Konten dari Pengguna

Nenek Moyangku Seorang Pelaut, Sekadar Lagu atau Fakta?

Sri Surati
Microbiology and Molecular Biology Division, National Quality Control Laboratory of Drug and Food, Indonesian Food and Drug Authority. ASNation. The University of Indonesia. Osaka University.
22 Oktober 2020 12:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Surati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kapal pinisi Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal pinisi Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
`Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarungi luas samudera, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa`, begitulah kira-kira petikan lagu yang sering kita dengar ketika kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
Jika kita menilik sejarah Indonesia, maka dengan bangga dapat dikatakan bahwa lagu ini benar adanya.
Masyarakat Indonesia sejak dulu memang dikenal gemar berlayar untuk berdagang, yang awalnya menggunakan dayung hingga berkembang dengan bantuan layar, kemudian mesin uap dan akhirnya diesel.
Sejarah Membuktikan
Mengutip cerita dari Bapak FG Winarno beberapa waktu lalu, salah satu bukti sejarah yaitu terdapatnya relief kapal layar pada Candi Borobudur, Candi Buddha terbesar di dunia. Kapal layar yang besar dan megah tersebut didirikan pada abad 8M, 1200 tahun lalu oleh Kerajaan Syailendra. Kapal ini berlayar rutin mengarungi lautan, menerjang badai yang ganas melalui Samudera Hindia ke Madagaskar, Afrika Selatan hingga ke Ghana, Afrika Barat untuk berdagang rempah, gading, kulit binatang dan keramik.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Furqon (2015), untuk membuktikan sejarah, sebuah ekspedisi yang dinamakan Ekspedisi Kapal Borobudur yang digagas oleh Philip Deale, seorang mantan Angkatan laut Inggris, yang ingin membuktikan sejarah tersebut dengan membangun kapal yang sama dan mengarungi jalur pelayaran yang sama dengan Kapal di relief tersebut.
Kapal yang berhasil dibuat dalam waktu sekitar 4 bulan itu diberi nama Samudra Raksa. Ekspedisi yang dipimpin oleh Deale tersebut dinahkodai oleh Kapten Laut I Gusti Putu Ngurah Sadana dari Angkatan Laut Indonesia, berhasil menelusuri jejak pelayaran dan setelah berhenti di berbagai negara, akhirnya disudahi di Ghana. Walaupun menggunakan penunjuk arah dan saluran komunikasi, namun kapal tersebut tidak dilengkapi radar sehingga kemampuan awak kapal sangat diuji dalam ekspedisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Bukti lainya yaitu Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 M, walaupun banyak menggantungkan hidup dari sumber daya alam daratan, namun tercatat memiliki armada laut yang kuat untuk melindungi jalur perdagangan dan kekuasaannya.
Selanjutnya pada abad 15 M, Sultan Alaudin Al-Mukamil dari Kesultanan Aceh memiliki armada kapal perang hingga 100 kapal. Uniknya lagi, armada laut tersebut dipimpin oleh laksamana wanita bernama Laksamana Malahyati, yang terkenal hebat dan berani dalam menumpas negara Portugal yang saat itu merupakan salah satu negara adikuasa dunia.
Kemampuan Turun Menurun
Menurut Bapak Winarno, Nenek Moyang Bangsa Indonesia memang memiliki kemampuan membuat kapal yang mumpuni.
Sebut saja Kapal Pinisi, yang sudah sejak abad ke 14M merupakan kebanggaan putra-putri Sulawesi Selatan dan bangsa Indonesia. Kapal tersebut hanya dibuat dengan tangan, menggunakan material kayu, hanya memakai paku kayu bukan paku besi dan tanpa adanya contoh atau catatan apapun (blue print).
ADVERTISEMENT
Kemampuan ini sudah diwariskan secara turun temurun. Mereka seperti memiliki gen layaknya Burung Manyar yang lihai membuat sarangnya. Kemampuan ini pun masih banyak ditemukan pada Suku Bugis yang tinggal di Kabupaten Bulukumbang, sekitar 150 Km dari Makassar.
Kondisi Masa Kini
Ternyata identitas pelaut Tangguh itu kini mulai bergeser seiring dengan banyaknya pendatang dari negara lain. Bekerja sebagai nahkoda kapal ataupun nelayan tak lagi menarik di mata generasi masa kini.
Banyaknya sumber daya laut yang dicuri nelayan asing dan kehilangan atas beberapa pulau kecil yang berada di batas luar Indonesia, sangat memprihatinkan.
Kepiawaian nenek moyang Indonesia dalam menjelajahi Samudera bahkan diacungi jempol oleh negara-negara barat. Kompas dan peta berbahasa Jawa menjadi saksi bisu perjalanan nenek moyang kita dalam mengarungi lautan.
ADVERTISEMENT
Minimnya informasi mengenai sejarah kelautan ditengarai menjadi salah satu penyebab berkurangnya rasa kecintaan masyarakat terhadap laut. Sudah selayaknya, sejarah mengenai kejayaan kemaritiman Indonesia disampaikan kepada para generasi muda untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kelautan.
Jika menilik sejarah, betapa pentingnya deklarasi Juanda untuk menjamin wilayah laut Indonesia sebagai harta benda kita yang tak ternilai. Untuk itu, masa depan kejayaan dan kelestarian NKRI hanya dapat dijamin jika Indonesia berjaya di lautan.
Nutrisi masa depan berada di lautan. Menjadi pelaut masa kini tidak semata-mata hanya dengan menjadi nahkoda kapal ataupun nelayan, namun mampu mengolah dan memanfaatkan sumber daya laut menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki akan membawa bangsa ini kembali ke masa kejayaannya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, seperti petikan lain dari lagu nenek moyangku, `angin bertiup layar terkembang, ombak berdebur di tepi pantai, pemuda berani bangkit sekarang, ke laut kita beramai-ramai`, generasi muda menjadi harapan bangsa ini untuk mulai mencintai laut dan menggali potensi kelautan yang ada demi Indonesia Jaya.