Konten dari Pengguna

Fenomena Baru Bernama Nazar Pilpres

Sudirman Said
Warga negara biasa.
8 Januari 2024 15:46 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudirman Said tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: photobyphotoboy/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: photobyphotoboy/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu penerbangan lanjutan ke Washington DC yang tertunda, iseng-iseng saya googling dengan mengetik kata kunci “nazar pemilu”. Ternyata ramainya bukan main. Memang dalam beberapa hari ini, jagad maya terutama yang rajin menjadi pemerhati situasi politik, sedang dihebohkan oleh fenomena baru yang belum pernah terjadi dalam sejarah Pemilihan Umum di Indonesia. Banyak warga bernazar, berjanji akan berbuat sesuatu, bila pasangan yang diusungnya (dalam hal ini Anies dan Muhaimin) menang.
ADVERTISEMENT
Lihatlah janji-janji mereka yang seru-seru.
“Gw cm tukang ojek online #Maxim, Jika @aniesbaswedan & @cakimiNOW menang gw akan gratiskan order penumpang setiap hari Jumat selama 1 bulan+setiap Tanggal 1 setiap bulannya selama 1 tahun”.
Seorang warganet bernama Rahmat Faujiarasyy menimpali: “kalau AMIN menang saya bagi-bagikan kangkung sekebun buat warga sekampung".
Yang lain susul menyusul: ada yang mau membagikan sepatu branded buatan Italia, Amerika, Prancis, dan Korea.
Irin Sobirin @Abu Hanif40 janji akan bagikan paket sembako 25paket berisi beras 5kg, gula 2kg dan minyak 2ltr + amplop 50ribu ke saudara dan tetangga dekat.
Ada lagi seorang guru ngaji bernama Nuri mau buka kelas baca Al Quran, belajar tajwid dan ghorib sampai khotam, gratis buat 10 orang ibu. Seorang alumni ITB yang berpengalaman mendapatkan beasiswa (Akbar Selamat) akan memilih 10 anak SMA atau kuliah untuk memberikan mentoring 1-on-1 SMA cara mendapatkan beasiswa. Mulai dari nulis esai, wawancara, sampai personal branding. Saya lulus dari ITB dengan 3 beasiswa, dan kini saatnya perubahan kita lakukan. Sampai-sampai ada yang mau jual sawah untuk hasilnya mau dibagi-bagi ke warga miskin.
ADVERTISEMENT
“Mau ikutan, kalau Pak Anies Baswedan menang jadi Presiden 2024, saya mau jual sawah dan hasilnya akan saya bagikan kepada kaum dhuafa,” janji Aadyanugraha.
Kalau diikuti semua postingan, banyak sekali spontanitas yang bikin merinding, tapi juga banyak yang kocak dan kejutan yang tak disangka-sangka. Sedemikian antusiasnya warga mematri janji bagi dirinya sendiri untuk berbuat kebaikan (apa pun bentuknya), sebagai wujud dukungan kepada kandidat pemimpin yang sedang didukungnya.
Dua pertanyaan menyeruak ke benak saya: 1) kenapa warga negara beramai-ramai mengucapkan nazar, berjanji untuk berbuat bagi begitu banyak orang, dan mengumumkan nazar itu; 2) bukankah biasanya yang berjanji itu kandidat yang sedang “menjual diri” kepada khalayak, untuk melakukan ini dan itu bila kelak terpilih?
ADVERTISEMENT
Menurut Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nazar adalah janji (pada diri sendiri) hendak berbuat sesuatu jika maksud atau tujuannya tercapai. Secara bahasa, nazar artinya berjanji untuk melakukan sesuatu, bisa hal yang baik atau buruk. Kita bersyukur di antara janji-janji yang diucapkan, tak terlihat ada janji untuk melakukan keburukan. Dari pengertian di atas, kita juga menjadi paham bahwa janji yang diucapkan itu adalah janji pada diri sendiri, tidak ada yang meminta atau mewajibkan.
Melihat nazar pilpres sebagai trending topic yang menyertai harapan kemenangan pasangan yang didukungnya, dapatkah kita menyimpulkan bahwa harapan sekaligus optimisme para warga demikian tinggi akan hadirnya kemenangan bagi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar? Pada masa anak-anak dahulu, banyak teman-teman yang saking inginnya diberi kelulusan, maka mereka ada yang bernazar bermacam-macam mau puasa Senin-Kamis, mau sedekah, mau menyumbang panti asuhan dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Harapan yang demikian tinggi akan apa yang sedang diupayakan sekaligus optimisme bahwa dapat meraihnya; keduanya membuat mereka terdorong untuk mengucapkan nazar. Apakah dalam nazar yang diucapkan menyertai Pilpres 2024 ini juga mewakili harapan dan optimisme itu? Hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Mungkin lebih menarik untuk menjawab pertanyaan kedua: mengapa banyak rakyat yang berjanji untuk berbuat sesuatu bila pasangannya memang? Tentu saja melalui rumusan visi misi dan forum-forum kampanye sang kandidat telah pula banyak berjanji, dan janji itu harus kita kejar sama-sama bila mereka memang dan kelak memimpin pemerintahan.
Nah, dalam urusan nazar pemilu, rasanya ini benar-benar suatu fenomena baru. Sang kandidat tak terlalu berani mengumbar janji, tetapi para pendukungnya menggelar sejenis festival akan melakukan banyak hal bila sang Kandidat memenangi Pemilu nanti.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa pasangan Anies-Muhaimin bukanlah pasangan yang memiliki kemampuan memobilisasi warga, baik dengan uangnya, apalagi dengan kekuasaannya. Dalam perjalanan ternyata keterbatasan ini telah berbalik membuahkan simpati, dukungan, langkah terobosan, dan kreativitas rakyat banyak.
Ratusan simpul dan komunitas relawan sejak dua tahun lalu terus bergerak dengan cara masing-masing. Beragam cara digunakan untuk menggerakkan partisipasi warga. Karya-karya kreatif yang sebagian didorong oleh keterbatasan muncul di mana-mana: spanduk rakyat dari barang bekas, sablon swadaya, membuat alat tetabuhan dengan kentongan bambu, sampai iuran warga membuat dapur-dapur umum. Dalam dua tahun terakhir di seantero negeri menggelora dukungan rakyat dalam berbagai bentuk. Ada pengusaha lokal yang mengosongkan rukonya untuk dipakai posko pemenangan, di Banjar Negara umpamanya.
ADVERTISEMENT
Warga Sorong iuran membuat spanduk dan baliho sendiri, mencetak kaus dan alat peraga kampanye. Seorang dermawan di Tegal dan Brebes terus menerus mencetak kaus dan spanduk untuk dibagikan kepada warga. Pemilik perusahaan bus antar kota di Jawa Tengah menyediakan diskon besar-besaran bagi siapa pun yang akan menggunakan busnya untuk kegiatan kampanye mendukung Anies dan Muhaimin.
Seorang pengelola pesantren di Lampung memberikan diskon umrah kepada siapa pun yang bersedia menjadi koordinator saksi di desa-desa. Seorang Ibu di Jawa Barat menyumbang kendaraan operasional kampanye ratusan mobil untuk digunakan tim pemenangan. Di perkampungan Makasar, Ibu-ibu majelis taklim menyelenggarakan rapat mingguan menggalang warga. Di Cilacap, seorang Ibu menyerahkan emas batangan seberat 1 kilogram untuk disumbangkan kepada tim kampanye.
ADVERTISEMENT
Di beberapa kota di Jateng dan Jatim, warga menggunakan toa keliling kampung “woro-woro” mengajak anggota masyarakat memilih Anies dan Muhaimin. Simpul-simpul gerakan buruh, pedagang pasar, petani, nelayan, dan ibu-ibu majelis taklim terus bergerak sejak setahun lalu. Ratusan komunitas relawan telah membentuk suatu gerakan besar dalam bendera Gerakan Rakyat untuk Perubahan.
Yang di atas mungkin baru sebagian kecil saja dari gejala yang menunjukkan betapa gairah rakyat untuk mendorong lahirnya perubahan dan perbaikan demikian tinggi. Nah, kembali pada tren baru nazar Pemilu, tampaknya apa yang sudah dikerjakan rakyat banyak masih terus melahirkan kreativitas-kreativitas baru. Maka nazar Pemilu pun diluncurkan.
Menyaksikan ini semua, di dalam benak saya tersimpan tanda tanya sekaligus harapan besar: jangan-jangan rakyat sudah demikian tak tahan menunggu lahirnya perubahan. Mereka tak tahan dengan keadaan demokrasi yang memburuk, tak lagi bisa menerima perilaku elite politik yang cenderung ugal-ugalan, tak bisa lagi toleran dengan tindakan-tindakan yang mengabaikan norma-norma kepatutan.
ADVERTISEMENT
Keadaan sedemikian menghasilkan dua sumber energi besar: ikhtiar habis-habisan untuk mewujudkan perubahan, tak bisa menerima praktik nepotisme telanjang yang mengorbankan konstitusi dan tata negara, tak bisa lagi menerima tindak-tanduk yang mengabaikan dan melecehkan etika publik. Dalam suasana batin demikianlah mereka membangun komitmen, bahu-membahu bersama orang banyak untuk menaruh apa saja sebagai alat untuk mensukseskan perjuangan. Nazar Pilpres adalah salah satunya.
Melalui tulisan ini saya ingin mengajak para penyelenggara negara, terutama para pemimpin tertinggi yang tengah memegang kekuasaan: dengarkan suara rakyat, dengarkan denyut nadi dan nurani mereka, jangan abaikan aspirasi mereka yang sedang berupaya keras menyongsong perubahan. Jagalah Pemilu kita agar menjadi kontestasi yang bermartabat; biarkan mereka memilih jalan masa depan dengan nuraninya.
ADVERTISEMENT
Aspirasi politik bagaikan aliran air deras dalam volume besar, bila dialirkan dengan baik maka kemanfaatan yang akan datang; sebaliknya memasang halangan dan rintangan hanya akan menghasilkan air bah yang sulit dikendalikan. Haruslah disadari bahwa, tak mungkinlah kiranya bagi mereka sampai mempertaruhkan segalanya, bahkan dalam iklim politik yang dipenuhi rasa takut sekalipun, bila mereka tak punya harapan demikian besar sekaligus keyakinan bahwa harapan itu akan segera terwujud.
Seperti anak-anak yang tengah berjuang menempuh ujian dan mendambakan kelulusan, tampaknya segenap rakyat Indonesia sedang berusaha keras memperjuangkan perubahan, sekaligus meyakini bahwa perubahan akan datang. Nazar Pilpres adalah bentuk ekspresi dari keyakinan itu. Allahu alam bissawab.