Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pencegahan Ancaman yang Mengintai dibalik Palu Peradilan
29 September 2024 13:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Suci Ambar Wati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada saat berbicara tentang peradilan, bayangan yang kerap muncul adalah seorang hakim yang duduk di kursi tinggi, mengayunkan palu untuk menentukan nasib seseorang. Namun, apakah kita benar-benar memahami beban dan tanggung jawab yang dipikul oleh mereka yang berada di balik palu tersebut?
ADVERTISEMENT
Dalam panggung peradilan yang sarat dengan kompleksitas dan ketegangan, hakim merupakan maestro yang mengarahkan simfoni keadilan. Hakim menyelaraskan berbagai elemen sistem peradilan untuk memastikan bahwa setiap elemen berfungsi secara efektif dan harmonis.
Selain itu, hakim tidak hanya berperan dalam mengambil keputusan melainkan juga berperan dalam mengintegrasikan fakta dan bukti untuk membentuk keputusan yang sah, adil dan bermartabat. Pada setiap keputusan, hakim menggabungkan pengetahuan hukum dengan intuisi moral untuk memastikan putusan sesuai hukum serta mencerminkan nilai-nilai keadilan dan martabat manusia.
Putusan-putusan hakim menentukan nasib seseorang sehingga menjadikan mereka figur otoritas di mata masyarakat. Toga hitam gagah, duduk di kursi tinggi dan memegang palu keadilan memperkuat kewibawaan mereka. Namun, dibalik itu, tersimpan beragam risiko seperti ancaman fisik dari pihak yang merasa dirugikan, tekanan psikologis dari beratnya tanggung jawab hingga godaan suap yang dapat menggoyahkan integritas hakim.
ADVERTISEMENT
Mari kita menilik kasus Hakim Pengadilan Agama Lumajang, Jawa Timur yakni Zulkifli yang menerima lemparan kursi dari Sunandiono, suami yang digugat cerai istrinya, Ulik Humairoh. Peristiwa tersebut terjadi setelah putusan cerai dibacakan pada 20 Oktober 2022. Kursi tersebut dilempar ke arah majelis hakim sehingga mengenai Zulkifli pada pipi kiri bagian bawah mata sehingga menimbulkan luka sobek sekitar 4 sentimeter.
Dalam terminologi Komisi Yudisial (KY), peristiwa tersebut tergolong dalam perbuatan merendahkan kehormatam dan keluhuran martabat hakim (PMKH). Beradasarkan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim, menjelaskan bahwa PMKH adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun diluar persidangan, menghina hakim dan pengadilan. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa terdapat uraian PMKH pada peraturan Komisi Yudisial?
ADVERTISEMENT
KY mungkin tidak sepopuler lembaga hukum lainnya, tetapi perannya sangat vital. Bayangkan seorang hakim harus memutuskan nasib seseorang, mengahadapi ancaman, tekanan maupun hal yang dapat menggoyahkan integritasnya. Di sinilah KY muncul sebagai benteng penjaga kehormatan dibalik toga hitam yang acap kali tak terlihat. Lantas apa upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah PMKH?
Upaya pencegahan PMKH oleh KY diimplementasikan melalui berbagai inisiatif yang melibatkan kolaborasi antara lembaga peradilan, perguruan tinggi maupun masyarakat. KY bekerjasama dengan Mahkamah Agung dan lembaga peradilan lainnya agar meningkatkan koordinasi dan sinergitas dalam upaya menjaga martabat dan keluhuran hakim.
Kemudian, KY menggandeng sembilan perguruan tinggi sebagai mitra aktif melaui program Klinik Etik dan Advokasi. Kegiatan tersebut melibatkan mahasiswa dengan meliputi kegiatan kajian, laboratorium, praktik dan pengabdian masyarakat serta kampanye di media sosial yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang etika dalam peradilan seperti pentingnya mematuhi protokol keamanan peradilan dan tata tertib persidangan sesuai yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Lingkungan Pengadilan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, peran masyarakat tak kalah penting terkait proses pemantauan dan pengawasan terhadap hakim. KY mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan setiap tindakan yang merendahkan martabat hakim. Adanya dukungan dan partisipsai aktif dari masyarakat, kita bisa memastikan bahwa para hakim tetap berwibawa dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya.
Dengan demikian, hakim bukan hanya memegang palu, akan tetapi juga bertaruh nyawa demi keadilan. KY berperan sebagai perisai melalui kolaborasi dan edukasi. Namun, keberhasilan pencegahan PMKH juga bergantung pada penguatan kapasitas dan integritas pribadi hakim. Dukungan masyarakat sama pentingnya dalam rangka memastikan keadilan tetap tegak dengan martabat dan wibawa.