Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Apogon: Spesimen Ikan Tertua di Museum Zoologi Bogor dan Teknik Pengawetannya
13 April 2025 10:44 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Sri Wulan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apogon merupakan spesimen ikan tertua yang ditemukan pada tahun 1901 oleh peneliti Hindia Belanda bernama P.N. van Kampen di perairan New Guinea. Kini, ikan tersebut menjadi salah satu koleksi berharga yang dimiliki oleh Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), setelah sebelumnya tersimpan dalam waktu yang lama sebagai bagian dari Museum Zoologi Bogor (MZB)-LIPI. Museum ini adalah terbesar di Asia Tenggara yang berdiri sejak tahun 1894.
ADVERTISEMENT
Saat ditemukan, Apogon ini bukan sekedar ikan hasil tangkapan biasa, melainkan sebuah penemuan yang membuka wawasan mengenai kehidupan laut Nusantara pada awal abad ke-20. Dari tangan peneliti Belanda, ikan ini akhirnya menjadi bagian dari koleksi Museum Zoologi Bogor-LIPI yang sekarang menjadi bagian dari BRIN. Kini, ikan tersebut berada di bawah pengelolaan Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN.
Sejarah dan Peran Musem Zoologi Bogor-LIPI
Museum Zoologi Bogor-LIPI, yang lebih dikenal dengan sebutan MZB, merupakan tempat awal Apogon disimpan. Museum ini didirikan pada tahun 1894 oleh J.C. Koningsberger, seorang ahli botani dan zoologi asal Belanda, sebagai bagian dari Laboratorium Zoologi di Bogor. Awalnya, laboratorium ini bertujuan untuk meneliti hama pertanian yang memengaruhi tanaman komoditas penting seperti teh, kopi, dan karet di Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu, koleksi spesimen hewan di laboratorium ini semakin bertambah, terutama setelah banyak ekspedisi ilmiah yang dilakukan ke berbagai wilayah Indonesia. Menurut Yayuk Suhardjono (1999), Koleksi spesimen yang tersimpan di Museum Zoologi Bogor -LIPI, diperkirakan berjumlah sekitar 2,25 juta spesimen; dengan jumlah terbesar baik spesimen maupun jenisnya adalah serangga.
Pada tahun 1904, institusi ini berkembang menjadi Museum Zoologicum Bogoriense, yang kini dikenal sebagai Museum Zoologi Bogor (Kadarsan dkk, 1994). Sejak saat itu, museum ini menjadi pusat penelitian dan dokumentasi fauna Indonesia, dengan koleksi yang terus bertambah melalui eksplorasi ilmuwan dalam dan luar negeri. Pada tahun 1894, museum ini telah menjadi pusat penting untuk penelitian fauna, dan pada tahun 1901, Apogon tercatat dalam daftar koleksi MZB khusunya di laboratoriun koleksi ikan.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Apogon bukan satu-satunya spesimen yang dikumpulkan, ada pula fauna lain selain ikan yang juga turut dikumpulkan. Tetapi keberadaan ikan Apogon di laboratorium ikan ini sangat menarik karena usianya yang luar biasa. Setelah lebih dari satu abad, ikan ini dan spesimen koleksi ilmiah lainnya kini dikelola oleh Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN. Sejak dari laboratorium sederhana di Bogor hingga fasilitas modern di Cibinong.
Penemuan Apogon dilakukan ketika Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Apogon ditemukan dalam salah satu ekspedisi Ned. Nieuw Guinea-Expeditie 1901 (sumber: label katalog). Penemuan ini merupakan bagian dari upaya untuk mendokumentasikan dan memahami keanekaragaman hayati.
Ikan Apogon Ditemukan melalui Ekspedisi pada Masa Belanda
Tahun 1901, ketika Indonesia masih dikenal sebagai Hindia Belanda, kekayaan alamnya menjadi daya tarik utama bagi para peneliti Belanda dalam mengejar pengetahuan dan berpetualang. Dalam petualangan tersebut, ikan Apogon berhasil ditemukan, dan kemudian menjadi salah satu koleksi ilmiah berharga di Museum Zoologi Bogor-LIPI.
ADVERTISEMENT
Apogon—yang merupakan nama genus dari keluarga Apogonidae atau ikan kardinal—menghabiskan hari-harinya di antara karang-karang tersebut. Ikan ini bukan jenis yang gemar tampil di permukaan, namun lebih memilih menyelinap di perairan dangkal hingga agak dalam, bersembunyi di celah-celah terumbu karang atau gua-gua kecil di bawah laut. Namun, pada tahun 1901, meski ikan tersebut senang bersembunyi, peneliti Belanda berhasil menemukannya.
Namun, sayangnya tidak terdapat catatan yang menjelaskan metode pengambilan ikan Apogon ini secara rinci; informasi dalam buku katalog hanya menyebutkan bahwa ikan tersebut diperoleh dari perairan New Guinea tanpa detail mengenai lokasi habitat atau cara penangkapannya.
Apogon Tersimpan Ratusan Tahun di Museum Zoologi Bogor
Setelah ditemukan pada tahun 1901, Apogon menjadi bagian dari koleksi Museum Zoologi Bogor-LIPI. MZB awalnya adalah laboratorium kecil di kawasan Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1894, museum ini sudah mulai dikenal sebagai Landbouw Zoologisch Laboratorium (1894), di tahun 1901 sebagai Zoologisch Museum en Werkplaats, dan Apogon menjadi salah satu koleksi awalnya yang berharga.
ADVERTISEMENT
Ikan ini dinamai Apogon wichmanni untuk menghormati Carl Ernst Arthur Wichmann, seorang geolog Belanda. Ikan ini diawetkan dengan teknik direndam dalam alkohol agar bentuknya tetap terjaga. Di MZB, Apogon wichmanni dan koleksi ikan lainnya menjadi objek penelitian bagi para ilmuwan yang ingin memahami lebih dalam tentang fauna laut Indonesia.
Perpindahan Koleksi Ilmiah Ikan dari Masa ke Masa
Pada tahun 1997, sebuah perubahan baru dimulai ketika seluruh koleksi MZB dipindahkan dari lokasi aslinya di Bogor ke Gedung Widyasatwaloka di Cibinong Science Center, Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena gedung MZB lama di Bogor sudah tidak mampu menampung penambahan koleksi spesimen. Keputusan ini merupakan sebuah langkah baik agar koleksi-koleksi bersejarah ini memiliki fasilitas yang lebih modern, lengkap, dan mampu mendukung penelitian di era baru.
ADVERTISEMENT
Proses pemindahan ini tentu bukan pekerjaan sederhana. Jutaan spesimen—terdiri dari tujuh kelompok utama kuratorial yaitu Mamalia, Burung, Ikan, Herpet (Ampibi dan Reptilia), Moluska termasuk Invertebrata lain, Krustasea, dan Serangga termasuk termasuk Artropoda lainnya—harus dipindahkan dengan sangat hati-hati agar tidak rusak.
Para teknisi dan staf peneliti museum bekerja keras, memastikan setiap spesimen, sampai dengan selamat di Cibinong. Gedung baru yang bernama gedung Widyasatwaloka, memiliki desain yang lebih modern dibandingkan bangunan tua di Bogor, memiliki ruang penyimpanan yang lebih baik, lengkap dengan sistem kontrol lingkungan untuk melindungi koleksi dari kerusakan akibat waktu, kelembapan, atau suhu yang tidak stabil, bahkan dari guncangan gempa sekalipun karena gedung Widyasatwaloka sudah dirancang tahan gempa.
Kemudian, muncul perubahan kebijakan yang baru. Ketika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) didirikan sebagai lembaga yang mengintegrasikan berbagai unit penelitian di Indonesia, koleksi dari MZB-LIPI resmi beralih ke pengelolaan Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN. Ini bukan sekadar pergantian nama, tetapi sebuah langkah untuk memastikan bahwa spesimen-spesimen berharga ini tidak hanya tersimpan sebagai benda mati, tetapi tetap relevan dan bisa dimanfaatkan untuk penelitian masa kini serta masa depan. Koleksi ilmiah MZB kini menemukan rumah barunya di bawah naungan BRIN.
ADVERTISEMENT
BRIN adalah sebuah lembaga yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi (Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021).
Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah (DPKI)-BRIN, tugasnya jauh lebih besar daripada sekadar menyimpan Apogon wichmanni dan koleksi ilmiah lainnya di rak kompaktus. DPKI memiliki tugas untuk merawat spesimen koleksi ilmiah agar tetap utuh dan tidak rusak, bahkan setelah melewati waktu yang sangat panjang.
Ruangan penyimpanan dilengkapi dengan sistem pengaturan suhu dan kelembapan yang baik, memastikan bahwa ikan dan koleksi ilmiah lainnya ini tidak lapuk atau hancur akibat kondisi lingkungan. Wadah khusus, berupa botol kaca berisi cairan pengawet selalu diperbarui secara berkala, digunakan untuk menjaga bentuk dan struktur ikan Apogon wichmanni tetap seperti saat pertama kali diawetkan. Berkat perawatan yang begitu teliti, ikan yang ditemukan pada tahun 1901 ini masih bisa kita lihat hingga hari ini.
Mengenal Aspek Biologi Ikan Apogon
ADVERTISEMENT
Apogon wichmanni termasuk dalam keluarga Apogonidae, atau yang biasa disebut ikan kardinal. Mereka hidup di perairan tropis, seperti laut di sekitar New Guinea, dan suka bersembunyi di terumbu karang atau celah-celah batu. Ukurannya kecil, mungkin hanya sekitar 5-10 sentimeter. Bentuk tubuhnya sederhana, dengan sirip yang kecil dan sisik yang rapi. Warnanya tidak terlalu mencolok tapi itu justru kelebihannya, karena ia bisa menyamar di lingkungan laut yang penuh bahaya.
Teknik Pengawetan dan Peran Koleksi Ilmiah Ikan bagi Generasi Mendatang
Spesimen ikan yang diperoleh diawetkan terlebih dahulu dengan cara direndam dalam larutan formalin 10%. Setelah sampai di laboratorium dicuci dan direndam dalam air mengalir minimal 4 jam. Selanjutnya diidentifikasi dan disimpan dalam botol koleksi yang berisi larutan alkohol 70%. Botol kaca atau stoples yang digunakan harus ditutup rapat, kemudian pemberian label spesimen dengan menggunakan kertas perkamen atau kalkir dengan ketebalan tertentu (Yayuk Suhardjono, 1999).
ADVERTISEMENT
Label untuk mencatat nama spesimen sebelumnya telah dipesan terlebih dulu di percetakan, sedangkan dalam menuliskan datanya menggunakan Drawing Pen ukuran 0,2–0,3 mm atau bisa ditulis tangan menggunakan pensil 2B yang tahan air lalu dimasukkan ke dalam botol. Isi larutan alkohol harus cukup menutupi seluruh bagian tubuh ikan (Nova Mujiono dkk, 2024).
Dalam perawatan dan memonitor kondisi alkohol dalam botol, selalu dilakukan pengecekan kadar dan warna alkohol, larutan alkohol akan diganti jika sudah menguning atau keruh. Selain itu selalu dipastikan pula kertas label masih bisa terbaca jelas, dan hindari koleksi dari cahaya langsung dan simpan di suhu ruangan stabil (±18–22°C).
Hal yang tidak kalah penting adalah memastikan kondisi lingkungan ruang penyimpanan koleksi telah memenuhi standar penyimpanan, terutama yang harus terpenuhi ialah adanya keberadaan penyejuk udara dan dehumidifier (Yayuk Suhardjono, 1999). Saat ini, semua ruang koleksi sudah terpasang penyejuk udara dan pengawalembap yang sudah berfungsi baik.
ADVERTISEMENT
Ikan ini merupakan bagian dari sejarah alam Indonesia, menjadi bukti bahwa laut kita dahulu kaya akan kehidupan yang beragam. Pada masa kini, di tengah ancaman terhadap terumbu karang dan penurunan keanekaragaman hayati, spesimen ini mengajak kita untuk merenung bahwa alam Indonesia sesungguhnya adalah harta karun yang tak ternilai harganya.
Spesimen ikan Apogon wichmanni dan koleksi ilmiah lainnya milik Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah dapat menginspirasi peneliti muda untuk bisa mempelajarinya, siswa sekolah lanjutan bisa mengenalnya, dan semua masyarakat bisa belajar menghargai alam kekayaan hayati.
Jika suatu hari bagi yang akan berkunjung ke Kawasan Sain Teknologi Ir Soekarno Cibinong, carilah ikan kecil ini di antara koleksi ilmiah BRIN tepatnya di gedung Kehati Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah. Diharapkan ke depannya dapat diciptakan diorama pameran tematik guna memamerkan koleksi yang memiliki keunikan khusus, seperti usia koleksi, tingkat kelangkaan, atau distribusi geografisnya.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Nova Mujiono dkk. 2024. Pengelolaan Koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) Tahun 2022. Berita Biologi, 23(2): 27-40.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional
Sampurno Kadarsan dkk. 1994. Satu Abad Museum Zoologi Bogor 1894-1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI. 76 hal.
Yayuk R. Suhardjono (editor). 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi. Puslitbang Biologi-LIPI. 218 hal.