Konten dari Pengguna

Upaya Mencegah dan Menanggulangi Kebakaran TPA

Sri Wahyono
Peneliti Persampahan di Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN, Youtube: Indonesia Waste Adventure, Book Writer.
5 Agustus 2023 12:25 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Wahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kebakaran TPA. Foto: Adnan Abidi/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebakaran TPA. Foto: Adnan Abidi/REUTERS
ADVERTISEMENT
Hari-hari panas dan kering akibat El Nino yang mulai melanda Indonesia sejak bulan Juni yang lalu mulai mengakibatkan dampak buruk, salah satunya kebakaran Tempat Pemrosesan Akhir sampah atau TPA.
ADVERTISEMENT
Cuaca panas, sampah yang mengering, dan angin yang bertiup kencang menyebabkan segala bentuk percikan api cepat merambat berkobar membakar TPA. Tercatat sejak satu bulan terakhir, beberapa TPA terbakar.
Di antara adalah TPA Dermasuci (Tegal), TPA Darupono (Kendal), TPA Pasir Bajing (Garut), TPA Ngadirojo (Wonogiri), dan TPA Gili Trawangan (Lombok Utara). Akibatnya operasional TPA menjadi terganggu dan kesehatan warga yang tinggal di wilayah sekitar TPA terganggu dan terancam oleh asap tebal serta partikel debu.
Seperti halnya kebakaran fasilitas lain, pada musim yang cenderung panas dan jarang turun hujan, kebakaran TPA sering terjadi. Di belahan bumi manapun itu. Kebakaran TPA sering terjadi baik di Indonesia maupun di negara lain.
Menurut Copping et al. (2007), secara kuantitatif di Amerika Serikat setiap tahunnya terjadi kebakaran TPA dengan berbagai skala, rata-rata terjadi 8.300 kali TPA terbakar. Sementara itu di Eropa, yakni di Swedia, pada tahun 1994 dilaporkan telah terjadi kebakaran TPA antara 200 sampai 250 kali.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di Finlandia, antara tahun 1990 sampai 1992, terjadi 380 kebakaran TPA (Ettala et al., 1996). Peristiwa kebakaran TPA juga dilaporkan sering terjadi di Benua Australia dan Selandia Baru (NZ MOE, 1997).
Dari data di atas, tampaknya si jago merah itu tidak pandang bulu, TPA di manapun dilalap jua. Tidak pandang apakah TPA-nya bagus atau buruk dilihat dari segi teknik maupun manajemennya.
TPA yang tersebar di Amerika Serikat (AS), Eropa dan Australia adalah dikenal sebagai TPA kelas atas yang menganut sistem sanitary landfill. Sementara itu, TPA yang di Indonesia umumnya adalah TPA strata bawah yang menganut sistem open dumping.
Secara logika, semestinya kebakaran TPA di Indonesia akan sering terjadi karena manajemen dan tekniknya tidak lebih baik dari TPA di luar sana. Namun sampai saat ini tidak tersedia data atau informasi seberapa besar frekuensi kebakaran TPA di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, penulis pernah melakukan penelusuran berita di media online. Dari penelusuran tersebut didapatkan data bahwa antara tahun 2003-2015, hanya terkabarkan kebakaran di 16 TPA di kota-kota besar di Indonesia.
Saat itu memang berita kebakaran TPA belum seseksi saat ini. Saat ini kebakaran TPA telah menjadi perhatian publik sehingga jika itu terjadi, maka beritanya cepat viral.

Asal Percikan Api yang Memicu Kebakaran TPA

Menguak dari mana asal percikan api yang menyebabkan kebakaran TPA tidaklah mudah. Menurut Laporan dari Kantor Dinas Kebakaran AS (2001), lebih dari separuh kebakaran TPA tidak jelas asal muasal percikan apinya. Hanya kurang dari separuh yang diketahui asal muasalnya.
Yang mencengangkan, sekitar 40 persen percikan api yang menyebabkan kebakaran TPA di AS disebabkan oleh masalah yang mencurigakan, yakni kesengajaan dibakar. Ini tentu bersifat kriminal. Hal yang sama diduga terjadi terhadap kebakaran TPA Pasir Bajing di Kabupaten Garut yang terjadi dua minggu yang lalu. Percikan api diduga karena unsur kesengajaan.
ADVERTISEMENT
Percikan api lainnya yaitu berasal dari arang yang masih menyala dari kegiatan di sumber sampah yang terangkut dan terbuang di TPA, puntung rokok, dan juga adanya korek api dan korek gas yang mudah terbakar ketika dalam kondisi panas. Sekitar 20 persen percikan api berasal karena hal-hal tersebut.
Percikan api juga dapat terjadi secara spontan, misalnya karena adanya panas akibat reaksi kimia yang bersifat eksotermis. Hal ini kejadianya mencapai 5 persen.
Penyebab lainnya yang cukup besar adalah karena sisa api yang tidak secara tuntas dipadamkan. Karena kondisi lingkungan, bara api menyala kembali.
Percikan api tersebut cepat menjadi api yang besar dan meluas karena kondisi lingkungan TPA saat itu umumnya bercuaca panas dan jarang hujan yakni pada bulan Maret sampai Agustus, dengan puncaknya pada bulan Juli.
ADVERTISEMENT
Kondisi cuaca atau musim menjadi faktor pendorong kebakaran TPA di Indonesia. Pada saat musim kemarau panjang dan kering seperti yang terjadi tahun 2019, dari pemberitaan media massa telah terjadi kebakaran TPA dengan skala yang besar seperti kebakaran TPA Supit Urang di Malang, TPA Antang di Makasar, TPA Mandung di Bali, dan lainnya.
Demikian pula kejadian akhir-akhir ini. Kemarau yang baru mulai beranjak, menyuguhkan kabar menyedihkan tentang TPA yang dilalap si jago merah. Lantas, bagaimana asal muasal percikan api yang melanda TPA di Indonesia?
Penyebabnya yang secara resmi dirilis, sulit ditemukan jejak beritanya. Praduga yang beredar antara lain disebabkan karena puntung rokok yang dibuang sembarangan, kegiatan membakar sampah yang kemudian merembet ke badan TPA, kegiatan memasak di sekitar TPA, kegiatan membakar lahan di sekitar TPA, dan penyebab lainnya.
ADVERTISEMENT

Teori Kebakaran TPA

Secara sains, kebakaran adalah reaksi oksidasi kimiawi yang menghasilkan energi dalam bentuk radiasi panas (temperatur yang meningkat) dan radiasi optik (cahaya yang terlihat atau tidak terlihat). Reaksi oksidasi tersebut melibatkan tiga hal pokok yaitu panas (heat), bahan bakar (fuel), dan oksigen seperti yang digambarkan dalam diagram segitiga api (triangle of fire).
Dalam kasus kebakaran TPA, ‘bahan bakar’-nya adalah material sampah yang mudah terbakar seperti sampah plastik, kertas, kayu, karet, dan sebagainya. Sementara itu, oksigennya adalah udara atau angin yang bertiup di atas TPA.
Sedangkan panas atau heat-nya adalah hal-hal pemicu api yang telah disebutkan sebelumnya seperti reaksi eksotermis di dalam TPA, panas sinar matahari, bara api, korek api, petir, korslet listrik peralatan di TPA, dan api dari kegiatan sekitar TPA.
ADVERTISEMENT
Jika ketiga hal tersebut bertemu—panas, bahan yang mudah terbakar, dan udara—maka kebakaran akan terjadi. Namun, jika salah satunya absen, kebakaran tidak akan terjadi.
Reaksi oksidasi di TPA jika peningkatan temperatur tidak disertai nyala api, disebut hot spot atau heating incident atau ROSE (Rapid Oxidation Subsurface Events) (Copping et al, 2007). Hal ini biasanya terjadi di bagian dalam gunungan TPA.
Sementara itu, jika reaksi oksidasi terjadi di permukaan TPA, maka biasanya diikuti oleh timbulnya api karena tersedia oksigen yang berlimpah.

Tipologi dan Karakteristik Kebakaran TPA

Jika dilihat secara fisik, TPA adalah gunungan berbagai material sampah yang mudah terbakar seperti berbagai jenis plastik kemasan, kertas, karton, karet, ranting, kayu dan sebagainya. Ketinggian gunungan TPA juga beragam mulai dari 5 hingga 30 meter dengan luasan 3 sampai ratusan hektare.
ADVERTISEMENT
Lingkungan TPA juga terekspos langsung dengan hujan, panas, angin, dan sebagainya. Secara alamiah, sampah di dalam TPA juga menghasilkan gas yang mudah terbakar yaitu gas metana.
Dengan kondisi tersebut, jika terjadi kebakaran, maka kebakarannya juga khas. Berbeda dengan kebakaran gedung atau fasilitas fisik lainnya.
Dengan karakteristik tersebut, kebakaran TPA dapat terjadi di bagian permukaan TPA dan dapat terjadi pula di bagian dalam gunungan TPA.
Kebakaran di bagian permukaan TPA terjadi pada bagian permukaan dengan kedalaman dari 1 sampai 4 feet (atau 0,3 sampai 1,2 meter). Kebakaran jenis ini yang umum terjadi di TPA Indonesia. Lapisan sampah yang terbakar hanya di area permukaan TPA, yaitu area yang proses penguraian sampahnya masih berlangsung aerobik yang menghasilkan panas secara alami.
ADVERTISEMENT
Kebakaran di area permukaan juga semakin tak terkendali karena adanya suplai gas metana dari dalam TPA. Api akan membesar dengan asap yang terlihat hitam dan tebal. Temperaturnya berkisar antara 80-230 derajat celsius.
Lain halnya dengan kebakaran di bagian permukaan TPA, kebakaran bagian dalam TPA tidak terlihat api, hanya kepulan asap dan hawa panas yang muncul dari dalam TPA. Titik-titik kebakaran di bagian dalam TPA disebut hot spot. Temperaturnya lebih tinggi dari temperatur kebakaran di bagian permukaan yakni antara 309-406 derajat celsius.
Area bagian dalam yang terbakar pun berbeda dengan area permukaan. Areanya adalah area yang proses penguraian sampahnya sudah berlangsung anaerobik yang menghasilkan gas metan yang mudah terbakar.
ADVERTISEMENT
Kebakaran bagian dalan TPA umum terjadi di Amerika dan Eropa yang menggunakan TPA sistem dry tomb. TPA sistem ini lebih kering dari kondisi TPA di Indonesia yang umumnya bagian dalamnya basah dan terendam lindi.
Timbulnya hot spot umumnya dipicu oleh panas yang muncul secara alamiah (self heating) karena proses dekomposisi aerobik oleh bakteri (Copping et al, 2007).
Kondisi aerobik semestinya tidak terjadi, karena di bagian dalam tidak ada udara atau oksigen. Kondisi aerobik tercipta karena meningkatnya konsentrasi oksigen di bagian dalam TPA yang masuk melalui permukaan.
Udara dapat masuk ke bagian dalam TPA karena kondisi sampah yang longgar (tidak dipadatkan) atau karena penyedotan gas metana yang berlebihan (Duenas, 2005). Proses pemanasan alamiah mengakibatkan temperatur meningkat hingga 80-90 derajat celsius yang memicu terbakarnya gas metan (Copping et al, 2007).
ADVERTISEMENT
Hot spot di dalam TPA umumnya lebih sulit dipadamkan daripada kebakaran permukaan. Kebakaran di bagian dalam mengakibatkan terbentuknya ruang-ruang kosong di dalam TPA yang dapat menyebabkan permukaan sampah ambruk.
Kebakaran tersebut juga menghasilkan gas yang mudah terbakar dan toksik (misalnya gas karbon monoksida). Selain itu, kebakaran bagian dalam juga merusak fasilitas pemipaan gas dan pemipaan lindi, serta liner dasar TPA.

Teknik Menjinakan si Jago Merah pada Kebakaran Bagian Permukaan TPA

Pada prinsipnya, menjinakkan si jago merah di mana pun kejadiannya adalah sama. Gunakan prinsip devide et impera pada segitiga api. Gunakan prinsip pecah belah, jangan sampah satu dari tiga hal pokok (panas, bahan bakar, dan oksigen) bersatu.
Caranya adalah dengan cooling (pendinginan), smothering (mengurangi oksigen), dan starving (mengurangi suplai bahan bakar). Pendinginan adalah mengurangi temperatur hingga di bawah titik nyala. Mengurangi oksigen adalah mengurangi sebagian atau seluruh ketersedian oksigen. Sedangkan mengurangi suplai bahan bakar adalah membuang materi yang dapat terbakar.
ADVERTISEMENT
Teorinya seperti itu. Namun pada kebakaran TPA, pada umumnya lokasi titik yang terbakar sulit dijangkau, material yang terbakar sangat beragam dan jumlahnya ribuan kubik, areanya luas berhektare-hektare, ketersediaan air di sekitarnya terbatas, berada pada area angin bertiup kencang, dan sebagainya.
Oleh karena itu, pada kebakaran TPA si jago merah umumnya sulit dijinakkan dalam hitungan jam. Kondisi terbakar bisa berhari-hari, berpekan-pekan, bahkan ada yang berbulan-bulan.
Teknik pemadaman kebakaran di bagian permukaan juga berbeda dengan teknik pemadaman kebakaran dibagian dalam TPA.
Teknik pemadaman kebakaran di permukaan TPA antara lain meliputi penyiraman dengan air, pengurugan dengan tanah, pembuatan parit pengisolir api.
Penyiraman dengan air. Kebakaran dapat dilawan secara efektif dengan air. Air adalah penurun temperatur yang cukup efektif yang dapat mencegah terjadinya percikan api.
ADVERTISEMENT
Namun kebakaran TPA umumnya terjadi dalam skala yang luas, sehingga memerlukan sejumlah air yang memadai. Hal ini perlu diperhatikan kecukupan air untuk mendinginkan temperatur kebakaran. Untuk mendinginkan satu ton sampah yang terbakar diperlukan air sebanyak 1.000 galon (3-4 meter kubik) air.
Mengingat ketersedian air yang terbatas dan jumlah serta daya jangkau mobil pemadam kebakaran yang terbatas, pada beberapa kasus pemadaman dilakukan dengan tujuan utama melokalisasi area kebakaran saja.
Sedangkan area yang terbakar dibiarkan padam dengan sendirinya atau menunggu turunnya hujan. Let it burn. Biarkan sampah terbakar sampai habis dan apinya mati dengan sendirinya.
Pengurugan/penimbunan dengan tanah. Lain halnya dengan air yang berguna untuk menurunkan temperatur, tanah juga dapat digunakan untuk menjinakkan si jago merah. Tanah dapat digunakan untuk mengurangi asupan oksigen ke titik api.
ADVERTISEMENT
Jika pengurugannya merata, maka area yang terbakar akan cukup efektif untuk dijinakkan. Pengurugan seringkali dikombinasikan dengan penggunaan air secara bijaksana untuk menurunkan temperatur.
Namun seperti halnya air, ketersedian tanah penutup umumnya sangat terbatas di sekitar TPA. Tanah urug tidak tersedia, sulit dicari dan mahal pula harganya.
Ekskavasi dan pembuatan parit untuk mengisolir area terbakar. Opsi lain menjinakkan api pada kebakaran TPA adalah dengan ekskavasi dan pembuatan parit yang bertujuan untuk mengisolir area terbakar.
Ekskavasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat yang ada seperti ekskavator atau wheel loader. Dalam teori devide et impera, ekskavasi dimaksudkan untuk memisahkan material sampah yang sudah terbakar dan belum terbakar.
Area sampah yang belum terbakar diekskavasi hingga membentuk parit sehingga api tidak merembet ke bagian lain. Proses ekskavasi ini dibantu dengan penyiraman air untuk menurunkan temperatur sampah sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Itulah berbagai teknik menjinakkan si jago merah yang membakar bagian permukaan TPA. Bagaimana dengan teknik pemadaman kebakaran di bagian dalam TPA?

Teknik Menjinakkan si Jago Merah pada Kebakaran Bagian dalam TPA

Pemadaman titik api atau hot spot yang berada pada bagian dalam TPA dengan air umumnya mengalami kendala berupa inefisiensi air yang digunakan karena air yang disiramkan tidak serta merta menuju ke lokasi hot spot di dalam timbunan TPA.
Injeksi air dengan cara mengebor bagian sampah menuju hot spot juga mengalami kendala berupa sulitnya mendapatkan peralatan bor dan risiko terdedahnya gas metana ke udara sehingga akan memperbesar api atau menimbulkan ledakan.
Penggalian bagian permukaan untuk memudahkan penetrasi air, oleh ahli kebakaran TPA juga tidak disarankan karena akan meningkatkan masuknya udara yang akan memperbesar api di dalam TPA. Lantas bagaimana teknik memadamkan hot spot di dalam TPA?
ADVERTISEMENT
Ada beberapa opsi yang dapat dipraktikkan yaitu membuat genangan air di permukaan, injeksi cairan suppressant, grouting, dan membuat parit berisi tanah lempung.
Membuat genangan air di permukaan TPA. Genangan air dapat dibuat dengan cara membuat semacam kolam (pond) di permukaan TPA.
Genangan air dibuat dengan tujuan agar level muka air di dalam gunungan TPA mencapai tingkat untuk "merendam" titik api agar padam. Air yang diperlukan tentu banyak. Air yang banyak tersedia adalah lindi dari TPA itu sendiri, yang berada di instalasi pengolahan lindi.
Menggunakan pompa, lindi dapat dialirkan ke kolam air di atas TPA. Air akan terus menerus meresap ke lokasi hot spot hingga padam.
Injeksi cairan suppressant. Lokasi hot spot dapat disasar pula dengan menginjeksikan cairan suppressant atau cairan yang dapat memadamkan api. Cairan suppresant antara lain CO2 cair, N cair, compress N foam, compress air foam, atau kombinasinya.
ADVERTISEMENT
Lubang injeksi dibuat dengan melakukan pemboran atau dengan ekskavator. Injeksi cairan dimaksudkan untuk mencegah masuknya oksigen dan mendinginkan temperatur.
Grouting. Grouting yaitu melapisi sampah agar oksigen tidak bisa masuk ke dalam lokasi hot spot. Cairan grout digunakan untuk menutup celah atau pori yang menuju titik api untuk mencegah masuknya oksigen serta mendinginkan temperatur. Cairan grout terbuat dari bahan seperti semen. Cairan tersebut diinjeksikan ke lokasi di sekitar hot spot.
Membuat parit berisi lempung. Upaya memadamkan hot spot adapat pula dangan cara membuat parit dan mengisinya dengan tanah lempung. Parit yang dibuat, kemudian diisi dengan tanah lempung dengan maksud untuk untuk mencegah penyebaran titik api ke lokasi sekitarnya. Teknik ini biasa digunakan untuk titik api yang relatif dangkal.
ADVERTISEMENT

Mencegah Itu Lebih Baik

Mengingat tingkat kesulitan dalam memadamkan kebakaran di TPA, maka mencegah kebakaran itu lebih baik daripada memadamkannya. Menurut para ahli, kebakaran TPA dapat dicegah dengan upaya pengelolaan TPA yang efektif dan pengendalian produksi gas metana TPA.
Pengelolaan TPA yang efektif antar lain meliputi upaya pencegahan munculnya percikan api; melakukan penutupan lapisan sampah dengan tanah; dan menjaga keamanan TPA.
Upaya mencegah atau melarang segala bentuk yang memicu api antara lain dengan melalui inspeksi sampah yang masuk TPA, melarang pembakaran sampah di TPA, melarang kebiasaan merokok, dan melarang memasak di atas TPA. Penutupan lapisan atas dengan tanah juga akan mencegah kebakaran bagian permukaan TPA.
Sementara itu, keamanan TPA juga harus diperketat dan tetap waspada terhadap orang-orang yang berniat jahat atau bertindak sembrono yang dapat memicu percikan api di TPA.
ADVERTISEMENT
Pencegahan kebakaran lainnya adalah dengan cara mengendalikan produksi gas metana. Pengendalian gas metana dilakukan dengan memasang sumur gas dan pompa pengisap serta interkoneksi pipa pengumpul gas.
Gas yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk sumber energi atau sekadar dibakar (flaring). Upaya pengelolaan gas metana dapat dilakukan dengan teknik yang seperti yang dilakukan di beberapa TPA dan menyalurkan gasnya ke rumah-rumah penduduk sekitar TPA sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak.
Pengendalian gas metana dapat pula dilakukan dengan teknologi tinggi dan diubah menjadi energi listrik seperti yang dilakukan di TPA Benowo (Surabaya) dan TPA Jatibarang (Semarang).

Penutup

Dengan kondisi pengelolaan TPA Kabupaten/Kota yang saat ini masih banyak kekurangannya, petaka kebakaran terus mengintai terutama di musim kering. Dengan kondisi tersebut, apa yang bisa dilakukan adalah dengan mencegah jangan sampai ada yang memicu percikan api pada tumpukan sampah kering di atas TPA.
ADVERTISEMENT
Mencegah kebakaran adalah lebih baik daripada mesti bergulat berhadapan dengan si jago merah. Hal ini sangat diperlukan apalagi menurut perkiraan BMKG, di bulan-bulan mendatang, dampak El Nino akan lebih parah dibandingkan dengan bulan-bulan yang telah berlalu. Cuaca akan lebih kering, panas, dan hujan akan sangat jarang.
Saat ini, pengelola TPA di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia membutuhkan pengetahuan dan pedoman teknis bagaimana menangani dan mencegah kebakaran TPA.
Uraian tentang hal tersebut yang tersurat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dianggap masih sangat umum dan kurang spesifik sebagai pedoman teknis untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran TPA.
ADVERTISEMENT
Bimbingan teknis dan pedoman teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran TPA perlu diselenggarakan dan disusun oleh instansi yang berwenang. Para pengelolaan TPA sangat menantikannya.