Di Balik Tirai: Kehidupan Tersembunyi Etnis Minoritas di Negeri Sakura

Stefany Bintang
student at Airlangga University, Faculty of Humanities, Japanese Studies
Konten dari Pengguna
3 April 2024 11:16 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stefany Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tokyo, JAPAN - July 18, 2023 : Japan bar street Nightlife People lifestyle in Tokyo city ( Source: VTT Studio/ Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Tokyo, JAPAN - July 18, 2023 : Japan bar street Nightlife People lifestyle in Tokyo city ( Source: VTT Studio/ Shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Etnisitas dalam suatu negara mengacu pada identitas sosial yang diperoleh melalui faktor-faktor seperti budaya, bahasa, sejarah, dan kesamaan asal usul antara individu dengan individu lain, atau suatu kelompok dengan kelompok lain. Etnisitas juga dapat bersifat dinamis, yang berarti bahwa identitas etnis seseorang dapat berubah seiring waktu melalui interkasi dengan berbagai kelompok dalam masyarakat. Sedangkan isu etnisitas dapat terjadi karena adanya perbedaan budaya, atau asal usul di masa lalu, dimana kurangnya upaya untuk memahami dan menghargai perbedaan antara kelompok- kelompok etnis. Peran etnisitas dalam masyarakat juga dapat mempengaruhi akses terhadap sumber daya, hak- hak, dan kesempatan dalam berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, politik.
ADVERTISEMENT
Etnisitas dan konsep minoritas merupakan aspek penting dalam konteks sosial dan budaya Jepang. Etnisitas sering kali dikaitkan dengan identitas Jepang yang berasal dari keturuan asli Jepang. Etnisitas di Jepang juga berdampak oleh perilaku etnosentrisme dan rasa kemurnian ras, yang menyebabkan banyak penduduk Jepang menganggap dirinya sebagai negara homogen dari segi budaya dan etnis. Meskipun negara Jepang dikenal sebagai negara homogen atau yang artinya merujuk pada suatu karakteristik, yang didominasi oleh satu kelompok etnis mayoritas, namun keberagaman budaya dan sosial telah menjadi bagian integral dari masyarakat Jepang modern. Dalam pandangan ini, pemahaman tentang etnisitas dan tantangan sosial yang di hadapi oleh etnis minoritas masyarakat Jepang sangat penting bagi kita, untuk mempelajari lebih dalam mengenai budaya masyarakat Jepang.
ADVERTISEMENT
Jepang atau yang biasa disebut sebagai negeri Sakura mempunyai beragam permasalahan minoritas, salah satunya yaitu permasalahan etnis minoritas. Isu minoritas ini, merupakan realita yang benar benar ada dan terjadi di Jepang. Terdapat empat kelompok minoritas terbesar di Jepang yaitu Burakumin, Zainichi Korea, Ainu, dan Pekerja asing. Adanya satus minoritas yang terjadi pada keempat etnis tersebut karena adanya perbedaan histori atau asal usul di masa lalu. Seperti yang di ketahui bahwa orang lanjut usia di Jepang pada umumnya cenderung menganut orientasi etnosentris, yang mengartikan bahwa mereka mengutamakan nilai- nilai dan tradisi yang terkait dengan budaya Jepang. Orientasi etnosentris ini tercermin dalam berbagi aspek kehidupan sehari hari termasuk dalam hubungan sosial dan pandangan terhadap budaya sosial lainnya. Secara lebih luas dapat didefinisikan bahwa orang Jepang membingkai perdebatan mengenai isu minoritas dan etnis di Jepang pada saat ini.
ADVERTISEMENT
Etnis Burakumin
Burakumin dikenal sebagai kelompok etnis minoritas terbesar yang di anggap sebagai kelompok orang buangan dan secara historis mengalami diskriminasi dan stigma. Secara biologis dikatakan tidak ada perbedaan antara anggota Burakumin dengan mayoritas orang Jepang asli. Sehingga secara sekilas tidak akan nampak adanya perbedaan. Kehidupan kelompok Burakumin selama ini dapat dikatakan menjadi korban akibat adanya keyakinan fanatik dari pandangan masyarakat lain. Nenek moyang dari etnis Burakumin diyakini termasuk ke dalam kategori sosial atau kasta rendah, dan dianggap derajatnya ada di bawah warga negara biasa. Keyakinan ini ada di Jepang ketika masa feodal, dan yang memiliki pandangan ini pada dasarnya berasal dari kelas inferior. Terdapat berbagai perlakuan diskriminasi kejam yang di berikan kepada masyarakat etnis Burakumin, karena adanya sistem kasta yang masih di pegang kuat pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Besarnya prasangka tidak baik yang diterima oleh kelompok Burakumin, membuat anggota Buraku untuk tinggal di komunitas terpencil, dan dalam kondisi yang bisa disebut relatif miskin. Di dalam kelompok Burakumin, terdapat dua jenis orang buangan yang tinggal. Yang pertama di kenal sebagai Eta ( dianggap sangat tercemar dan sangat terkontaminasi). Mereka ditempatkan di luar sistem kelas sosial yang utama dan juga diberi label sebagai kelompok yang tidak suci dan kotor dalam pandangan masyarakat. Stigma atau pemikiran tentang masyarakat Eta ini berlanjut hingga zaman modern, meskipun upaya telah dilakukan untuk mengatasi deskriminasi ini dilakukan. Pekerjaan seperti pencelup, pembuat peralatan bambu dan logam, pekerja laut, pekerja industri kulit, penjaga ladang pertanian akan dianggap sebagai masyarakat Eta. Yang kedua di kenal sebagai Hinin, dianggap terpinggirkan atau tidak termasuk kedalam kelas sosial yang dianggap mulia atau suci. Pada masa feodal Jepang, stigma terhadap kelompok hini sangat kuat, dan sering kali di isolasi dari masyarakat umum. Deskriminasi terhadap mereka meliputi pembatasan hak- hak, akses pekerjaan, tempat tinggal dan pernikahan. Stigma ini masih bertahan hingga zaman modern di Jepang.
ADVERTISEMENT
Zainichi Korea
Penduduk Korea yang berada di Jepang disebut sebagai zainichi Korea, yang juga merupakan kelompok minoritas terbesar yang berasal dari luar negeri. Penduduk Korea di Jepang karena adanya penjajahan Korea oleh Jepang pada abad- 20, yang membuat banyak masyarakat Korea tinggal di Jepang. Pada tahun 1910 pemerintah Jepang membawa kakek nenek mereka ke Jepang sebagai buruh murah. Zainichi Korea mendefinisikan dirinya sebagai warga negara Jepang yang memiliki keturuan Jepang. Setelah adanya berdirinya Korea yang merdeka, banyak dari masyarakat sisanya memilih untuk tetap di Jepang. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan Korea dan akan mengalami kesulitan hidup disana.
Kelompok zainichi Korea juga mengalami berbagai tantangan karena merupakan kelompok minoritas di Jepang. Adanya perilaku diskriminasi yang di berikan pada anggota zaincihi Korea, seperti deskriminasi perekrutan pekerjaan, dan hak sipil lainnya. Kelompok zainichi Korea juga terbagi menjadi dua, karena adanya faktor terbaginya Semenanjung Korea Selatan dan Utara. Yang pertama yaitu kelompok yang berorientasi pada Selatan disebut sebagai Organisasi Selatan Mindan. Kelompok Mindan yang berorientasi pada Korea Selatan berperan dalam memelihara dan mempromosikan budaya Korea Selatan di Jepang termasuk melalui kegiatan seni, budaya, dan pendidikan bertujuan untuk memperkuat hubungan antara komunitas Korea Selatan dan Jepang. Yang kedua yaitu kelompok yang berorientasi pada Utara yang disebut dengan Chongryun. Chongryun bertujuan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan warga Korea Utara yang tinggal di Jepang.
ADVERTISEMENT
Ainu
Ainu merupakan sebuah suku yang telah tinggal di wilayah Utara sejak zaman prasejarah. Mereka memiliki budaya yang unik dan berbeda dari mayoritas budaya Jepang, dan dahulu suku ainu merupakan pemburu, pengumpul, dan nelayan. Suku Ainu diketahui sebagai suku asli Jepang yang berasal dari Hokkaido, serta wilayah pulau Sakhalin dan kepulauan kuril di Rusia. Kebudayaan Ainu didasarkan pada pandangan dunia bahwa segala sesuatu yang ada di alam, baik tumbuhan, hewan, dan lainnya, memiliki kehidupannya sendiri dan dapat berinteraksi dengan umat manusia. Pemerintah menganggap suku Ainu sebagai ras yang terbelakang, dan mengambil kebijakan asimilasi secara sewenang- wenang serta menghancurkan sebagian besar budaya tradisional Ainu.
Kemudian pada tahun 2008 pemerintah Jepang secara resmi mengakui adanya suku Ainu di Jepang. Hal ini pun banyak didebatkan dan direformasi. Namun setelah adanya penyebaran pengetahuan tradisi Ainu dan semakin berkembangnya jaman, Jepang mengeluarkan piagam bersejarah yang berisikan untuk masyarakat Jepang untuk mengakui keberadaan komunitas Ainu dan budaya khasnya di Jepang.
ADVERTISEMENT
Pekerja Asing
Para pekerja asing yang menjadi minoritas disini merupakan orang asing yang tinggal di Jepang pada tahun 1980an. Masuknya pekerja asing dari bebrbagai negara berkembang dan meningkat di Jepang dan itu pun tidak termasuk dari zainichi korea dan cina. Mayoritas pengusaha yang mempekerjakan pekerja asing berada pada kelompok terbawah. Para majikan ini pada umumnya mengelola usaha usaha kecil yang melibatkan para pekerja asing ini untuk kerja larut malam atau dini hari. Pekerja asing yang tidak memiliki atau kurang dalam kemampuan bahasa dan pengetahuan tentang Jepang akan menjadi kelompok yang paling terpinggirkan dalam populasi marginal di Jepang. Beberapa diantara mereka dianggap sebagai orang buangan semu yang meninggalkan negara asal mereka karena tidak puas dengan kondisi negaranya. Kemudian mengenai isu bahwa beberapa masyarakat Jepang asli khawatir dengan pekerja asing yang masuk tanpa berdokumen, karena mereka berpikiran para pekerja asing ini berpotensi sebagai penjahat dan mencemari masyarakat yang dianggap bebas dan bebas kejahatan. Hal ini membuat para pekerja asing mengalami kesulitan dalam mengakses sarana hukum, dan kontrol dari aparat Jepang yang semakin ketat, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk melakukan tindakan “ bawah tanah”.
ADVERTISEMENT
Itulah keempat etnis minoritas yang ada di Jepang. Dapat kita ketahui bahwa setiap etnis yang ada di Jepang baik yang mayoritas maupun minoritas, memiliki warisan budaya yang berbeda beda dan patut untuk dihargai. Pemahaman mengenai etnisitas yang terjadi di Jepang membukakan pikiran serta pandangan kita mengenai budaya yang ada di masyarakat Jepang di jaman dahulu hingga saat ini. Pentingnya upaya untuk memahami, menghargai, dan melestarikan warisan budaya di Jepang untuk mencapai masyarakat yang beragam. Hal ini memerlukan dukungan yang besar untuk mengatasi tantangan sosial yang terjadi, serta menghilangkan stigma atau pandangan yang tidak baik pada suatu etnis tertentu, guna membangun masyarakat yang harmonis dan adil.