Basa-basi Itu Sebenarnya Positif atau Negatif, Sih?

Helga Kristella N
Student of Airlangga University Department of English Literature
Konten dari Pengguna
25 Maret 2023 19:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helga Kristella N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi basa-basi dengan teman. Foto: takayuki/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi basa-basi dengan teman. Foto: takayuki/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya “basa-basi”. Perkataan ini pasti pernah dilontarkan setiap orang ketika berinteraksi dengan lawan bicaranya. Namun akhir-akhir ini, saya sering membaca keluhan orang-orang di media sosial akan keresahan dan kekesalan mereka terhadap basa-basi yang menyakitkan hati. Jadi sebenarnya, apakah basa-basi itu bersifat positif atau negatif?
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI, basa-basi adalah adat sopan santun; tata krama pergaulan. Dari definisi ini, tidak ada nada negatif sama sekali. Lalu, apa yang membuat basa-basi malah seringkali menyakiti perasaan orang? Menurut hemat saya, tentu saja akar masalahnya berasal dari orang yang menyampaikan basa-basi tersebut. Basa-basi tentu tidak akan menyakiti perasaan jika seseorang tidak asal berbicara. Artinya, orang tersebut harus memperhatikan kepada siapa ia berbicara dan kata-kata apa yang sebaiknya ia sampaikan.
Saya sendiri pun pernah merasa jengkel karena basa-basi yang orang lain lontarkan terhadap saya. Salah satu contohnya ialah body shaming. Beberapa kali saya dikatakan gendut, meski BMI (Body Mass Index) saya selalu berada di kategori normal untuk tinggi badan saya, jika ditinjau dari sisi kesehatan. Hal itu membuat saya berpikir, bahwa dengan menurunkan beberapa kilogram akan membuat saya cantik dan tidak akan menerima body shaming lagi.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2019 lalu, saat saya mempersiapkan diri untuk SBMPTN 2019, berat badan saya berkurang sebanyak 5 kg dengan diet pescetarian. Namun ternyata saya masih saja dikomentari karena berat badan saya tersebut. Saya ingat tutor bimbel saya berkata, “ihh kurus kali kau dek, gak ada lemakmu”, sambil memegang lengan atas saya.
Setelah saya berkuliah di tahun pertama, berat badan saya kembali seperti semula. Sesekali, saya mengunggah aktivitas perkuliahan saya di status WhatsApp. Saya masih ingat beberapa teman saya yang bereaksi terhadap pipi saya yang kembali chubby, dan bukannya kepada momen yang saya bagikan melalui foto-foto itu. Saya benar-benar heran akan mengapa orang-orang memiliki kecenderungan untuk membahas tubuh saya sebagai topik basa-basi di antara banyaknya hal lainnya yang bisa dibicarakan.
ADVERTISEMENT
Saya tidak mungkin mengikuti standar tubuh ideal setiap orang yang pastinya berbeda-beda. Belum lagi basa-basi orang mengenai keputusan-keputusan yang saya ambil, seperti mengenai studi dan nilai-nilai tertentu yang saya pegang. Reaksi singkat yang saya rasa cukup mengkritisi basa-basi mereka ialah:
Dari serangkaian pengalaman-pengalaman pahit saya terhadap basa-basi, ditambah pengalaman-pengalaman serupa yang dibagikan orang lain yang pernah saya baca, saya melihat bahwa semakin banyak orang yang kehilangan pengetahuan mengenai makna basa-basi yang seharusnya, yaitu tata krama dan adat sopan santun. Basa-basi seharusnya membantu interaksi sosial agar tidak canggung, tidak kaku, serta dapat mengakrabkan hubungan dengan sesama.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan, basa-basi yang disampaikan tidak bisa disamakan kepada satu orang dengan yang lainnya. Apa yang kita katakan kepada sahabat, anggota keluarga, dan orang terdekat kita, belum tentu dapat disampaikan kepada sebatas teman, orang yang baru dikenal, dan orang-orang yang tidak dekat dengan kita. Kita tidak dapat menghakimi seseorang baperan, cengeng, atau lemah, ketika memang perkataan kita lah yang menyingung perasaannya. Di saat basa-basi kita malah menyakiti perasaan orang lain, barangkali kita perlu berkaca,
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, kesadaran akan penyakit mental semakin sering digaungkan di mana-mana. Hal ini kiranya dapat menyadarkan beberapa orang Indonesia yang menganggap penyakit itu hanya mengenai fisik saja, yang penyembuhannya cukup dengan minum air hangat ditambah dengan kerokan. Hahh~
Upaya positif ini juga kiranya dapat menyadarkan orang-orang untuk menjaga lisan mereka saat berbicara dengan orang lain, termasuk saat berbasa-basi. Proses penyembuhan penyakit mental sama sulitnya dengan proses penyembuhan penyakit fisik.
Beberapa perkataan di atas merupakan beberapa contoh basa-basi yang positif, sebagaimana memang seharusnya demikian. Kita juga bisa mengapresiasi kelebihan atau prestasi seseorang saat berbasa-basi. Roasting dan perkataan yang pedas mungkin akan ditanggapi santai oleh orang-orang yang sudah akrab dengan kita, namun bisa berbanding terbalik jika ditujukan kepada orang lain. Saat hendak memberikan saran atau nasihat pun, kata-kata yang memotivasi lah yang dibutuhkan, bukan yang merendahkan.
ADVERTISEMENT
Basa-basi adalah budaya sopan santun yang mesti dilestarikan dengan nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya. Basa-basi bukanlah perkataan negatif dan menyakiti hati, sebaliknya, itu merupakan ujaran kebencian dan perundungan. Basa-basi seharusnya membentuk keakraban dan kekeluargaan. Ya, basa-basi sejatinya merupakan hal yang positif dan ini bisa dibuktikan dengan tindakan konkret kita masing-masing.