Konten dari Pengguna
Pacu Jalur Bukan Sekadar Tradisi, Tapi Kunci Ekonomi Kuantan Singingi
6 Juli 2025 17:10 WIB
·
waktu baca 6 menitKiriman Pengguna
Pacu Jalur Bukan Sekadar Tradisi, Tapi Kunci Ekonomi Kuantan Singingi
Pacu Jalur bukan hanya tradisi dayung, tapi lokomotif ekonomi kreatif Kuantan Singingi yang menggerakkan UMKM, wisata, dan semangat wirausaha generasi muda.Andrian

Tulisan dari Andrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bagi saya, Pacu Jalur bukan sekadar tradisi dayung. Ia kini menjadi wajah ekonomi kreatif Riau yang memberdayakan UMKM dan generasi muda Kuantan Singingi. melainkan denyut ekonomi baru yang menegaskan, di tengah krisis identitas dan iklim, tradisi mampu menjadi lokomotif kesejahteraan jika kita mau mendayungnya bersama.

ADVERTISEMENT
Aroma Kopi di Tepian Narosa
Pukul enam pagi, aroma kopi susu khas gudang memenuhi udara di sekitar Tepian Narosa, Taluk Kuantan, lokasi utama Festival Pacu Jalur yang kini bukan hanya simbol budaya, tetapi juga denyut ekonomi kreatif Riau. Tak jauh dari situ, pelaku UMKM Kuantan Singingi menyiapkan lapak dagangan mereka dari bolu kemojo, tas pandan, hingga kopi lokal yang omzetnya naik tajam selama festival berlangsung.
Kisah seperti ini bukan sekadar euforia musiman. Di balik deru dayung para pendayung yang membelah Sungai Kuantan, kini hidup sebuah ekosistem ekonomi kreatif yang pelan - pelan tumbuh. Sebuah warisan budaya yang dahulu sakral dan seremonial, kini menjadi mesin penggerak ekonomi lokal.
ADVERTISEMENT
Pacu Jalur 2.0: Tradisi Dayung sebagai Pendorong Ekonomi Kreatif Riau
Festival Pacu Jalur tahun 2024 mencatatkan angka kunjungan tertinggi pasca pandemi lebih dari 110.000 pengunjung dalam tiga hari pelaksanaan, menurut data Dinas Pariwisata Kuantan Singingi. Dari total itu, sekitar 28% adalah wisatawan luar daerah, dan 3% wisatawan asing yang sebagian besar berasal dari Malaysia dan Singapura.
Seiring meningkatnya popularitas, dukungan sponsor pun makin beragam. Tidak lagi hanya dari BUMN seperti Bank Riau Kepri, tetapi juga startup fintech lokal, produsen apparel, hingga brand kopi kekinian. Transaksi menggunakan QRIS meningkat hampir 480% dibanding hari biasa, sebagaimana dilaporkan oleh Bank Indonesia Perwakilan Riau. Pacu Jalur tak hanya menjadi panggung budaya, tetapi telah berevolusi menjadi ekosistem festival modern yang menghidupkan sektor jasa, pariwisata, dan wirausaha digital.
ADVERTISEMENT
UMKM & Kuliner: “Satu Kayuhan, Seribu Panci Mendidih”
Dampak langsung dari Pacu Jalur terasa nyata di dapur-dapur rumah warga. Misalnya, Bolu Kemojo Lintau, UMKM kue tradisional asal Desa Koto Taluk, mencatatkan penjualan lebih dari 1.200 box dalam tiga hari festival, naik drastis dari biasanya 200 - 300 box per minggu.
Sementara itu, komunitas pengrajin dari Sungai Pinang memanfaatkan momen Pacu Jalur untuk meluncurkan tas pandan bertema jalur dengan desain eksklusif kolaborasi bersama ilustrator lokal. Produk mereka sold out melalui TikTok Shop dalam waktu kurang dari 24 jam.
Tak hanya produk fisik, jasa kreatif juga ikut tumbuh. Fotografer lokal menawarkan jasa photo package Pacu Jalur, dan pelukis mural membuat karikatur “jalur favorit” pengunjung dengan harga mulai Rp25.000. Semua ini menunjukkan bahwa narasi budaya bisa mendorong nilai jual produk bukan sekadar menjual, tapi menjual dengan cerita.
ADVERTISEMENT
Ekowisata & Green Branding di Tengah Krisis Lingkungan
Ironisnya, meski Pacu Jalur menghidupkan ekonomi, Sungai Kuantan sebagai panggung utama justru terus terancam. Kerusakan akibat sedimentasi tambang emas ilegal (PETI) dan limbah industri membuat sungai kian dangkal. Namun dari keresahan ini pula muncul respons inovatif.
Salah satunya adalah program “Kayuh & Tanam”, tur kolaboratif antara pegiat lingkungan dan komunitas wisata. Pengunjung diajak mendayung jalur mini sembari menanam bibit pohon meranti di bantaran sungai. Program ini tidak hanya edukatif, tetapi juga meningkatkan waktu tinggal wisatawan. Menurut Dinas Pariwisata, wisatawan yang mengikuti tur seperti ini cenderung menginap lebih lama dan belanja lebih banyak dibanding pengunjung biasa.
Beberapa sponsor mulai menggunakan konsep green branding, seperti menyalurkan dana CSR untuk reboisasi atau mencetak tiket festival pada kertas daur ulang. Inisiatif ini memberi harapan bahwa Pacu Jalur tak sekadar nostalgia, tapi menjadi wajah pariwisata ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Peran Gen Z: Digital Storytelling yang Menggerakkan Rupiah
Dalam lima tahun terakhir, peran generasi muda terutama Gen Z menjadi sangat signifikan dalam mempopulerkan Pacu Jalur. Konten bertema jalur ramai di TikTok dan Instagram Reels. Salah satu video viral dari akun @kayuhkito yang menampilkan “anak tari” di ujung perahu ditonton lebih dari 6,8 juta kali dan menghasilkan pendapatan dari iklan serta kolaborasi brand lokal.
Beberapa komunitas digital mulai mengembangkan filter AR (Augmented Reality) bertema jalur serta menjual NFT ilustrasi perahu untuk menggalang dana bagi pelestarian budaya. Di sisi lain, kampus seperti UIN Suska dan UNRI mulai menggandeng UMKM untuk pelatihan branding visual dan copywriting, menjembatani kesenjangan digital antar generasi. Tradisi yang dulunya diwariskan lewat lisan dan ritual, kini diwariskan lewat algoritma dan visual storytelling. Ini bukan sekadar adaptasi, tapi transformasi.
ADVERTISEMENT
Batu Sandungan: Infrastruktur, Modal, dan Risiko Overtourism
Namun, langkah maju ini tidak tanpa sandungan. Infrastruktur menjadi tantangan utama. Sungai yang makin dangkal membuat standar trek internasional sulit diterapkan. Akses jalan menuju desa wisata masih belum merata.
Masalah lainnya adalah keterbatasan modal. Sebagian besar UMKM peserta festival masih berada pada level ultra-mikro, dengan modal di bawah Rp2 juta. Banyak yang belum memiliki akses ke pembiayaan bank atau koperasi.
Belum lagi risiko overtourism, yang dapat berdampak pada kerusakan lingkungan dan lonjakan harga tak terkendali. Jika tidak ada pembatasan pengunjung atau zonasi yang tepat, nilai sakral Pacu Jalur bisa larut dalam hiruk-pikuk komersialisasi.
Mendayung Sinergi
Demi menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian budaya, dibutuhkan sinergi lintas sektor. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa ditempuh:
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah dapat menyalurkan dana bergulir skala kecil kepada UMKM peserta Pacu Jalur agar mereka bisa memperbesar produksi menjelang festival.
Setiap pembelian tiket menyumbang Rp5.000 untuk reboisasi atau konservasi sungai.
Mahasiswa dari jurusan bisnis, desain, dan komunikasi dapat dimagangkan di UMKM festival sebagai bagian dari kuliah kerja nyata.
Pengumpulan data pengunjung, omzet, transaksi digital, dan jejak karbon untuk kebijakan berbasis bukti.
Kolaborasi seperti ini bisa memastikan bahwa Pacu Jalur bukan hanya perayaan tahunan, tapi sebuah investasi sosial-ekonomi jangka panjang.
Ekonomi yang Meliuk Seirama Arus
Saat berdiri di tepian Sungai Kuantan dan menyaksikan jalur membelah arus, saya tak hanya melihat perlombaan perahu. Saya melihat peta harapan yang terbentang tentang UMKM yang hidup kembali, anak muda yang percaya diri menjual karya, hingga semangat warga yang menghidupkan kampungnya.
Tradisi seperti Pacu Jalur membuktikan bahwa budaya bukan hanya untuk dikenang, tapi bisa jadi alat berdaya. Bukan hanya melestarikan, tetapi juga menciptakan. Maka, mari kita dukung dengan cara paling sederhana belanja produk lokal, tidur di homestay warga, dan sebarkan kisahnya. Karena setiap rupiah yang kita kayuh, adalah percikan ombak yang membantu Kuantan Singingi terus melaju melawan arus zaman, menuju arus keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Israel meluncurkan serangan ke sekitar Istana Kepresidenan di Suriah, Rabu (16/7). Serangan Israel diluncurkan ke beberapa kawasan di Damaskus. Kantor Kemhan Suriah dilaporkan mengalami kerusakan. AS pun minta Israel menghentikan serangan tersebut.