Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengelola Sampah Mandiri di Rumah, Solusi di Masa Darurat
19 Agustus 2023 13:41 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Sri Wahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terpaksa mengeluarkan surat keputusan untuk menutup sementara TPA Piyungan mulai tanggal 23 Juli 2023 yang lalu hingga 5 September 2023 karena zona eksisting TPA Piyungan sudah penuh dan melebihi kapasitas serta sedang dalam tahap perluasan.
Semua memahami bahwa TPA itu unsur penting dalam pengelolaan sampah. TPA itu ujung akhir, tempat berakhirnya sampah dikelola. Di sana, sampah ditimbun untuk selamanya.
ADVERTISEMENT
TPA itu ibarat jambannya rumah tangga. Jika rumah tangga tanpa jamban, maka mesti dibuang ke mana hajat para penghuninya setiap hari? Padahal, buang hajat tidak bisa ditahan-tahan. Setiap harinya ada sekitar 800 ton sampah Jogja yang mesti dibuang ke TPA Piyungan.
Akhirnya tak terhindarkan, pada saat ini sampah menumpuk di segala penjuru Jogja. Suatu hal tak biasa untuk daerah tujuan wisata di mana kebersihan kota adalah syarat utama.
Dampak Tumpukan dan Pembakaran Sampah bagi Kesehatan
Sampah yang terus menggunung di tempat penampungan sampah sementara (TPS), di depo-depo sampah, dan di unit-unit pengolahan sampah di seluruh wilayah Jogja dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya.
Bau busuk yang menyengat mengganggu aktivitas masyarakat sekitarnya. Sampah membusuk mengeluarkan gas-gas berbau seperti gas hidrogen sulfida, merkaptan, asam karboksilat, aldehid, karbon disulfida dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Bau busuk dan pemandangan tumpukan sampah di mana-mana mengingatkan kita pada kondisi persampahan Kota Bandung tujuh belas tahun yang lalu pasca longsornya TPA Leuwigajah di tahun 2005.
Saat itu banyak masyarakat yang mengidap infeksi saluran pernapasan atas atau ISPA seperti batuk, pilek, sinusitis, tonsillitis, dan laringitis. Infeksi ini sangat berbahaya jika menyerang anak-anak, lansia, dan orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.
Tumpukan sampah juga menjadi sumber makanan dan tempat hidup bagi berbagai hewan sehingga beberapa jenis hewan bersarang dan berkembang biak di sana seperti lalat, nyamuk, kecoak, dan tikus.
Umumnya hewan atau serangga tersebut memiliki sifat sebagai pembawa penyakit. Sehingga hewan-hewan tersebut dapat sebagai penyebar berbagai penyakit menular.
ADVERTISEMENT
Lalat dikenal sebagai hewan yang menyebarkan penyakit diare, kolera, disentri, tifus dan sebagainya. Kecoa juga membawa jenis penyakit seperti yang dibawa lalat. Sedangkan nyamuk dikenal sebagai penyebar penyakit demam berdarah, chikungunya, dan malaria. Sementara itu, tikus dapat menyebarkan penyakit pes, leptospirosis, dan sebagainya.
Upaya membakar sampah dalam rangka menghilangkan atau mengurangi volume tumpukan sampah pun menyebabkan berbagai dampak yang dapat menyebabkan penyakit dan pencemaran lingkungan seperti partikel debu, senyawa kimia berbahaya, dioksin, dan sebagainya.
Tak bisa dipungkiri, bakar-bakar sampah saat ini marak terjadi di Jogja. Nafas, salah satu platform yang membantu warga beberapa kota mengakses data kualitas udara, menduga memburuknya kualitas udara Jogja akhir-akhir ini akibat dari pembakarah sampah. Tingkat PM2.5 di Jogja, pada tanggal 25 Juli 2023mencapai 136 µm/m3 atau kategori tidak sehat.
ADVERTISEMENT
PM2.5 adalah partikel padat di udara yang berukuran kurang dari 2,5 mikron atau 36 kali lebih kecil dari diameter sebutir pasir. Partikel berukuran sangat kecil tersebut tidak dapat disaring oleh paru-paru tubuh kita. Partikel tersebut dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan seperti kelahiran prematur, asma, batuk dan sesak napas, jantung koroner, diabetes, hingga kanker paru-paru
Selain partikel debu, bakar-bakar sampah juga mengakibatkan lepasnya berbagai senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan seperti NOx (nitrogen oksida), SOx (sulfur oksida), HC (hidrokarbon) dan dioksin.
Nitrogen oksida hasil pembakaran sampah yang dihirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, sedangkan sulfur oksida dapat meningkatkan serangan asma. Sementara itu, hidrokabon dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya.
ADVERTISEMENT
Yang paling banyak mendapat perhatian dari pembakaran sampah adalah dioksin. Dioksin merupakan kelompok senyawa kimia berbahaya yang termasuk ke dalam golongan senyawa PCDD (polychlorinated dibenzo-p-dioxin), PCDF (polychlorinated dibenzo furan), dan PCB (poly chlorinated biphenyl) yang apabila masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan gangguan imun dan sistem syaraf, kanker, cacat lahir dan gangguan jantung.
Itulah dampak kesehatan dari pembakaran dan tumpukan sampah yang tidak terurus. Saya yakin semua warga Jogja tidak ingin dampak tersebut terjadi dan mewabah.
Protes Masyarakat
Warga Jogja tentu tidak suka atas keputusan ditutupnya TPA Piyungan yang mengakibatkan tumpukan sampah ada di mana-mana. Apalagi penutupan itu tidak disertai mitigasi yang baik sehingga bingung langkah-langkah apa yang mesti diperbuat oleh para pemangku kepentingan.
ADVERTISEMENT
Termasuk sebagian besar warga masyarakat, bingung apa yang mesti diperbuat. Langkah-langkah mitigasinya seakan disusun apa adanya dan berpikir hanya jangka pendek. Maka tak ayal, protes datang dari seluruh lapisan masyarakat.
Salah satunya adalah berupa video pendek sekelompok mahasiswa teknik UGM yang nge-rap dengan latar belakang TPA Piyungan, penuh kata-kata satire sindiran. Inilah cuplikan dari syair rap-nya.
Protes adalah hal biasa dalam era demokrasi seperti sekarang ini. Protes masyarakat tetap diperlukan untuk mengawal agar tata kelola pemerintahan berjalan baik sesuai alurnya.
Hayuk Gumregah
Tapi sudahlah, penutupan TPA sudah terjadi. Sampah sudah menumpuk di mana-mana. Protes, nesu, dan misuh-misuh nggak mengubah keadaan. Sedangkan setap harinya sampah terus membeludak sejalan dengan aktivitas harian yang terus berjalan.
ADVERTISEMENT
Kata orang bijak, lebih baik menyalakan sebatang lilin daripada mengutuk kegelapan. Lebih baik mengusahakan apa yang bisa, daripada diam tidak melakukan apa-apa.
Masyarakat Jogja punya modal sosial dan historis yang tidak terkira. Masyarakatnya guyub rukun dan kebiasaan gotong royong masih terjaga. Perlu diketahui, inisiasi pengelolaan sampah skala rumah tangga itu lahir dari Jogja, lho.
Pada sekitar tahun 2000-an, pada masa pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga belum sepopuler seperti sekarang, telah lahir kampung yang ramah lingkungan di sebelah utara Jogja. Penulis sempat singgah di sana saat itu, tepatnya di Kampung Sukunan, Sleman. Insiator utama saat itu adalah Pak Iswanto.
Kegiatan mendaur ulang sampah dan mengolah limbah cair rumah tangga sudah dilakukan oleh Kampung Sukunan saat itu. Keberhasilannya menjadikan kampung Sukunan menjadi role model pengelolaan sampah berbasis rumah tangga. Saat ini kegiatan di Kampung Sukunan masih berlanjut dan menjadi kampung wisata.
ADVERTISEMENT
Kemudian, lihatlah program bank sampah yang me-nasional itu. Awal mula bank sampah juga berasal dari Jogja. Tepatnya dari dusun Badegan, Bantul. Dirintis oleh Bapak Bambang Suwerda pada tahun 2008-an. Kini virus bank sampah mewabah ke seluruh penjuru Indonesia dengan jumlah lebih dari 48.000 bank sampah. Luar biasa bukan?
Nah, masyarakat Jogja sebenarnya top markotop, alias super. Ditantang oleh penutupan TPA Piyungan semestinya gumregah. Bangun, penuh semangat menghadapi tantangan itu.
Penutupan sementara TPA Piyungan harus menjadi momentum penting mereplikasi best practices Kampung Sukunan dan Kampung Badegan bersama-sama dengan model lain yang saat ini sudah ada di Jogja.
Mengelola Sampah secara Mandiri di Rumah
Belajar dari Kampung Sukunan (Sleman) dan Kampung Badegan (Bantul), serta tempat lain di wilayah Jogja saat ini, masyarakat bisa melakukan pengelolaan sampahnya secara mandiri di rumah dengan model pilah, sedekah, dan olah atau sebut saja Pil SO.
Pilah. Pertama-tama sampah di rumah dipilah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok sampah yang laku jual, kelompok yang kedua adalah sampah dapur dan sampah kebun, sedangkan kelompok yang ketiga adalah sampah selain kedua kelompok tersebut (sebut saja sampah residu).
ADVERTISEMENT
Sedekah. Kelompok sampah yang pertama yaitu sampah laku jual yang terdiri atas sampah kertas, karton, kaleng, logam, plastik emberan dan sebagainya. Sampah laku jual biasanya jumlahnya sekitar 15 sampai 20 persen dari sampah yang dihasilkan di rumah.
Sampah tersebut dikumpulkan dalam karung atau wadah lainnya yang kemudian didedikasikan untuk disedekahkan. Pengumpulan sampah jenis ini akan menjadi ladang pengumpulan pahala. Menurut ajaran agama, sedekah adalah salah satu amalan terbaik, bukan?
Sedekahnya dapat secara langsung diberikan ke pemulung, tukang rongsok, TPS 3R atau pengelola sedekah sampah di rumah ibadah. Namun, jika ingin menabungnya untuk keperluan sendiri dapat pula dilakukan melalui bank sampah yang ada.
Olah. Kelompok sampah yang kedua yaitu sampah dapur atau sampah kebun dapat diolah dengan berbagai teknik sederhana menjadi pupuk kompos, pupuk cair, biogas, maggot, ecoenzyme, dan sebagainya. Sampah jenis ini biasanya berjumlah sekitar 50 persen dari sampah di rumah.
ADVERTISEMENT
Untuk megolahnya menjadi kompos tersedia berbagai alternatif. Misalnya yang paling mudah adalah dengan lubang resapan biopori atau modifikasinya seperti teknik pengomposan Loseda (lodong sesa dapur), atau metode zaman nenek moyang yakni jugangan (galian tanah). Pengomposan dapat pula dilakukan dengan komposter aerobik, komposter takakura, dan sebagainya.
Sampah dapur dapat pula diolah menjadi biogas skala rumah tangga. Dengan cara ini akan dihasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak di rumah. Selain itu didapatkan pula cairan yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman hias atau kebun.
Untuk mengolah sampah dapur, saat ini juga sudah ditemukan teknik budidaya maggot berbasis sampah dapur. Maggot yang dihasilkan dapat digunakan untuk pakan unggas dan pakan ikan.
ADVERTISEMENT
Untuk sampah buah-buahan yang belum membusuk dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku larutan ecoenzyme. Larutan berbau harum dan memiliki banyak manfaat.
Tentu juga, sampah dapur dapat pula diberikan secara langsung ke ternak sebagai pakan tambahan.
Berbagai cara mengolah sampah tersebut dapat didownload di berbagai situs atau dilihat di berbagai channel YouTube.
Jenis sampah yang ketiga, yaitu sampah residu, sebagian dapat diolah menjadi ecobrick.
Sebagian lainnya memang tidak laku jual dan tidak bisa diolah secara mandiri. Jenis sampah ini termasuk popok sekali pakai, bubble wrap paket belanja online, kertas berlapis plastik, baterai bekas, dan sebagainya.
Berbagai sampah jenis ini dapat diserahkan ke petugas sampah untuk dikelola atau pengumpulannya mengikuti kebijakan pemerintah setempat. Jenis sampah residu jumlahnya sekitar 20% dari sampah yang dihasilkan di rumah.
ADVERTISEMENT
Penutup
Penutupan sementara TPA Piyungan adalah ujian bagi masyarakat Jogja, apakah lulus dalam hal mengelola sampahnya. Cita-cita pengelolaan sampah mandiri sudah cukup lama bergaung. Inilah momentumnya.
Jika kegiatan pengelolaan sampah mandiri, yang sudah dilakukan oleh beberapa komunitas di Jogja, dilaksanakan secara menyeluruh, maka hanya akan tersisa 20 persen saja dari sampah yang ada saat ini. Hal ini akan berpengaruh positif pada saat beroperasinya zona TPA Piyungan yang baru. Umur TPA akan 5 kali lebih panjang.
Kegiatan pemilahan sampah di sumbernya juga akan sangat bermanfaat ketika fasilitas modern pengolahan sampah yang tersentralkan di Piyungan beroperasi. Anggaplah saat ini sebagai latihan dan pemanasan memilah sampah. Apapun teknologi pengolahan sampah yang dipilihnya nanti, akan sangat tergantung dari peran serta masyarakat dalam memilah sampah.
ADVERTISEMENT
Menutup tulisan ini saya sampaikan quote dari Prof. Prabang Setyono (Guru Besar UNS) tentang gumregah-nya masyarakat Jogja: “Meskipun gumregah-nya merasa terpaksa, setelah dicoba akhirnya bisa. Bisa hingga menjadi terbiasa. Itulah the power of dipaksa-terpaksa-bisa-terbiasa. Jogja pasti bisa!”