Penggunaan Alat Berat, Pekerjaan Berisiko Tinggi di JTB

Konten Media Partner
14 Januari 2019 19:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
SuaraBanyuurip.com - Ririn Wedia
HSSE Manager Konsorsium Rekayasa JGC Corp, Taufik Ismail.
ADVERTISEMENT
Bojonegoro - Meskipun pekerjaan di Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) oleh Pertamina EP Cepu (PEPC) yang dilaksanakan konsorsium PT Rekayasa Industri-Japan Gas Corporation (JGC) dan Japan Gas Corporation Indonesia (JGCI) atau RJJ mendapatkan penghargaan 1 juta jam kerja selamat. Namun masih banyak pekerjaan berisiko tinggi yang harus tetap diantisipasi.
HSSE Manager Konsorsium Rekayasa JGC Corp, Taufik Ismail, mengungkapkan, risiko tertinggi yang ada di proyek Gas Processing Facilities (GPF) JTB sekarang ini adalah penggunaan alat berat.
"Oleh sebab itu, kami sudah mengantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan kerja," ujarnya kepada Suarabanyuurip.com, Minggu (13/1/2019) saat di Lapangan Gas JTB.
Antisipasi yang dilakukan antara lain dengan melakukan check list training, induction, inspeksi, dan masih banyak lagi program lainnya baik secara harian, mingguan, maupun bulanan.
ADVERTISEMENT
Taufik menyatakan, seandainya ada kecelakaan kerja maka RJJ akan membentuk komite untuk melakukan investigasi secara menyeluruh untuk diketahui penyebab kecelakaan. Sehingga ada perbaikan dan pengendalian agar hal itu tidak terjadi lagi.
"Kalau misalnya terjadi kecelakaan kerja terdapat unsur kelalaian atau kesengajaan dari pekerja atau sub kontraktor, maka sanksi terberat adalah dikeluarkan dari proyek," tegasnya.
Sub kontraktor bisa saja dicabut lisensinya dari RJJ dan dianggap tidak memiliki kualifikasi dalam melaksanakan pekerjaan di proyek JTB. Saat ini ada enam sub kontraktor dengan total 650 tenaga kerja yang tengah mengerjakan pekerjaan sipil mulai temporary facility, faber toilet, masjid, infrastruktur penunjang dan pengolahan tanah untuk site preparation.(rien)