William Sabandar dan Cara Seorang Pemimpin Mengatasi Krisis

Sridewanto Pinuji
Penulis untuk topik mengenai kepemimpinan. Sila kontak [email protected]
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2019 10:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sridewanto Pinuji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
William Sabandar bersama Executive Director of AHA Centre, Adelina Kamal (berdiri di tengah memegang poster), setelah selesai Leaders Talk.
zoom-in-whitePerbesar
William Sabandar bersama Executive Director of AHA Centre, Adelina Kamal (berdiri di tengah memegang poster), setelah selesai Leaders Talk.
ADVERTISEMENT
Krisis adalah suatu kondisi yang penuh ketidakpastian, ketergesaan, dan memiliki dampak yang besar. Dampak dari suatu krisis dapat terjadi secara langsung, seperti pada bencana atau konflik. Namun, dengan pengelolaan krisis yang baik, dampak tersebut dapat dicegah.
ADVERTISEMENT
Krisis bisa terjadi karena satu fenomena yang besar atau hasil dari suatu proses. Krisis adalah proses gabungan berbagai faktor dari waktu ke waktu, yang kemudian menjadi satu kekuatan besar. Kekuatan ini menjadi tak terhindarkan dan merusak, serta menjadi ancaman bagi suatu sistem.
Berbagai kerentanan yang tersembunyi di masyarakat dapat memicu krisis. Demikian juga pemimpin yang tidak mampu mendeteksi, memitigasi, melakukan persiapan, dan memberikan respons dapat berujung pada krisis.
Bagaimana seorang pemimpin mampu menghadapi dan melewati krisis menjadi satu pertanyaan besar, karena tidak semua pemimpin mampu melakukannya. Dalam Leaders Talk yang diselenggarakan oleh AHA Centre pada 9 Agustus 2019, William Sabandar, seorang pemimpin yang mampu melewati krisis hadir dan memberikan pencerahan.
ADVERTISEMENT
Pak Willy (panggilan akrab William) telah memimpin dan melalui berbagai krisis, mulai dari tsunami di Nias pada tahun 2005, topan Nargis di Myanmar tahun 2009, hingga terakhir menangani krisis kemacetan dan menjadi Direktur Utama PT MRT Jakarta. Berikut ini beberapa buah pemikiran William saat dirinya melewati berbagai krisis.

Pemulihan Pasca-Tsunami di Nias (2005)

Beberapa saat setelah tsunami melanda Nias pada tahun 2005, Willy dipanggil oleh Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias, Kuntoro Mangkusobroto untuk memimpin upaya pemulihan.
Saat memimpin upaya pemulihan tersebut, Willy memetik pelajaran, bahwa proses pemulihan tidak bisa dilakukan selamanya. Harus ada batas waktu yang jelas, kapan pekerjaan tersebut selesai.
ADVERTISEMENT
Di tahap awal, beberapa langkah yang dilakukan Willy di Nias adalah:
Saat melakukan upaya pemulihan di Nias, tantangan terbesar Willy adalah tidak ada referensi dari upaya-upaya sebelumnya. Akhirnya, Willy harus membuat mekanisme sendiri, mulai berurusan dengan orang-orang, kemudian memulai membuat keputusan dan melakukan berbagai tindakan.
Dari seluruh proses tersebut, Willy mengingatkan bahwa pemimpin harus berada di lapangan. Dengan begitu, dia bisa bicara dengan masyarakat terdampak untuk mengetahui kebutuhan mereka dan kemudian memenuhinya satu demi satu.

Penanganan Topan Nargis di Myanmar (2009)

Pada 2 Mei 2008, Topan Siklon Nargis menghantam wilayah Myanmar dan menjadi salah satu bencana terburuk di negara itu. Saat itu, gelombang badai masuk ke daratan hingga sejauh 40 kilometer dan melanda wilayah Delta Irrawaddy. Korban jiwa akibat bencana ini mencapai angka 138.373 jiwa. Sementara angka kerugian mencapai 10 miliar dolar Amerika Serikat. Topan Nargis kemudian menjadi bencana paling merusak di wilayah ini.
ADVERTISEMENT
Dampak bencana yang luar biasa tersebut ternyata tidak diimbangi dengan respons bencana yang cepat. Terjadi persoalan politik saat penguasa militer Myanmar menolak bantuan internasional dari lembaga-lembaga dunia serta negara pendonor. Presiden Amerika Serikat saat itu, George W. Bush, bahkan memberikan kecaman kepada penguasa yang menolak menerima bantuan internasional.
Setelah kejadian bencana, pemimpin negara-negara ASEAN mengadakan pertemuan darurat di Singapura. Pasca pertemuan ini, pemimpin militer Myanmar menyetujui pengiriman tim medis dan penilai kerusakan dari negara ASEAN. Persetujuan ini diikuti dengan kunjungan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, ke Myanmar, dan bantuan internasional pun mulai mengalir masuk ke Myanmar.
Saat upaya rekonstruksi pascabencana di Myanmar dilakukan, Willy berperan sebagai Utusan Khusus Sekretaris Jenderal ASEAN sekaligus sebagai Kepala Operasi Rekonstruksi Myanmar. Willy mengatakan, ASEAN bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan antara pemerintah Myanmar dengan berbagai lembaga bantuan.
ADVERTISEMENT
Peran ini sangat penting untuk mempercepat upaya rekonstruksi pascabencana, mengingat krisis kepercayaan dan persoalan politik yang terjadi antara Myanmar dengan lembaga internasional dan negara asing.

Krisis Kemacetan di Jakarta (2016-sekarang)

Setiap tahun, Jakarta mengalami kerugian sebesar 6 miliar dolar AS karena kemacetan. Tanpa mengatasi krisis kemacetan, diprediksi pada tahun 2020 Jakarta akan mengalami kelumpuhan total (grid lock). Kemacetan ini pada akhirnya akan memengaruhi kehidupan Anda dan orang-orang.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, pun membutuhkan sosok yang mampu mengatasi persoalan tersebut. Dibutuhkan seorang pemimpin yang sensitif terhadap krisis. Pada 2016, Willy dipanggil Gubernur dan ditugaskan untuk memimpin PT MRT Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sebelum menerima tugasnya, dalam diskusi dengan Gubernur, Willy menanyakan, apakah kemacetan yang dialami Jakarta dipandang sebagai krisis atau fenomena biasa? Rupanya Gubernur Basuki berpendapat, bahwa kemacetan yang terjadi di Jakarta adalah sebuah krisis dan memerlukan berbagai pendekatan untuk menanggulangi krisis.
Dari diskusi tersebut, Willy merasa menemukan kesamaan pandangan dengan Gubernur dan kemudian menerima tugas baru sebagai Direktur Utama PT MRT Jakarta.
Di awal menjabat, tantangan pertama yang dihadapi dalam pembangunan MRT adalah pembebasan lahan dan penyelesaian proyek tepat waktu. Selain itu, bagaimana menjadikan MRT di Jakarta menjadi gaya hidup baru warga Kota Jakarta juga menjadi tantangan bagi Willy.
Terutama, bagaimana meyakinkan warga Jakarta agar bersedia mengubah perilaku mereka dari menggunakan kendaraan pribadi, ke menggunakan alat transportasi publik. Willy berpendapat, sebaiknya yang dibangun adalah sarana transportasi publik yang baik dan terhubung, serta bukan jalan baru. Sebab, jalan-jalan baru akan senantiasa menciptakan titik-titik kemacetan baru.
ADVERTISEMENT
Pada peristiwa mati listrik hari Minggu, 4 Agustus 2019, layanan MRT Jakarta termasuk yang pertama mengalami gangguan. Saat itu, ada empat rangkaian kereta yang sedang beroperasi dengan 3.410 penumpang yang berada di dalamnya. Kereta terhenti di tempat-tempat terakhir yang menerima pasokan listrik, bahkan ada juga yang berada di dalam tanah.
Sebuah krisis baru lagi untuk Willy, karena jika tidak berhasil menangani peristiwa ini, maka akan menjadi catatan buruk bagi PT MRT. Meskipun, sebenarnya kesalahan bukan disebabkan karena personel, sistem, dan layanan mereka.
Willy menerima telepon dari Gubernur Anies Baswedan saat menyetir sendiri mobilnya ke pusat krisis MRT, karena komunikasi terputus dan dia tidak bisa menghubungi sopirnya. Gubernur menanyakan update situasi dan memberikan beberapa perintah yang segera ditindaklanjuti oleh Willy.
ADVERTISEMENT
Saat itu, tidak ada satu orang pun yang mengetahui kapan listrik akan kembali menyala. Perintah Willy adalah, menghemat tenaga cadangan yang dimiliki sebaik mungkin, untuk membantu melakukan evakuasi para penumpang.
Akhirnya, upaya Willy dan timnya pun berhasil mengevakuasi 3.410 penumpang yang berada di seluruh jaringan MRT. Proses evakuasi berjalan dengan baik dan tidak ada satu pun penumpang yang menjadi korban.
Dari peristiwa tersebut, Willy pun mulai memikirkan dan akan segera menindaklanjuti untuk memperbaiki rencana kontingensi di MRT. Selain itu, pembangunan layanan penyedia energi cadangan khusus untuk MRT juga akan dilakukan.

Memimpin dalam Krisis

William Sabandar berbagi pengalaman saat menghadapi krisis kepada para peserta ACE Programme.
"Kepemimpinan dalam krisis adalah mengenai kepastian (certainty) dan tidak adanya korban," kata William Sabandar.
ADVERTISEMENT
Pelajaran pertama dari berbagai krisis yang dihadapi adalah, perlunya membangun mentalitas untuk bekerja bersama dengan seluruh anggota tim. Selanjutnya, diikuti dengan membangun kepercayaan bahwa kerja sama tim tersebut dapat menemukan jalan untuk menyelesaikan tantangan dan pekerjaan tepat waktu.
Saat krisis terjadi, diperlukan seorang pemimpin yang kuat. Kepemimpinan yang kuat akan menarik orang-orang untuk datang dan mendapatkan dukungan dari mereka. Hal ini hanya dapat dicapai jika pemimpin tersebut mampu menjaga kepercayaan dan integritas.
Pemimpin harus mampu menjaga agar tidak sampai kehilangan kepercayaan. Misalnya ketidakmampuan mengelola terjadinya krisis, akan mengganggu kepercayaan yang selama ini sudah dijaga. Kemudian saat kesuksesan sudah diraih, maka perlu dijaga momentum kesuksesan tersebut.
Saat orang-orang sudah percaya, mereka akan mulai datang, mendukung, dan berjalan bersama kita. Misalnya MRT di Jakarta, bukanlah sekadar sarana transportasi, tetapi sebuah gaya hidup baru. Kini, dari target penumpang 65 ribu per bulan, MRT Jakarta sudah melampaui, karena 100 ribu penumpang per bulan tercapai.
ADVERTISEMENT
Satu catatan dari Willy adalah, perlu indikator dan kesamaan sudut pandang, serta pengakuan terjadinya suatu krisis dari berbagai pihak, termasuk para pemimpin. Kesamaan ini kemudian akan menghasilkan satu tindakan nyata bersama yang menentukan kesuksesan di akhir.
"Bagaimana mengelola suatu proyek?" tanya salah seorang peserta dari ACE Programme. Willy pun menjabarkan, bahwa untuk melakukan hal itu diperlukan langkah yang fleksibel dalam pendekatan yang dilakukan, namun fokus pada tujuan yang ingin dicapai.
Dari berbagai pengalaman yang sudah dilalui, krisis memang menciptakan pemimpin, tetapi menurut Willy beberapa syarat perlu dipenuhi, yaitu:
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan media, Willy mengenang pengalaman saat dirinya tidak melibatkan media. Hal ini membuat kondisi menjadi sulit, karena justru menciptakan banyak suara (noise) dan berbagai kerepotan lain. Oleh karena itu, penting sekali mendapatkan dukungan dari media, termasuk pada saat krisis.
"Komunikasi perlu dilakukan sejak awal, bukan hanya pada saat kita memerlukannya untuk bicara kepada masyarakat," tandas Willy. "Terbukalah dan jujur dengan tetap menjaga integritas dan mengomunikasikan dengan baik, sehingga akhirnya akan timbul kepercayaan, termasuk saat krisis terjadi di lapangan."
"Pernahkah Willy khawatir dan bagaimana mengatasinya?" kembali muncul pertanyaan dari salah seorang peserta ACE Programme. Dalam kondisi demikian, Willy menyarankan untuk tetap tersenyum dan menunjukkan sikap yang positif serta optimisme. Simpan kekhawatiran untuk diri kita sendiri, tunjukkan bahwa kita mampu mengatasi persoalan, dan sembunyikan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Memimpin dalam krisis juga tidak lepas dari kekeliruan. Namun, jangan khawatir membuat keputusan yang keliru, karena kepemimpinan menyediakan banyak kesempatan untuk melakukan kesalahan sekaligus kesempatan untuk memperbaikinya.
Saat kegagalan terjadi, maka cara mengatasinya adalah dengan terlebih dahulu mengakui, meminta maaf, menjelaskan, dan melakukan pendekatan-pendekatan yang biasa dilakukan pada saat terjadi krisis untuk segera memperbaiki keadaan.
Pesan Willy kepada sesama pemimpin adalah, "Jika anda menjadi pemimpin suatu perusahaan yang melayani kepentingan orang-orang, maka anda tidak boleh menikmati fasilitas tersebut."
Hal ini pun dilakukan Willy dengan antre di loket MRT, berdiri di gerbongnya, dan tidak menggunakan lift. Seluruh karyawan MRT juga melakukan hal ini. Dengan begitu, Anda akan mengetahui apa yang dirasakan oleh konsumen.
ADVERTISEMENT
Pemimpin saat krisis juga seringkali harus menangani konflik di antara anggota timnya. Jika itu terjadi, maka saran Willy adalah, untuk menghindari konflik yang terjadi dalam skala besar. Guna mencapai hal ini, maka perlu dijaga agar konflik hanya terjadi pada tingkat pimpinan.
Di MRT, Senin pagi adalah waktunya rapat bagi dewan direksi untuk membahas berbagai persoalan. Dalam kesempatan ini, perlu komunikasi secara terbuka dan menghargai berbagai keputusan yang dihasilkan.

Upaya Penanggulangan Bencana ke Depan

Mendasarkan dari berbagai pengalamannya, berikut beberapa pesan Willy untuk upaya penanggulangan bencana ke depan. Pertama, upaya pencegahan dan kesiapsiagaan perlu mendapatkan perhatian. Misalnya melalui jalur pendidikan agar masyarakat mengetahui risiko bencana dan mampu melakukan berbagai upaya pencegahan dan kesiapsiagaan.
ADVERTISEMENT
Tantangan bagi negara kita adalah, bagaimana membangun kesadaran dan sensitivitas pada bencana. Dengan melakukan hal ini, maka akan terbangun sebuah sikap untuk menghadapi risiko bencana.
Dalam penanggulangan bencana selama ini, kita terlalu fokus pada upaya respons. Ke depan, kesadaran akan bencana harus menjadi sikap. Guna melakukan hal tersebut, maka diperlukan sumber daya yang cukup untuk melakukan upaya mitigasi bencana. Cara yang dapat ditempuh adalah, dengan memasukkan isu kebencanaan ini ke dalam berbagai rencana pembangunan.
Mengenai AHA Centre, mekanisme ini baru pertama kali ada di dunia. Oleh sebab itu, AHA Centre dapat menjadi model untuk penanggulangan bencana di tingkat global.
Dalam melakukan penanganan krisis karena kejadian bencana, maka perlu mengetahui sifat-sifat (nature) dari bencana tersebut secara terbuka dan jelas. Selanjutnya, perlu memahami kompleksitas dari kejadian tersebut, dan terakhir adalah dengan melakukan tindakan yang tepat.
ADVERTISEMENT