Konten dari Pengguna

Pilkada Jakarta: Kemana Suara Kalangan Islamis?

Subairi Muzakki
Direktur Institut Demokrasi Republikan
7 November 2024 15:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Subairi Muzakki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jelang pencoblosan yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024, salah satu pertanyaan yang masih menjadi misteri dalam Pilkada Jakarta adalah kemana suara kalangan Islamis? Pertanyaan ini penting karena pada Pilkda Jakarta 2017 mereka menjadi penentu kemenangan bagi pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
ADVERTISEMENT
Istilah Islamis yang dimaksud di sini mengacu pada kelompok-kelompok atau individu-individu yang tidak hanya beridentitas Muslim tetapi juga menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam partisipasi dan preferensi politik mereka.
Istilah ini sering diasosiasikan dengan organisasi-organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI) yang kini berganti nama menjadi Front Persaudaraan Islam, Persaudaraan Alumni 212, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Ridwan Kamil menghadiri acara Haul Akbar Mbah Priok, Minggu (1/9/2024). Foto: Humas Ridwan Kamil-Suswono
Pengaruh ini penting, terutama karena kalangan Islamis memiliki basis massa fanatik yang cenderung mengikuti arahan dari tokoh-tokoh yang mereka hormati. Karena itu, kemana suara kalangan Islamis berlabuh, menjadi faktor penting dalam menentukan hasil.
Dilema Kalangan Islamis
Meski memiliki potensi pengaruh besar, kalangan Islamis berada dalam dilema pada Pilkada Jakarta 2024.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, mereka enggan mendukung Ridwan Kamil-Suswono karena kedekatan pasangan ini dengan Jokowi. Bagi mereka, Jokowi adalah lawan politik utama karena kebijakan-kebijakannya yang represif terhadap kalangan Islamis.
Di sisi lain, pilihan untuk mendukung pasangan Pramono Anung-Rano Karno juga tidak menarik, karena pasangan ini diusung oleh PDI Perjuangan, partai yang mereka sebut sebagai "partai merah" yang terkait dengan Ahok yang berseberangan dengan kepentingan mereka.
Namun, di tengah dilema ini, mereka merasa harus mengambil sikap pada Pilkada 2024 karena tiga alasan. Pertama, mereka ingin memastikan bahwa pemimpin Jakarta yang terpilih setidaknya tidak bersikap memusuhi kepentingan dan eksistensi mereka.
Kedua, Pilkada 2024 adalah kesempatan bagi kalangan Islamis untuk kembali menegaskan peran mereka dalam politik Jakarta setelah rezim Jokowi yang dianggap represif berakhir.
ADVERTISEMENT
Ketiga, setelah Pilkada ini, tidak ada lagi momentum politik elektoral besar yang memungkinkan mereka melakukan mobilisasi massa demi tujuan politik hingga pemilu berikutnya. Oleh karena itu, mereka perlu menentukan pilihan demi keuntungan politik atau setidaknya keamanan eksistensial.
Langkah Aktif Ridwan Kamil - Suswono
Di antara tiga pasangan calon yang ada, Ridwan Kamil – Suswono nampak paling aktif mendekati kalangan Islamis. Ini bisa dilihat dari langkah Ridwan Kamil yang menghadiri berbagai acara keagamaan dan mendekati para habaib dan ulama di Jakarta.
Pada 28 Oktober 2024, Ridwan menghadiri deklarasi dari Habaib, Kiai, dan Ulama se-Jakarta yang menyatakan dukungan terhadap dirinya dan Suswono. Habib Usman bin Yahya, tokoh yang dihormati di kalangan Islamis, menyatakan bahwa Ridwan adalah figur yang mencintai ulama dan mendukung umat Islam. Dukungan ini penting karena Habib Usman adalah salah satu tokoh yang berpengaruh di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Ridwan Kamil juga mendapatkan dukungan dari Novel Bamukmin, tokoh FPI dan Persaudaraan Alumni (PA) 212. Novel, yang dikenal vokal dalam memperjuangkan kepentingan Islamis, mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Dukungan ini menunjukkan bahwa Ridwan Kamil berhasil meyakinkan beberapa tokoh berpengaruh di kalangan Islamis, yang memungkinkan dirinya untuk meraih dukungan dari basis Islamis yang loyal.
Indikasi lain adalah pernyataan Habib Rizieq, yang disampaikan menantunya, Muhammad bin Husein Alatas, saat berorari di Aksi 411. Dalam pesannya, ia mewanti-wanti agar jangan sampai gerakan mereka ditunggangi oleh kelompok pendukung Ahok atau "kelompok merah."
Pernyataan ini secara tidak langsung mengisyaratkan ketidaksukaan mereka terhadap pasangan Pramono-Rano, yang didukung oleh PDIP. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih memilih untuk menjauh dari pasangan yang didukung oleh partai yang memiliki sejarah konflik dengan mereka, yakni PDIP.
ADVERTISEMENT
Selain dukungan individual dari tokoh-tokoh ini, Ridwan Kamil juga menawarkan program-program yang berorientasi pada isu-isu keumatan, seperti Kemandirian Ekonomi Rumah Ibadah dan Dana Operasional Rumah Ibadah, yang bisa menarik hati kalangan Islamis.
Resistensi dan Magnet Eleketoral
Dukungan kalangan Islamis tentu saja memiliki dampak elektoral yang signifikan bagi Ridwan Kamil-Suswono. Kelompok Islamis memiliki kemampuan mobilisasi yang tinggi, dengan basis pengikut yang loyal dan komitmen yang kuat terhadap pemimpin mereka.
Dukungan dari mereka tidak hanya berarti tambahan suara, tetapi juga meningkatkan daya tarik Ridwan Kamil di mata pemilih yang menghormati tokoh-tokoh agama. Namun, dukungan dari kalangan Islamis juga membawa tantangan tersendiri.
Dalam koalisi pendukung Ridwan Kamil-Suswono terdapat elemen-elemen yang mungkin kurang nyaman dengan kehadiran Islamis, terutama elemen-elemen dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dikenal memiliki pandangan yang berbeda terhadap kelompok Islamis.
ADVERTISEMENT
Potensi resistensi dari koalisi internal ini dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik. Ridwan Kamil harus mampu menyelaraskan kepentingan berbagai elemen dalam koalisi pendukungnya agar tidak menimbulkan gesekan yang dapat mengurangi soliditas dukungan.
Jika berhasil, dukungan dari kalangan Islamis akan memberikan tambahan signifikan bagi elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta, terutama dalam persaingannya dengan Pramono-Rano yang didukung oleh PDIP.
Dengan kata lain, dukungan kalangan Islamis akan memberikan keunggulan elektoral yang signifikan, tetapi hal ini hanya bisa dicapai jika Ridwan Kamil mampu merangkul dan menjaga keberagaman kepentingan di dalam tim dan koalisinya