Konten dari Pengguna

Kisah Saya sebagai ASN, dari Bukan Cita-Cita hingga Menjadi Pegawai Berprestasi

Sri Surati
Microbiology and Molecular Biology Division, National Quality Control Laboratory of Drug and Food, Indonesian Food and Drug Authority. ASNation. The University of Indonesia. Osaka University.
30 Maret 2021 6:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Surati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ASN. Foto: ANTARA FOTO/Jojon
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ASN. Foto: ANTARA FOTO/Jojon
ADVERTISEMENT
Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan impian banyak orang. Namun, menjadi ASN bukanlah cita-cita saya selepas lulus Sarjana tiga belas tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Profesi ASN sempat memiliki kesan yang buruk pada waktu itu, namun tetap menjadi idaman banyak orang. Terbukti dengan berbondong-bondongnya orang mendaftar untuk menjadi ASN.
Sebagai mahasiswi yang baru saja lulus, idealisme saya masih sangat kuat. Menjadi pegawai swasta mungkin lebih menyenangkan.
Cita-cita saya ternyata tidak sejalan dengan keinginan kedua orang tua saya yang menginginkan saya menjadi ASN. Kalaupun harus menjadi ASN, mungkin saya memilih untuk menjadi ilmuwan.
Bagaimanapun, menjadi anak satu-satunya di keluarga saya membuat saya tak kuasa menolak keinginan kedua orang tua saya.
Persiapan Serba Dadakan
Selepas lulus dari salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yang saya jalani dengan beasiswa penuh dari salah satu organisasi non-pemerintah milik Jepang dan tentu saja berbekal rida orang tua, saya berhasil lulus menjadi salah satu ASN di salah satu lembaga pemerintah.
ADVERTISEMENT
Wow, bagaimana bisa saya diterima di suatu instansi pemerintah yang saya tau informasinya saja pada hari terakhir pendaftaran, itupun melalui teman.
Hari itu, dengan semringah, Ibu saya mendorong saya untuk mendaftar di instansi tersebut walaupun beliau tahu bahwa saya juga sedang menjalani tes di Lembaga Penelitian milik Pemerintah.
Bahkan surat lamaran yang harus ditulis tangan, saya buat sembari mengantre dan berdiri mengular meminjam punggung teman di depan saya hingga menunggu giliran dipanggil oleh panitia pendaftaran.
Teriknya matahari tentu saja tidak mampu mengalahkan panasnya hati ini mengingat belum ada satupun berkas yang disiapkan. Beruntung tidak ada berkas yang tertinggal dirumah walau semua serba dadakan.
Untuk jurusan kuliah yang jarang seperti saya saat itu, hanya dibutuhkan empat orang untuk memenuhi kebutuhan pegawai lembaga tersebut di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk Jakarta, hanya dibutuhkan satu orang saja. Mengingat saya adalah anak satu-satunya di keluarga saya, dengan nekatnya saya memilih penempatan Jakarta.
Bertemunya saya dengan beberapa teman seangkatan kuliah yang mendapatkan predikat cum laude pada saat tes CPNS cukup mengintimidasi. Bahkan tidak ada rasa percaya diri sedikitpun untuk bisa melalui hari itu.
Setelah melalui tiga tahapan tes yang menurut saya sulit, akhirnya, doa kedua orang tua mengantarkan saya menjadi orang yang diberi amanah oleh Tuhan mengisi satu-satunya tempat tersebut di Jakarta. Lembaga pemerintah yang ternyata impian Ibu saya.
Melepaskan Cita-Cita Awal
Tak percaya dan sempat sedih rasanya mendapatkan pekerjaan tersebut. Bukan tidak bersyukur, idealisme saya yang ingin sekali menjadi pegawai swasta atau seorang ilmuwan harus saya hempas jauh-jauh.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu saya telah menjalani tes terakhir di salah satu perusahaan swasta dan telah menjalani dua tahap tes pada lembaga ilmu pengetahuan milik pemerintah, Saya harus merelakan semuanya karena telah menandatangani surat perjanjian kerja pada lembaga impian Ibu saya tersebut.
Padahal, justru mendaftar ke beberapa tempat tersebutlah yang telah saya persiapkan lahir batin. Menangis? sudah tentu saya menangis semalaman bahkan dua sampai tiga malaman setiap mengingat kenyataan harus melepaskan mimpi tersebut.
Untuk bisa menerima kenyataan, saya berusaha berpikir positif bahwa Tuhan mempercayakan amanah tersebut pasti dengan tujuan tertentu.
Benar saja, tidak lama setelah saya bekerja, saya harus rela melepas kepergian Ibu saya untuk selama-lamanya. Sungguh saya sangat bersyukur dapat mewujudkan mimpi Ibu saya.
ADVERTISEMENT
Tuhan telah memberikan jalan terbaik untuk melepas Ibu saya dengan posisi telah bekerja di tempat yang ternyata beliau idam-idamkan selama ini.
Terpilih sebagai Pegawai Berprestasi
Bekerja sebagai ASN ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Kesan buruk yang melekat pada ASN waktu itu tidaklah benar. Pemerintah telah banyak melakukan reformasi birokrasi secara bertahap sehingga mampu meningkatkan kinerja instansinya.
Ada waktu di mana saya merasa bekerja seperti robot hingga rasanya kaki saya berada di kepala dan kepala saya berada di kaki.
Seringkali saya membawa pekerjaan pulang ke rumah hanya untuk membuat hati tenang walau kenyataannya tidak ada yang dapat dikerjakan di rumah. Apa ada juga yang seperti saya?
Akhirnya, tidak jarang saya pulang terlambat bahkan menjadi orang terakhir yang keluar dari kantor. Hal tersebut saya lakukan agar pekerjaan tidak menumpuk dan kebutuhan instansi dapat terpenuhi tepat waktu dan sesuai target.
ADVERTISEMENT
Bukan saya tidak dapat membagi waktu dengan baik, namun beban kerja yang tinggi dengan jenis pekerjaan yang juga bervariasi menjadi alasannya.
Bersyukur keluarga tetap mengerti dan mendukung setiap langkah saya. Tidak pernah sekalipun mereka menghakimi saya karena sering pulang terlambat. Pesan mereka, niatkan semua untuk ibadah kepada Tuhan.
Satu hal yang perlu diyakini, Tuhan tidak tidur. Selama kita niatkan pekerjaan itu hanya untuk Tuhan, maka akan dibalas olehNya dalam bentuk lainnya.
Benar saja, beberapa tahun kemudian, saya berhasil terpilih menjadi pegawai berprestasi di instansi tempat saya bekerja. Saya harus bersaing dengan dua orang lainnya yang berasal dari unit kerja yang sama.
Seleksi tersebut didasarkan pada kehadiran, penilaian kinerja, inovasi, polling yang juga didukung oleh testimoni atasan dan rekan sejawat. Setiap kriteria penilaian memiliki kriteria penilaiannya sendiri-sendiri.
ADVERTISEMENT
Kehadiran dinilai dari berapa seringnya pegawai terlambat, pulang cepat atau tidak masuk selain karena cuti tahunan, alasan penting atau sakit yang dibuktikan dengan surat dokter yang tervalidasi.
Selanjutnya, penilaian kinerja didasarkan pada nilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang mencapai predikat sangat baik atau termasuk dalam 10% nilai SKP tertinggi di unit kerja selama minimal satu tahun.
Penilaian inovasi dan/atau prestasi kerja lainnya dilihat dari adanya inovasi yang diciptakan oleh pegawai untuk mendukung kinerja unit kerja atau instansinya.
Penilaian tersebut diukur dari dampak inovasi yang diberikan, apakah hanya berdampak pada pekerjaan pegawai tersebut, apakah berdampak pada subunit kerja, unit kerja atau bahkan memberikan dampak besar untuk instansi, yang tentu saja harus dibuktikan dengan laporan inovasi.
ADVERTISEMENT
Polling, testimoni dari rekan sejawat dan atasan juga mewarnai kriteria penilaian untuk melihat ada tidaknya dukungan dari pegawai di unit kerja terhadap calon pegawai berprestasi.
Tidak disangka, saya berhasil memperoleh penghargaan pegawai berprestasi tersebut mewakili unit kerja saya.
Penghargaan ini adalah salah satu hadiah yang luar biasa. Pesan saya jangan lupa untuk selalu bekerja dengan ikhlas, Insyaa Allah akan selalu bermanfaat dan rejeki berlipat.