Konten dari Pengguna

Penggunaan Hewan Coba dalam Riset

Srining Widati Azis
ASN, Legal Drafter di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta
23 Februari 2022 16:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Srining Widati Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Celline masih belum berhenti scrolling layar ponsel sambil rebahan di kamarnya. Matanya berkelana menjelajahi marketplace. Menatap tajam mencari produk skincare yang pas untuknya. “Kalau yang ini bagus gak ya?” tanyanya pada Gladys sahabatnya. “Ini katanya mengandung ingredient a,b,c,d manfaatnya ini itu, eh tunggu ini ada tambahannya “no animal testing”.
ADVERTISEMENT
Gladys yang semula duduk di kursi mulai tertarik untuk mendekat. Ikut membaca dan mulai mengingat. Beberapa waktu lalu ada demo penolakan mengenai hal ini. Demo mengajak khususnya kaum perempuan lebih memilih kosmetik dengan label tersebut.
Klirens Etik
Pengembangan sebuah produk pastinya melalui perjalanan riset yang panjang . Dalam produk kosmetik, beberapa perusahaan untuk pengujiannya menggunakan “hewan coba” atau disebut juga animal testing. Hewan coba merupakan hewan dan satwa liar yang digunakan dalam penelitian, pengujian, atau pendidikan.
Penggunaan hewan coba pada uji vaksin, digunakan baik pada tahap pengembangan, pembuatan dan kontrol kualitas. Hewan coba yang pertama kali digunakan oleh Robert Koch berupa tikus. Hewan coba yang sering digunakan selain tikus, berupa mencit, marmut, kelinci,anjing, kera dan babi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan peraturan LIPI Nomor 19 tahun 2019 LIPI (saat ini terintegrasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2021) telah menerbitkan pengaturan mengenai klirens etik. Terdiri atas klirens etik penelitian bidang ilmu sosial dan kemanusiaan, dan klirens etik penelitian menggunakan hewan coba. Regulasi ini menegaskan setiap penelitian yang menggunakan objek penelitian hewan coba harus melalui proses klirens etik penelitian terlebih dahulu.
Klirens etik merupakan suatu instrumen untuk mengukur keberterimaan secara etik. Suatu rangkaian proses penelitian sehingga semua penelitian yang melibatkan subjek dan objek riset tidak boleh melanggar standar etik yang berlaku universal.
Klirens etik hewan coba bertujuan melindungi objek penelitian hewan coba berdasarkan prinsip kesejahteraan hewan. Penelitian yang menggunakan objek penelitian hewan coba dikecualikan dari proses klirens etik untuk seluruh hewan coba invertebrata (bertulang belakang). Kecuali cephalopoda (cumi-cumi, gurita, nautilus) dan decapoda (udang, lobster, kepiting).
ADVERTISEMENT
Klirens etik riset menggunakan hewan coba dilaksanakan berdasarkan prinsip etik penggunaan hewan coba. Prinsip etik penggunaan hewan coba diterapkan pada hewan peliharaan dan ternak, satwa liar, dan/atau hewan laboratorium.
Kesejahteraan Hewan
Penggunaan hewan coba dalam riset harus memperhatikan kesejahteraan hewan. Kesejahteraan hewan meliputi penempatan dan pengandangan dilakukan agar hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya. Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan. Demikian halnya dengan pengangkutan, penggunaan dan pemanfaatan harus bebas dari penganiyaan dan penyalahgunaan.
Selain itu penggunaan hewan coba juga harus memperhatikan prinsip etik yang disebut dengan 3R, yaitu replacement, reduction dan refinement. Replacement atau penggantian mengacu pada metode mensubstitusi hewan coba dengan model lain seperti program komputer, kultur sel, atau hewan coba dengan tingkatan sensitifitas (sentient) lebih rendah. Reduction atau pengurangan melibatkan strategi menggunakan jumlah hewan minimal tanpa mengurangi validitas data atau berupa pengurangan perlakuan penelitian yang menimbulkan sakit dan stress. Refinement atau perbaikan berkenaan dengan modifikasi sistem pemeliharaan atau prosedur penelitian untuk meningkatkan kesejahteraan hewan atau meminimalisasi sakit dan stres.
ADVERTISEMENT
Persetujuan Klirens Etik
Klirens etik riset dilakukan sebelum aktifitas riset berlangsung. Permohonan klirens etik diusulkan melalui proposal yang berisi judul, latar belakang, metodologi, luaran yang diharapkan, kepakaran dan track record sumber daya manusia yang terlibat, sumber dana, mitra kerja, lokasi riset, perencanaan manajemen data, dan waktu. Permohonan klirens etik penelitian menggunakan hewan coba diajukan kepada ketua komisi klirens etik penelitian menggunakan hewan coba di BRIN.
Penilaian untuk mendapatkan persetujuan klirens etik riset menggunakan hewan coba dilakukan berdasarkan pemilihan dan pemeliharaan hewan, perlakuan penelitian, terminasi, dan pasca penelitian. Pemeliharaan hewan coba untuk penelitian sesuai dengan ketentuan kesejahteraan hewan. Pemeliharaan hewan coba harus selalu tersedia perawat hewan termasuk saat hari libur.
ADVERTISEMENT
Penggunaan hewan coba dalam riset, sumber : lipi.go.id
Penilaian lainnya mengenai tindakan terminasi yang dilakukan agar hewan coba tidak menimbulkan penderitaan berkepanjangan. Tindakan terminasi dilakukan berdasarkan teknik euthanasia. Jika dilakukan dengan terminasi lainnya, harus ada penjelasan ilmiah dan rasional atas tindakan tersebut.
Pada saat berakhirnya riset, penilaian juga dilakukan terhadap tindakan pasca penelitian termasuk penanganan bangkai hewan. Hewan coba yang akan digunakan kembali untuk penelitian lain atau yang akan diterminasi pasca penelitian harus disertai penjelasan.
Secara fundamental, klirens etik sangat penting diajukan sebelum riset dilakukan. Keluaran hasil riset yang akan dipublikasi ke jurnal Internasional rata-rata mensyaratkan adanya dokumen persetujuan klirens etik. Hal ini untuk memastikan proses dan tahapan selama riset berlangsung dalam menggunakan hewan coba telah memperhatikan prinsip etik dan kesejahteraan hewan.
ADVERTISEMENT