kuliah dan mengaji.
Waktu subuh yang dibalut dengan hawa sejuk membuat Mei enggan meninggalkan kasurnya. Namun, seruan azan serta sang surya yang mulai menampakan elok sinarnya, membuat Mei harus beranjak dan memulai harinya.
Di tengah kesibukannya menjalankan perkuliahan dan mengaji, sesekali Mei juga merindukan hangatnya suasana rumah di Garut. Tak jarang air matanya turun dan terisak di balik selimut kala malam hari. Kerinduan itu hanya bisa terobati dengan bercengkerama bersama keluarganya lewat telepon.
ADVERTISEMENT
Mei tak bisa begitu saja pulang ke rumah dan meninggalkan tugasnya sebagai mahasiswa di perantauan, apalagi jika bukan libur semester.
Selain belajar di kampus atau di pesantren, ia juga turut aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kampusnya. Menurutnya ilmu pengetahuan bisa didapat dari mana saja, bukan hanya saat dosen menjelaskan di kelas atau dari ustaz dan ustazah saat pengajian.
Lelahnya menuntut ilmu di perantauan, tak menyurutkan semangatnya. Justru Mei semakin membulatkan tekad dan meluruskan niatnya menjadi perempuan berilmu dan cerdas. Supaya kelak melahirkan keturunan yang berkualitas. Karena perempuan adalah madrasah pertama bagi anak.
Mei juga mengungkapkan bahwa perempuan yang berilmu akan lebih mudah dalam mengambil keputusan secara bijaksana, berwawasan luas, serta mampu mengajarkan sang anak sesuai dengan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Penulis: Sri Rahayu