Kasus LGBT Melawan Hukum di Indonesia?

Stella Wijayanti
Seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Katolik Parahyangan Jurusan Matematika program studi peminatan Aktuaria.
Konten dari Pengguna
18 Januari 2022 21:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stella Wijayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap manusia yang hidup dalam dunia, memiliki identitas gender dan orientasi seksual. Munculnya berbagai kasus terkait LGBT yang marak pada beberapa tahun terakhir ini sempat membuat perdebatan sengit dalam tingkat global. Adanya negara-negara yang mengizinkan perkawinan antarsesama jenis, memicu perselisihan antara penduduk suatu negara yang menolak hal ini dengan para petingginya.
Sumber: https://pixabay.com/photos/lgbt-equal-equality-pride-rights-2495948/
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang menolak untuk mengesahkan perkawinan sesama jenis karena hal ini dipandang tidak sejalan dengan dasar negara. Namun realitanya, tidak jarang pula kita menjumpai individu maupun komunitas LGBT yang berada di tengah masyarakat Indonesia. Bahkan sebenarnya mereka setiap tahunnya berkembang semakin besar dan luas. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kasus LGBT di Indonesia? Yuk simak penjelasan berikut.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya muncul respons penolakan yang sangat tegas dari masyarakat terkait merebaknya kasus LGBT di Indonesia. Banyak masyarakat yang memandang rendah dan menghina dengan ujaran yang cukup keras. Mereka merasa dan menempatkan dirinya seakan-akan lebih baik daripada kaum penganut LGBT. Bukankah ada aturan hukum terkait kemanusiaan di Indonesia? Maka jawaban yang dapat diberikan adalah pokok pikiran tertuang dalam pancasila. Hal ini sesuai dengan sila kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap manusia memiliki derajat yang sama dan berhak mendapatkan persamaan hak serta kewajiban dengan alasan latar belakang apa pun.
Walaupun pemerintah Indonesia tidak menyetujui perkawinan sesama jenis, bukan berarti masyarakat harus membenci individu maupun komunitas LGBT. Masyarakat yang kontra terhadap LGBT boleh menolak tindakan dan keputusan pelaku, namun tidak dengan jiwa raganya. Dengan adanya kasus LGBT di Indonesia, masyarakat seharusnya tetap saling menghormati dalam keberagaman dan menjunjung tinggi persatuan. Perilaku menegur dengan kebenaran dan kasih harus dipraktikkan dalam keseharian masyarakat, sehingga tercipta suasana yang kondusif di tengah masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan para penganut paham LGBT yang tidak mau ditegur dan justru membantah kita? Memang benar adanya, bahwa tidak semua pelaku LGBT dapat menerima keputusan penolakan kita. Karena pada dasarnya semua manusia memang tidak suka mengalami penolakan. Beberapa dari mereka membantah penolakan dengan menjalani hidup dengan moto “as long as I feel good, I will do it” (Handoko, 2016). Mereka melakukan hal ini supaya keberadaan mereka tetap terlihat kuat dan tidak dinilai kalah oleh masyarakat. Tetapi sebenarnya moto tersebut jelas tidak dapat diterapkan, karena sangat bertentangan dengan moralitas kehidupan manusia serta bersifat tidak konsisten. Manusia hidup bukan hanya sekadar bertindak secara baik dan tidak merugikan orang lain, namun juga berkaitan dengan mengasihi serta memedulikan keberadaan orang lain.
ADVERTISEMENT
Kini, sebagai masyarakat Indonesia kita perlu untuk terus membangun suatu sikap persatuan yang kuat. Sehingga bagaimanapun keadaan sosial di Indonesia nantinya akan berubah, masyarakat tetap bersatu dalam keutuhan. Perbedaan bukanlah menjadi penghalang untuk bersatu. Justru sebaliknya, perbedaan akan memperkaya dan menguatkan ikatan persatuan Indonesia sebagaimana yang tertulis dalam sila ketiga dari Pancasila. Dengan demikian, negara-negara lain akan melihat Indonesia yang bersatu dalam perbedaan dan kita sebagai masyarakat Indonesia akan merasa bangga menjadi bagian dari Indonesia. Aku, kamu, dan kita semua adalah Indonesia.
REFERENSI
ADVERTISEMENT