Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Menilik Politik dan Pancasila Lewat Kacamata Kaum Stoic
12 November 2022 21:41 WIB
Tulisan dari Stela Salsabilla Fambudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Patung The Thinker yang sekarang dikenal sebagai simbol filsafat dunia. Sumber : shutterstock.com](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01ghnm1t9ae23hw97sxajayzg4.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Stoikisme adalah filsafat eudaimonia helenistik, yang artinya gagasan tersebut dipengaruhi oleh para pendahulu dan orang pada zamannya yang saling melakukan dialog lalu membahasnya dalam diskursus filsafat pada waktu itu. Eudaimonia artinya adalah kehidupan yang layak dijalani, sering diterjemahkan saat ini sebagai "kebahagiaan" dalam arti luas. Sering kali ide kebahagiaan tersebut dikaitkan dengan kebijaksanaan dan kebajikan. Stoikisme lebih sering dilihat sebagai pandangan yang bersifat individualistik daripada egalistik. Hal ini dikarenakan inti atau ajaran utama dari Stoikisme adalah bagaimana cara seorang manusia dapat mengatur pikiran dan energinya dalam menghadapi berbagai macam hal, baik hal-hal yang dapat dia kontrol sepenuhnya, maupun tidak dapat dia kontrol sepenuhnya untuk mencapai eudaimonia.
Stoikisme dan Politik
Teori “Moral Stoikisme” juga didasarkan pada pandangan bahwa dunia sebagai satu kota besar adalah satu kesatuan. Manusia sebagai warga dunia memiliki kewajiban dan loyalitas terhadap segala sesuatu yang ada di kota tersebut. Mereka harus berperan aktif dalam urusan dunia. Mengingat dunia mencontohkan kebajikan dan perbuatan benar. Oleh karena itu, munculah teori kosmopolitanisme. Lewat point of view tersebut, dapat terlihat bahwa Stoikisme menjunjung tinggi egalitarianisme antar umat manusia. Tidak peduli dari suku, agama, atau ras mana mereka berasal, semua orang di dunia ini di mata orang Stoic berada dalam konstruksi sosial yang sama. Yang membedakan tiap individu adalah bagaimana dia mengatur pikiran dan energi dalam dirinya untuk mencapai eudaimonia masing-masing, dengan tidak merugikan/mengganggu pencapaian eudaimonia orang lain.
ADVERTISEMENT
Stoikisme tidak mengharuskan para pengikutnya untuk terlibat dalam politik, dengan cara yang membuat mereka mempertanyakan suatu sistem konstruksi sosial secara langsung. Stoikisme membuat suatu paradigma baru bahwa apabila ingin mengubah suatu sistem yang ada, diperlukan perubahan dalam individu terlebih dahulu baru. Yaitu penyadaran dalam menilai bahwa semua orang adalah bersaudara, dan dengan itu, apabila terdapat ketidakadilan dalam suatu sistem yang memiliki hubungan erat dengan manusia-manusia lain, maka sudah menjadi hal yang lumrah apabila nantinya kaum Stoic akan dengan berani menentang sistem yang ada demi mewujudkan keadilan bagi semua orang tanpa terkecuali karena kita semua adalah "Citizens of the World".
Kosmopolitanisme, Demokrasi, dan Pancasila
Seperti yang kita ketahui, penetapan Pancasila sebagai dasar negara memberi pengertian bahwa Pancasila merupakan philosopische grondslag. Oleh karena itu, Pancasila menjadi panduan atau pedoman dalam bernegara dan bermasyarakat. Baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Sejatinya segala yang dirumuskan dalam Pancasila merupakan jiwa dari bangsa Indonesia yang telah dilestarikan oleh nenek moyang kita terdahulu, yang selanjutnya dimanifestasikan menjadi lima sila dalam Pancasila. Oleh karena itu, pantaslah Pancasila disebut sebagai pandangan hidup bangsa karena ia merupakan jiwa dari bangsa Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT
Kosmopolitanisme dan Pancasila dapat berjalan bersamaan. Dalam sila kelima Pancasila yang berbunyi, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" merupakan inti dari kosmopolitanisme. Perbedaannya adalah dalam sila kelima Pancasila tersebut konsep yang secara tersirat ditekankan adalah kosmopolitanisme dalam ruang lingkup Indonesia. Namun, perlu diingat dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi, "Kemanusiaan yang adil dan beradab" merupakan bukti bahwa Pancasila juga memiliki nilai yang sama dengan kosmpolitanisme secara universal dan mewakili dari pemikiran kaum Stoic bahwa semua orang hendaknya diperlakukan sama dan sederajat, tidak peduli dari agama, suku atau negara mana mereka berasal.
Negara Pancasila adalah negara yang didirikan dengan tujuan untuk merangkul hak asasi dan martabat semua warga negara Indonesia, supaya tiap individu dapat memperoleh eudaimonia dengan cara yang tidak mengganggu pencapaian eudaimonia warga negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu, selain diperlukan sistem yang melingkupi perlindungan hak dan martabat, diperlukan peran individu secara aktif juga demi mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin, agar tiap individu mencapai eudaimonianya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Dimensi implementasi Pancasila sangatlah dekat dengan dimensi Stoikisme yang sama-sama memiliki gagasan utama penghormatan hak asasi dan martabat tiap individu. Salah satu dimensi implementasi Pancasila adalah lewat penerapan sistem demokrasi dalam ruang lingkup bangsa Indonesia. Demokrasi dalam dimensi Pancasila diharapkan mampu menjembatani segala kepentingan yang mengarah kepada kepentingan masyarakat, bukan kelompok tertentu.
Sistem Demokrasi Pancasila dimaksudkan untuk memiliki karakteristik: perlindungan hak asasi manusia, pengambilan keputusan atas dasar musyawarah, peradilan yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, keberadaan partai politik dan organisasi sosial politik sebagai penyalur aspirasi rakyat, terselenggaranya pemilihan umum yang bersifat langsung; umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil; kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945), keseimbangan antara hak dan kewajiban, pelaksanaan kebebasan bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa; diri sendiri, masyarakat, dan negara atau orang lain; dan menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
ADVERTISEMENT
Dimensi demokrasi Pancasila tidak hanya "formalitas" saja, lebih dari itu Pancasila memberikan perlindungan terhadap hak-hak sipil dengan tetap menjaga kepentingan rakyat, bangsa, dan negara di atas kepentingan individu, serta pengambilan keputusan dilakukan dengan semangat musyawarah. Dalam ruang lingkup demokrasi Pancasila, tidak terbatas, dalam arti demokrasi politik, tetapi juga mencakup demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial lewat semangat yang dikandungnya yaitu religius, humanis, dan kolektivisme/kekerabatan (Sutrisno, 2006:12). Meskipun institusi demokrasi modern tetap digunakan, tetapi dalam pengambilan keputusan menggunakan mekanisme budaya asli yaitu musyawarah (Yudi Latif, 2011:387), juga perlu tetap digunakan dan dilestarikan. Oleh karena itu, musyawarah merupakan bagian dari nilai yang menjadi jiwa dalam Pancasila.
KESIMPULAN
Anggapan Stoikisme sebagai filsafat yang bersifat individualis tidaklah sepenuhnya benar. Dengan penerapan nilai-nilai Stoikisme tersebut, justru seseorang dapat melakukan reformasi besar-besaran berlandaskan prinsip Stoikisme yang menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan sosial tiap individu. Stoikisme mengandung nilai-nilai egaliter yang bertumpu pada bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan semestinya supaya tiap individu dapat mencapai eudaimonianya masing-masing. Oleh karena itu, Stoikisme kompatibel/cocok dengan berbagai aliran politik, meskipun tidak semua yang ada saat ini.
ADVERTISEMENT
Kaitannya dengan Pancasila, Stoikisme dan Pancasila dapat berjalan bersamaan. Keduanya memiliki nilai pokok yang sama yaitu penghargaan dan penghormatan atas hak asasi dan martabat manusia. Untuk apa? Agar tercapai eudaimonia bagi tiap individu. Dimensi nilai-nilai Pancasila berkaitan erat dengan konsep kosmopolitanisme. Lalu, dimensi nilai-nilai Pancasila tersebut dimanifestasikan dalam bentuk demokrasi Pancasila.
REFERENSI
Aurelius, M. 2002. The Meditations. New York: Random House.
Holiday, R. dan Hanselman, S. 2016. The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and the Art of Living. Penguin Publishing Group. Przeworski, A. 2019. How Democracy Works. Crises of Democracy.
Epictetus dan Long, G. 1916. The Discourses of Epictetus: With the Encheiridion and Fragments. London: G. Bell and Sons.
ADVERTISEMENT
Aurelius, M. dan Seneca, L. A. 2015. Stoic Six Pack: Meditations of Marcus Aurelius The Golden Sayings Fragments and Discourses of Epictetus Letters from a Stoic and The Enchiridion. Dari: Lulu.com.
Monistasari, R. G. dan Furqon, E. K. 2021. Demokrasi dalam dimensi nilai-nilai Pancasila berdasarkan paradigma philosophische grondslag 1. Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum. 1:232–245.
Scheffler, S. 1999. Conceptions of Cosmopolitanism. Utilitas 11(3):255–276.