news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hal yang Akan Dikorbankan Indonesia jika Menyaingi Kemajuan Ekonomi Cina

Stevianto Prayogo
Mahasiswa S1 Desain Komunikasi Viusal Institut Teknologi Telkom Purwokerto
Konten dari Pengguna
28 Mei 2022 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stevianto Prayogo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Perkembangan Ekonomi Cina

Ilustrasi Mata Uang Koin Cina Yuan. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mata Uang Koin Cina Yuan. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Cina merupakan salah satu negara yang dikenal maju pertumbuhan ekonominya, terutama dalam pembangunan infrastrukturnya yang mengedepankan unsur lokal. Menurut data Biro Statistik Nasional Tiongkok, PDB (Produk Domestik Bruto) mereka tumbuh sebesar 8,1% dibandingkan dengan tahun 2020. Ini cukup berbeda dengan negara kita yang hanya tumbuh sebesar 3,69% dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,07% yang sangat terpukul akibat Pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut The Economic Times, pertumbuhan ekonomi Cina sangat bergantung pada investasi yang dimana butuh banyak suntikan modal. Kemudian pada tahun 2011 seorang ekonom pemerintah, Wu Xiaoling menjelaskan dalam 30 tahun terakhir (1980) bahwa mereka telah mencetak uang baru dengan cepat hingga melampaui pertumbuhan ekonomi. Hal ini pastinya akan menyebabkan hiper inflasi dan stagflasi jika mengacu pada Teori Ekonomi SWF (Sovereign Wealth Fund).

Konsep yang Dianut Cina

Teori SWF merupakan hal yang sering diajarkan dalam Ilmu Ekonomi dimana mencetak uang hanya akan mengakibatkan hiper inflasi. Berbeda dengan MMT (Modern Monetary Theory) yang jarang digaungkan. MMT menggunakan konsep pertumbuhan uang yang tak terbatas atau printing money (seni mencetak uang baru), yaitu negara dapat mencetak uang fiat sebanyak-banyaknya untuk kepentingan proyek/produksi/investasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Video Youtube Bossman Mardigu, MMT sangatlah aman untuk dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
• Uang yang dicetak harus 100% digunakan untuk proyek/produksi/investasi, tidak boleh digunakan untuk kebutuhan belanja konsumtif.
• Melaksanakan pelonggaran kuantitatif dengan bunga 0%.
• Tidak boleh ada korupsi sekecil apapun.
• Proses proyek/produksi/investasi yang dijalankan menggunakan unsur-unsur sumber daya lokal seperti bahan, alat, dan pekerja.
• Proses mencetak uang murah, dengan Rupiah Digital.
• Uang beredar wajib berputar dan dikontrol penuh seperti Renminbi (Yuan).
• Hasil dari uang beredar yang telah dicetak tersebut wajib 100% penuh kembali pada menteri untuk dimusnahkan agar tidak terjadi hiper inflasi.
Melihat dari uraian tersebut, tidak heran Cina sanggup dan mau melakukan printing money untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Karena total uang yang dicetak pada akhirnya akan kembali untuk dimusnahkan, sehingga yang tersisa adalah hasil proyek/produk/investasi dan tidak menimbulkan hiper inflasi. Tindakan tersebut akan sangat mudah dilakukan oleh Cina yang menganut paham Komunis karena segala hal dapat dikendalikan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari Cina yang telah bertumbuh pesat hingga sekarang, tentu saja kemajuan ekonomi tersebut memiliki hal lain yang harus dikorbankan. Hal itu tidak tampak di permukaan media tentunya. Hal itu adalah masyarakatnya yang termasuk dengan nilai, tata sosial, dan tata laku individu. Dampak tersebut mungkin saja akan dialami Indonesia jika mencoba menyamai Cina.

Pembelajaran dari Cina

Seperti kita ketahui bahwa Cina memiliki banyak masalah sosial akibat kelebihan populasi penduduk. Namun dari populasi yang berlimpah tersebut Cina dapat memanfaatkannya untuk pembangunan infrastruktur secara masif. Pembangunan ini juga didukung dengan adanya printing money yang dilakukan oleh pemerintah Cina. Apakah kita rela berkorban jika ingin mencoba hal yang dilakukan Cina tersebut?
Dari pembahasan Video Youtube Asumsi – Cha Guan episode 13 tentang pembangunan ekonomi di Cina. Banyak masalah sosial Cina yang mungkin dapat dihadapi Indonesia dikarenakan sebagai salah satu negara dengan populasi terbanyak di dunia. Berikut ini merupakan hal yang telah dialami Cina dan mungkin dapat dialami Indonesia juga jika Indonesia mencoba menyaingi Cina menggunakan MMT:
ADVERTISEMENT
1. Kebersihan dan higenitas masyarakat yang tidak terjaga akibat terlalu banyak tekanan hidup untuk bekerja. Hal ini juga tidak didukung dengan edukasi iman/kepercayaan yang mengharuskan untuk menjaga kebersihan diri.
2. Pertumbuhan infrastruktur yang terlampau cepat tidak sebanding dengan mobilitas sosial yang sulit dikarenakan Sistem Kredit Sosial Cina. Pembatasan mobilitas penduduk menurut status/peringkat sosialnya menyebabkan sulitnya memajukan pola pikir masyarakat bawah yang dulunya hanya berupa desa/kampung, kemudian menjadi kota secara cepat. Akibatnya pola pikir kolot yang dimiliki masyarakat sulit berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan baru.
3. Masalah tekanan kerja dan hidup yang tinggi menyebabkan anak-anak dan orang tua tertinggal sendirian di kampung akibat urbanisasi yang tinggi. Sehingga para tenaga kerja hanya dapat pulang pada saat libur Hari Raya Imlek.
ADVERTISEMENT
4. Banyak generasi muda yang memutuskan untuk tidak menikah dikarenakan tekanan kerja, biaya hidup, dan sistem sosial budaya. Bahkan dilansir dari Media South China Morning Post, sejak tahun 1980-2020 terdapat 30-40 juta laki-laki jomblo dan banyak wanita yang tidak ingin menikah juga.
5. Akibat perkembangan ekonomi padat jasa dan inovasi yang tinggi menyebabkan tingginya polusi yang dihasilkan dari pabrik. Polusi tersebut bahkan dapat merusak lingkungan alam sekitarnya dan menyebabkan ganguan pernafasan.
Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari Cina lalu menerapkan tindakan preventif agar pengorbanan tersebut tidak terjadi di Indonesia. Sebagai negara yang berideologi Pancasila hal tersebut mungkin saja tidak terjadi, jika mengingat secara sistem dan ideologi kita berbeda dengan Cina. Secara konsep, untuk memajukan negara Indonesia teori MMT juga layak untuk diterapkan sebagaimana jika upaya preventif tersebut telah dilakukan.
ADVERTISEMENT