Konten dari Pengguna

Kecepatan vs Kebenaran: Dilema Jurnalisme di Era Disinformasi

Stevanus Debrian
Mahasiswa yang aktif berkuliah di Universitas Pancasila, Jakarta Selatan.
5 Desember 2024 11:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stevanus Debrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi para jurnalis sedang mengumpulkan berita untuk disajikan kepada masayarakat luas (sumber foto: freepik)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi para jurnalis sedang mengumpulkan berita untuk disajikan kepada masayarakat luas (sumber foto: freepik)
ADVERTISEMENT
Pada era digital yang serba cepat ini, peran jurnalisme semakin krusial. Informasi menyebar dengan kecepatan kilat melalui berbagai platform media sosial. Namun, di balik kemudahan akses informasi, muncul tantangan baru bagi jurnalis. Di satu sisi, jurnalis dituntut untuk bekerja lebih cepat dan efisien dalam menyajikan berita terkini. Di sisi lain, mereka harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme yang baik, seperti akurasi, objektivitas, dan verifikasi.
ADVERTISEMENT
Kecepatan penyebaran informasi di era digital seringkali mengorbankan kualitas. Berita bohong atau hoaks dengan mudah menyebar dan dapat memicu kepanikan atau perpecahan di masyarakat. Jurnalis memiliki tanggung jawab besar untuk menyaring informasi yang beredar dan menyajikan berita yang benar dan akurat. Selain itu, jurnalis juga harus mampu mengidentifikasi sumber informasi yang kredibel dan menghindari penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Perkembangan teknologi telah memberikan banyak alat bantu bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Namun, teknologi juga dapat menjadi ancaman jika tidak digunakan dengan bijak. Penggunaan kecerdasan buatan dalam pembuatan konten berita, misalnya, dapat menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas dan akuntabilitas. Jurnalis harus tetap menjadi penjaga kualitas informasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
ilustrasi perkembangan teknologi dalam membantu para jurnalis untuk menjalankan pekerjaan nya (sumber foto: freepik)
Di tengah persaingan yang ketat di dunia media, banyak media yang mengutamakan jumlah klik dan engagement dari pada kualitas berita. Hal ini dapat mendorong jurnalis untuk membuat berita yang sensasional atau bahkan mengeksploitasi isu-isu sensitif demi menarik perhatian pembaca. Padahal, jurnalisme yang baik seharusnya berorientasi pada kepentingan publik dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi tantangan di era digital ini, jurnalis perlu terus meningkatkan kompetensinya. Selain memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai bidang, jurnalis juga harus memiliki kemampuan berpikir kritis, analisis data, dan literasi digital yang baik. Dengan demikian, jurnalis dapat menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
- Kesimpulan
Di tengah derasnya arus informasi digital, peran jurnalis sebagai penjaga kebenaran semakin krusial. Tantangan seperti hoaks, persaingan media yang ketat, dan perkembangan teknologi menuntut jurnalis untuk terus beradaptasi. Dengan mengutamakan akurasi, objektivitas, dan verifikasi, serta meningkatkan literasi digital, jurnalis dapat menghasilkan karya berkualitas yang bermanfaat bagi masyarakat dan memperkuat demokrasi.