Konten dari Pengguna

Hari Ibu

Sudirman Said
Warga negara biasa.
22 Desember 2020 6:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudirman Said tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hari ibu. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hari ibu. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Indonesia memberi tempat khusus kepada (kaum) Ibu, lewat peringatan hari Ibu pada 22 Desember. Umumnya, tanggal tersebut dirayakan dengan segala bentuk ekspresi menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu, atas segala jasanya. Mochtar Embut, melukiskan kasih Ibu dengan sangat indah, lewat lagu "Kasih Ibu": Hanya memberi, tak harap kembali//Bagai sang surya menyinari dunia. Seluruh warga tidak pernah melewatkan momen penting ini, yang diwujudkan dengan berbagai bentuk acara, yang berarah memberi hormat dan mengucapkan rasa terima kasih kepada (kaum) Ibu.
ADVERTISEMENT
Setiap kita, tentu dapat memberikan kesaksian sendiri-sendiri bagaimana peran Ibu, tidak saja dalam pertumbuhan fisik, melainkan juga intelektual, dan mental spiritual. Dalam kerangka pendidikan, (kaum) Ibu adalah pendidik pertama dan terutama. Lebih jika mengingat bagaimana perjuangan Ibu untuk menjaga buah hatinya sejak dalam kandungan.
Artinya, Pendidikan telah berlangsung, sejak bayi dalam kandungan. Peran tersebut tidak tergantikan dan tentu tidak dapat dibandingkan dengan apa pun. Oleh sebab itulah, setiap kita tidak punya alasan apa pun untuk tidak berbakti kepada Ibu.
Dalam kerangka tersebut, jika hari Ibu hendak dimengerti sebagai hari di mana kita menyampaikan rasa terima kasih, tentu tidak harus menunggu 22 Desember. Bahkan, bila boleh dikatakan, hari ini sebenarnya adalah setiap hari, sepanjang tahun. Apakah peringatan setiap hari, telah cukup memadai?
ADVERTISEMENT
Sebagai akuntan, saya diajari bagaimana berhitung; mengkalkulasi untung dan rugi, mencatat mana biaya mana penghasilan. Jika ilmu akuntansi itu digunakan untuk mencatat balas jasa, maka peringatan setiap hari pun, tidak akan mampu menandingi apa yang telah Ibu berikan. Peringatan 22 Desember, tentu punya dimensi yang lebih luas. Tidak saja berbicara dalam kerangka ruang privat, akan tetapi dalam kerangka ruang publik atau sejarah bangsa.
*****
Mereka yang belajar sejarah bangsa, tentu mengerti bahwa penetapan 22 Desember sebagai hari Ibu, tidaklah dengan pertimbangan domestik (rumah tangga individu), melainkan dalam pertimbangan peran Ibu (perempuan) dalam perjuangan kemerdekaan. Tanggal 22 Desember yang kita peringati sebagai hari Ibu, merujuk pada peristiwa penting dalam pergerakan perempuan, yakni Kongres Perempuan Pertama, yang dilangsungkan pada 22 Desember 1928. Lewat Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959, tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Ibu.
ADVERTISEMENT
Tahun 1959 dalam sejarah negara, punya arti yang sangat penting. Pada waktu itu, tepatnya 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang merupakan suatu keputusan politik menghentikan langkah konstituante, dan kemudian Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Kita tidak hendak membahas perubahan konstitusi, namun sekadar ingin melihat suasana ketika itu, yang dapat dikatakan dipenuhi gelora “revolusi”. Dengan mengambil posisi ini, barangkali dapat lebih dipahami, bahwa penetapan Hari Ibu, tidak lepas dari semangat zaman tersebut.
Besar kemungkinan pesan utama yang hendak disampaikan adalah: Pertama, bahwa Indonesia harus mengakui peran sejarah (kaum) Ibu, dalam ikut menggelorakan semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dan sekaligus dalam proses pembentukan jiwa bangsa.
ADVERTISEMENT
Kedua, Indonesia harus mengakui, bahwa tidak mungkin mewujudkan cita-citanya jika seluruh elemen bangsa tidak menjadi bagian daripadanya.
Ketiga, bahwa dengan demikian, maka untuk mencapai kemerdekaan, dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya, tidak ada lagi pembedaan peran, tidak ada lagi pihak yang berhak menyatakan sebagai yang paling utama, dan ekspresi lain yang sejenis, tetapi harus benar-benar menyadari kenyataan kesetaraan dalam perjuangan bangsa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam Indonesia, semua sama dan atau berkedudukan setara. Apabila kita memeriksa kembali teks Undang-Undang Dasar 1945 (asli), pada pasal 27, akan diperoleh ketentuan: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
ADVERTISEMENT
Hal ini berarti, dalam kerangka Indonesia, sesungguhnya tidak dikenal konsep kompetisi atau segala konsep yang merujuk pada konsepsi tersebut, dan sebaliknya yang seharusnya hidup dan terus dihidupkan adalah konsep kebersamaan, atau (dalam batas tertentu) dapat disebut sebagai konsep kolaborasi.
*****
Peringatan Hari Ibu tahun ini ada dalam suasana di mana kita (sebagai bangsa, dan sebagai umat manusia) tengah berjuang melawan Pandemi Global Covid-19. Kita ketahui bersama, bahwa penyebaran Covid-19, bukan saja belum dapat dihentikan, melainkan telah menyebar secara luas, dan belum dikenali sepenuhnya pola penyebarannya. Segala usaha telah ditempuh. Pemerintah mengupayakan 3T (testing, tracing, treatment), dan kini disertai langkah penegakkan hukum, terutama agar protokol kesehatan dapat dijalankan secara disiplin dan penuh tanggungjawab.
ADVERTISEMENT
Masyarakat, juga telah bergerak. Mulai dari langkah 4M (menghindari kerumunan, menjaga jarak fisik, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun), sampai kepada langkah solidaritas terhadap warga yang terpapar dan yang menjadi korban PHK. Program bantuan sosial telah digelontorkan, dalam segala varian dan dinamika yang menyertainya.
Tentu kita mengharapkan langkah tersebut segera berbuah terputusnya mata rantai penyebaran virus. Namun, dalam kenyataan belum dapat terwujud. Sebagian pihak menganggap bahwa keadaan ini merupakan akibat dari masih belum berjalannya cara kerja dengan metode menempatkan prioritas, sehingga seluruh daya dapat digerakkan secara optimal.
Sebagian yang lain, melihat masih belum tumbuhnya kesadaran di masyarakat, sehingga di sana-sini, masih dijumpai keadaan di mana protokol kesehatan tidak dijalankan secara baik.
ADVERTISEMENT
Dan sebagian lain menilai bahwa kita berada dalam dilema: jika ditekankan penanganan kesehatan, maka ekonomi akan rontok, sebaliknya jika dibiarkan pelonggaran untuk aktivitas ekonomi, maka penyebaran virus akan menjadi-jadi. Pada titik inilah kita sesungguhnya membutuhkan pendekatan baru.
Peringatan Hari Ibu kali ini, menjadi momentum baik untuk memaknainya dan ikut memikirkan pendekatan baru mencari solusi atas situasi yang kita hadapi.
Dengan tidak mengurangi kemeriahan acara-acara peringatan, yang tentu disesuaikan dengan situasi Pandemi, kita berupaya menggali pesan penting dari Peringatan Hari Ibu, yang dapat disumbangkan untuk agar bangsa segala keluar dari kesulitannya.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengatakan bahwa Peringatan Hari Ibu tahun ini, sesungguhnya memuat tiga makna penting, yakni:
ADVERTISEMENT
Pertama, bahwa sebagai bangsa kita tentu perlu terus-menerus memperbarui pandangan terhadap (kaum) Ibu, dengan seluruh keberadaan dan perannya. Hal ini sangat penting, agar dalam kehidupan bernegara dan juga dalam kehidupan sosial, tidak ditemukan lagi segala bentuk tindakan yang masuk dalam kategori kekerasan, lebih dalam suasana Pandemi saat ini. Sebagai bangsa merdeka, kita tidak boleh lelah untuk terus menanam dan memberi rabuk yang sehat, agar tidak ada lagi segala bentuk diskriminasi kepada (kaum) Ibu, dan tidak ada lagi kekerasan, apa pun alasannya.
Kebijakan publik, dengan demikian, harus terhindar dari segala keputusan yang bersumber dari pandangan ketidaksetaraan gender. Indonesia di masa depan, harus laksana Ibu yang penuh kasih menjaga dan merawat warganya, seperti yang juga telah dengan jelas dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
Kedua, bahwa dalam konteks membangun hari depan bangsa, hendaknya yang berlaku hanyalah pandangan kesetaraan, dan tidaklah diberi ruang sekecil apa pun bagi pandangan yang berakar dari sikap beda-membedakan, diskriminasi peran, dan atau sikap yang menonjol-nonjolkan peran sebagian pihak dan mengabaikan peran pihak lainnya. Dalam konteks ini, kita dapat mengatakan bahwa tidaklah mungkin suatu bangsa dapat mencapai masa depannya yang gemilang tanpa peran dari (kaum) Ibu.
Di masa bangsa sedang menghadapi kesulitan yang besar, seperti sekarang ini, kita membutuhkan kesadaran kebersamaan. Dan kebersamaan yang asli, hanya mungkin jika didasarkan pada pandangan dasar kesetaraan. Dalam kerangka bernegara, tentu saja kebersamaan hanya dimungkinkan apabila terdapat relasi kuasa yang tidak hegemonic, dan sebaliknya kebersamaan akan tumbuh dalam relasi yang demokratik.
ADVERTISEMENT
Ketiga, bahwa kebersamaan yang dimaksudkan dan yang dibutuhkan, bukan jenis kebersamaan yang bersifat statik, melainkan kebersamaan yang bersifat dinamik dan kreatif. Yakni suatu kebersamaan yang melahirkan kerja sama yang didasarkan pada kesadaran bahwa tujuan bersama tidak akan mungkin dapat dicapai jika hanya dikerjakan oleh sebagian dari keseluruhan yang ada.
Tujuan bersama hanya akan dapat dicapai jika seluruh elemen terlibat, dengan keterlibatan yang ditopang oleh sikap saling percaya, sikap saling menghormati, dan sikap saling menerima satu sama lain. Dalam suasana yang demikian, tentu tidak ada lagi kompetisi, atau sebutan sejenis, yang mengakibatkan antar elemen bangsa saling bermusuhan satu sama lain, dan yang ada adalah kolaborasi.
Suatu kerja bersama dan kerja sama, yang dipedomani pengertian bahwa setiap elemen punya kebolehan masing-masing, sebagaimana alat musik dalam suatu orchestra. Oleh sebab itu, dibutuhkan kemampuan orkestrasi, sedemikian rupa sehingga bukan saja tidak ada pertengkaran yang tidak perlu, akan tetapi suatu maha karya yang mengubah nasib bangsa.
ADVERTISEMENT
Jika kita mengingat tujuan bernegara dengan segala asas dan prinsip yang menyertainya, di sanalah jejak kaum Ibu Indonesia tertera. Kaum Ibu telah melahirkan para founding fathers, para pejuang, para pendiri Republik ini; dan membekalinya dengan segenap semangat yang menyatukan, mencerdaskan, memajukan, membimbing, dan menolong yang lemah. Sebab kodrat Ibu adalah menyayangi dengan tulus ikhlas; memberi tak harap kembali. Selamat Hari Ibu. ****